Yogyakarta (ANTARA) - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memastikan seluruh perguruan tinggi Muhammadiyah dan 'Aisyiyah (PTMA) tidak pernah memberikan gelar profesor kehormatan kepada siapa pun, baik tokoh dari luar maupun internal persyarikatan.
"Kalau yang begitu-begitu (pemberian gelar profesor kehormatan), sampai sekarang ini belum pernah ada," ujar Ketua PP Muhammadiyah Bidang Pendidikan Irwan Akib saat dihubungi di Yogyakarta, Jumat.
Irwan menilai pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) pada Kamis (10/4) soal pelarangan pemberian gelar profesor kehormatan oleh PTMA sebagai sesuatu yang logis dan sesuai dengan prinsip dasar akademik.
Menurut Irwan, profesor adalah jabatan akademik tertinggi dalam jenjang karir dosen yang harus diraih melalui prosedur resmi.
"Profesor itu bukan gelar, tetapi jabatan akademik. Profesor jenjang jabatan akademik dari seorang dosen. Sehingga tentu kalau yang di luar dosen, bukan jalurnya untuk langsung menjadi profesor," tutur dia.
Irwan menjelaskan, jenjang jabatan akademik dosen dimulai dari asisten ahli, lektor, lektor kepala, hingga guru besar atau profesor.
Setiap jenjang pun harus ditempuh melalui pengumpulan angka kredit (KUM) berdasarkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, meliputi pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
"Mulai dari pengajaran, penelitian, kemudian pengabdian masyarakat itu kan ada aturan-aturannya tertentu. KUM yang kita harus kumpulkan untuk bisa menjadi seorang profesor," ujarnya.
Irwan memastikan bahwa seluruh PTMA selama ini patuh terhadap prinsip tersebut.
Meskipun tanpa keputusan tertulis secara resmi terkait larangan pemberian gelar profesor kehormatan, Irwan menyebut prinsip itu sudah menjadi prinsip normatif yang dianut Muhammadiyah.
"Tanpa diputuskan di rapat, itu kan hal yang normatif saja dan itu sudah sesuai dengan ketentuan yang ada di Persyarikatan Muhammadiyah bahwa kita mengikuti jalur akademik yang berlaku," ujar dia.
Irwan menjamin 431 profesor aktif di lingkungan PTMA seluruhnya merupakan dosen yang meraih jabatan guru besar melalui mekanisme akademik resmi.
Dia menilai pernyataan Haedar Nashir yang disampaikan saat memberikan sambutan pada pengukuhan Rektor UMP sebagai guru besar, di Banyumas, Jawa Tengah, baru-baru ini juga dilandasi keprihatinan atas maraknya fenomena pemberian gelar profesor kehormatan.
"Mungkin beliau melihat fenomena itu banyak, ada berapa guru besar atau profesor kehormatan, kemudian untuk menjaga marwahnya PTMA kita, beliau menyampaikan itu," kata dia.
Meskipun demikian, kata dia, Muhammadiyah tidak ingin mencampuri kebijakan kampus lain yang memilih memberikan gelar profesor kehormatan atau guru besar kehormatan.
"Kami tidak bisa mencampuri mereka, itu kan urusan mereka," tutur Irwan Akib.
Sebelumnya, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir melarang seluruh perguruan tinggi di lingkungan Muhammadiyah untuk memberikan gelar profesor kehormatan kepada siapa pun.
"Pesan kami dari PP Muhammadiyah, PTMA jangan ikut-ikutan kasih gelar profesor kehormatan karena profesor itu melekat dengan profesi dan institusinya, karena itu jabatan," katanya saat memberikan sambutan dalam acara Pengukuhan Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Jebul Suroso sebagai Guru Besar Bidang Manajemen Keperawatan, di Auditorium Ukhuwah Islamiyah UMP Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (10/4).