Dolar AS melonjak

id kurs dolar,indeks dolar,yields obligasi,kebijakan Fed,dampak Covid-19

Dolar AS melonjak

Ilustrasi - Tangan sedang menghitung uang kertas 100 dolar AS. ANTARA/Valera Golovniov / SOPA Images/S via Reuters Connect/pri.

New York (ANTARA) - Dolar AS menguat terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya di akhir transaksi Senin (Selasa pagi WIB), hari perdagangan pertama tahun baru, sejalan dengan meningkatnya imbal hasil obligasi pemerintah karena investor mengantisipasi Federal Reserve akan tetap berada di jalur kenaikan suku bunganya pada 2022.

Sementara lonjakan kasus virus corona yang disebabkan oleh varian Omicron terus berdampak pada perjalanan global dan layanan publik, investor tetap optimis bahwa penguncian akan dapat dihindari.

Pada Senin (3/1), Badan Pengawas Obat dan Makanan AS mengizinkan penggunaan dosis ketiga vaksin Pfizer dan BioNTech COVID-19 untuk anak-anak berusia antara 12 tahun hingga 15 tahun, dan mempersempit waktu untuk semua suntikan booster menjadi lima bulan dari enam bulan setelah dosis primer.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun yang sensitif terhadap ekspektasi kenaikan suku bunga, bersama dengan obligasi lima tahun, melonjak ke level tertinggi sejak Maret 2020. Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang jadi acuan dan imbal hasil obligasi AS lima tahun naik ke puncak enam minggu. Bank sentral AS diperkirakan akan mulai menaikkan suku bunga pada pertengahan 2022.

"Pasar pada umumnya memiliki rentang perhatian yang pendek dalam hal apa pun yang terkait dengan COVID dan pasar sudah seperti ini sejak awal," kata Erik Bregar, presiden dan CEO di Bregar Capital Corp di Toronto.

"Saya tidak merasakan getaran risk-off (penghindaran risiko) hari ini karena minyak stabil, saham masih hijau ... saat ini imbal hasil adalah pendorongnya."

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,552 persen, dengan euro turun 0,64 persen menjadi 1,1295 dolar AS.

Greenback berada di jalur untuk persentase kenaikan harian terbesar sejak 17 Desember.

Data ekonomi menunjukkan ukuran manufaktur untuk Desember oleh Markit turun ke 57,7 dari angka sebelumnya di 57,8, tetapi masih menunjukkan ekspansi. Pengeluaran konstruksi November naik 0,4 persen, di bawah ekspektasi untuk kenaikan 0,6 persen.

Yen Jepang melemah 0,17 persen versus greenback di 115,27 per dolar AS, sementara sterling terakhir diperdagangkan di 1,3482 dolar AS, turun 0,35 persen hari ini.

Namun, volume perdagangan diperkirakan akan tipis karena London, pusat perdagangan valas utama Eropa, ditutup untuk hari libur pasar.

Di zona euro yang lebih luas, aktivitas manufaktur tetap tangguh karena pabrik-pabrik mengambil keuntungan dari pelonggaran kendala rantai pasokan dan menimbun bahan baku pada kecepatan rekor.

Tingkat inflasi tahunan Turki melonjak menjadi 36,1 persen bulan lalu, tertinggi dalam 19 tahun pemerintahan Tayyip Erdogan, menunjukkan tingkat krisis mata uang yang disebabkan oleh kebijakan pemotongan suku bunga yang tidak lazim dari presiden.

Lira Turki terakhir diperdagangkan naik 1,7 persen pada 12,960 per dolar, tetapi turun dari level terendah awal 13,92.

Bitcoin terakhir jatuh 1,61 persen menjadi 46.587,63 dolar AS.
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024