Yogyakarta (ANTARA) - Lima tahun setelah merantau dari Sulawesi Utara ke Yogyakarta, Mitty Zasia menemukan apa yang selama ini terasa kurang di hidupnya: mimpi besar yang perlu dikejar. Masalahnya, tak ada yang kasih peringatan bahwa efek samping dari memiliki mimpi adalah pengejarnya sering babak belur dihantam proses.
Tak terkecuali Mitty, kenyataan bahwa ia juga perempuan dan perantau memberikan dinamika tersendiri dalam upayanya mencapai cita-cita itu. Perjalanan panjang ini membuatnya rutin berpikir sampai khawatir berlebihan, kegelisahan tersebut lantas ia rangkum dalam 15 lagu di album keduanya "Nanti Malam Kupikir Lagi".
"Lagu-lagu di album ini semuanya keresahan yang ganggu pikiranku, rata-rata munculnya tengah malam terus sampai pagi dan berulang besoknya, makanya album ini kukasih judul 'Nanti Malam Kupikir Lagi'," ujar Mitty, di Yogyakarta, Kamis.
Saat ditelaah lebih dalam, perbincangan Mitty dengan diri sendiri di waktu-waktu rawan itu berputar soal situasinya sebagai perempuan, pemimpi, dan perantau.
Sebagai perempuan, Mitty mempertanyakan bagaimana dirinya tumbuh besar mengemban beban sosial yang tidak dimintanya lewat lagu seperti "Tolak Ukur" dan "Untuk Perempuanku di Cermin". Untuk lagu yang disebut terakhir, Mitty berkolaborasi dengan solois perempuan asal Semarang, Fanny Soegi.
Selanjutnya, Mitty merangkum berbagai ribut di kepalanya selama merantau dan mengejar mimpi, mulai dari betapa beratnya harus jauh dari orang-orang yang ia sayangi lewat "Pada Akhirnya Berkawan Berlalu" dan "Rela Tak Semudah Kata", berkutat melawan suara-suara bising yang meragukan keputusannya yang tertuang lewat lagu seperti "Keluar Kamar" dan "Terbentur kan Terbentuk", hingga mendapati kenyataan demi kenyataan pahit hidup yang ia temui selama proses itu lewat "Sandwich" dan "Kepala Tiga".
Dari 15 lagu itu, "Bukan Seleramu" dipilih Mitty sebagai focused track karena dianggap cukup mewakili album. "Aku suka lagu itu karena dia egois. 'Bukan Seleramu' kubikin sebagai usahaku berterus terang kepada orang yang minta aku untuk jadi apa yang dia mau. Padahal, aku udah susah payah kenal diriku sendiri," ujar Mitty. Bekerja sama dengan sutradara Bagus Tikus, video klip "Bukan Seleramu" sudah bisa ditonton di YouTube pada hari perilisan album.
Seluruh pengerjaan lagu di album "Nanti Malam Kupikir Lagi" dipercayakan Mitty sepenuhnya kepada 6 produser di Yogyakarta, yakni Sasi Kirono, Fareeq Angkasa, Yabes Yuniawan, Awalawe, Adiyatma Dadi Raharjo, dan Usaha Terbaik Kita. Sementara, artwork album dikerjakan oleh seniman visual Yogyakarta Isac Kumoro. Mitty juga bekerja sama dengan Mohammed Kamga, Endah Widiastuti, dan Lintang Larasati sebagai vocal director.
"Aku yakin banyak perempuan lain yang memperjuangkan mimpinya, semoga lagu-laguku ini bisa turut mewakili mereka juga untuk terus jalan. Semua orang punya uniknya masing-masing, apa yang ada di aku, itu yang kugali," tutur Mitty.
Album "Nanti Malam Kupikir Lagi" sudah bisa didengarkan di seluruh gerai musik digital.
Tak terkecuali Mitty, kenyataan bahwa ia juga perempuan dan perantau memberikan dinamika tersendiri dalam upayanya mencapai cita-cita itu. Perjalanan panjang ini membuatnya rutin berpikir sampai khawatir berlebihan, kegelisahan tersebut lantas ia rangkum dalam 15 lagu di album keduanya "Nanti Malam Kupikir Lagi".
"Lagu-lagu di album ini semuanya keresahan yang ganggu pikiranku, rata-rata munculnya tengah malam terus sampai pagi dan berulang besoknya, makanya album ini kukasih judul 'Nanti Malam Kupikir Lagi'," ujar Mitty, di Yogyakarta, Kamis.
Saat ditelaah lebih dalam, perbincangan Mitty dengan diri sendiri di waktu-waktu rawan itu berputar soal situasinya sebagai perempuan, pemimpi, dan perantau.
Sebagai perempuan, Mitty mempertanyakan bagaimana dirinya tumbuh besar mengemban beban sosial yang tidak dimintanya lewat lagu seperti "Tolak Ukur" dan "Untuk Perempuanku di Cermin". Untuk lagu yang disebut terakhir, Mitty berkolaborasi dengan solois perempuan asal Semarang, Fanny Soegi.
Selanjutnya, Mitty merangkum berbagai ribut di kepalanya selama merantau dan mengejar mimpi, mulai dari betapa beratnya harus jauh dari orang-orang yang ia sayangi lewat "Pada Akhirnya Berkawan Berlalu" dan "Rela Tak Semudah Kata", berkutat melawan suara-suara bising yang meragukan keputusannya yang tertuang lewat lagu seperti "Keluar Kamar" dan "Terbentur kan Terbentuk", hingga mendapati kenyataan demi kenyataan pahit hidup yang ia temui selama proses itu lewat "Sandwich" dan "Kepala Tiga".
Dari 15 lagu itu, "Bukan Seleramu" dipilih Mitty sebagai focused track karena dianggap cukup mewakili album. "Aku suka lagu itu karena dia egois. 'Bukan Seleramu' kubikin sebagai usahaku berterus terang kepada orang yang minta aku untuk jadi apa yang dia mau. Padahal, aku udah susah payah kenal diriku sendiri," ujar Mitty. Bekerja sama dengan sutradara Bagus Tikus, video klip "Bukan Seleramu" sudah bisa ditonton di YouTube pada hari perilisan album.
Seluruh pengerjaan lagu di album "Nanti Malam Kupikir Lagi" dipercayakan Mitty sepenuhnya kepada 6 produser di Yogyakarta, yakni Sasi Kirono, Fareeq Angkasa, Yabes Yuniawan, Awalawe, Adiyatma Dadi Raharjo, dan Usaha Terbaik Kita. Sementara, artwork album dikerjakan oleh seniman visual Yogyakarta Isac Kumoro. Mitty juga bekerja sama dengan Mohammed Kamga, Endah Widiastuti, dan Lintang Larasati sebagai vocal director.
"Aku yakin banyak perempuan lain yang memperjuangkan mimpinya, semoga lagu-laguku ini bisa turut mewakili mereka juga untuk terus jalan. Semua orang punya uniknya masing-masing, apa yang ada di aku, itu yang kugali," tutur Mitty.
Album "Nanti Malam Kupikir Lagi" sudah bisa didengarkan di seluruh gerai musik digital.