Jakarta (ANTARA) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggelar kampanye bertajuk Buka Kedoknya untuk mendesak penerapan kemasan rokok terstandar di seluruh produk tembakau dan nikotin, untuk membuka mata masyarakat terhadap berbagai taktik industri tembakau yang sering kali menyesatkan, seperti penggunaan perisa, desain kemasan yang menarik, hingga pemasaran melalui influencer.
Evelyn Murphy, Technical Officer (Healthier Populations) WHO Indonesia, menjelaskan bahwa taktik-taktik tersebut bertujuan untuk menciptakan kesan seolah-olah produk tembakau dan nikotin aman untuk dikonsumsi, padahal mereka menyasar kalangan muda dengan cara yang sangat halus.
"Melalui kemasan standar yang tidak mencantumkan logo atau gambar yang menarik, kita dapat membuat produk tembakau menjadi kurang menggoda," ujar Evelyn dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Kemenkes sebut konten iklan influencer penyebab kenaikan perokok pemula
Kampanye ini semakin penting karena seiring dengan peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Evelyn menekankan bahwa salah satu cara paling efektif untuk mengatasi pemasaran rokok yang menyesatkan adalah melalui kebijakan kemasan standar yang meminimalkan potensi promosi produk.
Dengan peringatan kesehatan yang jelas dan gambar yang memperlihatkan dampak buruk merokok, harapannya masyarakat akan lebih sadar akan bahaya yang ditimbulkan.
Kemasan terstandar, yang sudah diterapkan di lebih dari 25 negara, termasuk negara penghasil tembakau seperti Thailand dan Turki, menjadi solusi yang diusung WHO. Indonesia, menurutnya, kini berada pada posisi hukum yang tepat untuk mengadopsi kebijakan tersebut.
Berdasarkan Pasal 435 dari Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024, Indonesia hanya perlu menunggu peraturan pelaksanaan teknis yang akan segera diterbitkan.
Baca juga: Rokok ilegal senilai Rp2,5 miliar dimusnahkan Pemda DIY dan Bea Cukai
Tidak hanya soal kemasan, Indonesia juga memiliki peluang besar untuk merevisi kebijakan cukai tembakau. Evelyn mengungkapkan bahwa dengan menaikkan cukai produk tembakau, konsumsi rokok bisa ditekan, sekaligus memberikan sumber pendanaan yang berkelanjutan untuk program kesehatan.
“Selain mengurangi prevalensi perokok, kebijakan ini dapat meningkatkan pemasukan negara dan mengurangi beban penyakit terkait tembakau,” tambahnya.
Sebagai langkah lanjutan, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 juga mencakup peningkatan batas usia minimum untuk membeli tembakau menjadi 21 tahun, pelarangan penjualan rokok ecer per batang, dan kewajiban mencantumkan peringatan kesehatan bergambar yang mencakup setidaknya 50 persen dari kemasan.
Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur larangan penggunaan perisa dan zat aditif dalam produk tembakau, serta pelarangan iklan tembakau di media sosial.
Baca juga: Pemkot Yogyakarta terapkan denda Rp7,5 juta bagi yang merokok di Malioboro
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: WHO kampanye "Buka Kedoknya" dukung penerapan kemasan rokok terstandar