Yogyakarta (ANTARA) - Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) KGPAA Paku Alam X meminta Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) setempat segera berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait untuk menurunkan angka stunting di provinsi itu.
Paku Alam X di Gedhong Pareanom, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa, menuturkan bahwa selama ini DIY mengenal dan menjalankan konsep 4K, yakni kampung, kantor, kampus, dan keraton dalam menangani berbagai persoalan, termasuk stunting.
"Konsep ini menunjukkan bahwa semua pihak tidak bisa berjalan sendiri, selalu bersinergi dan berkolaborasi menangani semua persoalan di DIY. Dan konsep ini membuat DIY selalu mengedepankan konsep warga sebagai subjek, bukan objek," ujar dia.
Dia mengakui bahwa penanganan stunting di DIY tidak mudah karena penderitanya belum tentu berada di keluarga yang kurang atau tidak mampu.
Penyebab kejadian stunting, kata dia, justru dikarenakan kebiasaan sebagian masyarakat.
"Ada budaya atau kebiasaan, yang penting anak tidak rewel makannya, tetapi kalau hanya nasi dan kuah bakso jelas tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi anak," ujar dia.
Kejadian semacam itu, menurut dia, bisa menjadi dasar perumusan pendekatan-pendekatan yang bisa ditempuh TPPS DIY agar upaya penanganan stunting berhasil dilakukan.
Paku Alam menegaskan penanganan stunting tidak bisa dilakukan sesaat karena berkait perilaku masyarakat.
Dalam penanganannya, dia berharap Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) DIY bisa menggandeng para kader KB maupun kader PKK yang kesehariannya bersinggungan langsung dengan masyarakat.
"Pihak yang di lapangan pasti lebih tahu bagaimana pendekatan yang paling cocok, jadi manfaatkanlah mereka itu agar stunting di DIY bisa semakin ditekan," ujar dia.
Sementara itu, Kepala BKKBN DIY Mohamad Iqbal Apriansyah menyebutkan angka stunting di DIY berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 berada pada angka 18 persen.
Namun, pihaknya beserta kabupaten/kota se-DIY yakin jika angka stunting akan mengalami penurunan signifikan pada 2024.
"Alhamdulillah tentu semua ini berkat pelaksanaan berbagai program penurunan angka stunting yang sudah kami lakukan," kata dia.
Paku Alam X di Gedhong Pareanom, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa, menuturkan bahwa selama ini DIY mengenal dan menjalankan konsep 4K, yakni kampung, kantor, kampus, dan keraton dalam menangani berbagai persoalan, termasuk stunting.
"Konsep ini menunjukkan bahwa semua pihak tidak bisa berjalan sendiri, selalu bersinergi dan berkolaborasi menangani semua persoalan di DIY. Dan konsep ini membuat DIY selalu mengedepankan konsep warga sebagai subjek, bukan objek," ujar dia.
Dia mengakui bahwa penanganan stunting di DIY tidak mudah karena penderitanya belum tentu berada di keluarga yang kurang atau tidak mampu.
Penyebab kejadian stunting, kata dia, justru dikarenakan kebiasaan sebagian masyarakat.
"Ada budaya atau kebiasaan, yang penting anak tidak rewel makannya, tetapi kalau hanya nasi dan kuah bakso jelas tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi anak," ujar dia.
Kejadian semacam itu, menurut dia, bisa menjadi dasar perumusan pendekatan-pendekatan yang bisa ditempuh TPPS DIY agar upaya penanganan stunting berhasil dilakukan.
Paku Alam menegaskan penanganan stunting tidak bisa dilakukan sesaat karena berkait perilaku masyarakat.
Dalam penanganannya, dia berharap Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) DIY bisa menggandeng para kader KB maupun kader PKK yang kesehariannya bersinggungan langsung dengan masyarakat.
"Pihak yang di lapangan pasti lebih tahu bagaimana pendekatan yang paling cocok, jadi manfaatkanlah mereka itu agar stunting di DIY bisa semakin ditekan," ujar dia.
Sementara itu, Kepala BKKBN DIY Mohamad Iqbal Apriansyah menyebutkan angka stunting di DIY berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 berada pada angka 18 persen.
Namun, pihaknya beserta kabupaten/kota se-DIY yakin jika angka stunting akan mengalami penurunan signifikan pada 2024.
"Alhamdulillah tentu semua ini berkat pelaksanaan berbagai program penurunan angka stunting yang sudah kami lakukan," kata dia.