Yogyakarta (ANTARA) - Efisiensi anggaran sektor pariwisata yang dilakukan pemerintah dalam enam bulan terakhir dianggap sebagai peluang untuk merestrukturisasi dan mentransformasi industri ini menjadi lebih inklusif dan berkelanjutan.
Pada diskusi yang digelar dalam acara “Weekly Talk” di Wakijancoffee, Sleman, pada minggu pertama Oktober 2025 mengangkat tema “Membedah Dampak Pariwisata 6 Bulan Pasca Efisiensi” dan mengungkap potensi efisiensi anggaran sebagai titik balik penting bagi sektor pariwisata Indonesia.
Dalam diskusi tersebut, Prof. Dr. Muhammad Baiquni, M.A., Ketua Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), menekankan bahwa meski pemangkasan anggaran dari Rp1,8 triliun menjadi Rp600 miliar (sekitar 20-30 persen) dapat menjadi tantangan, hal ini juga dapat mendorong sektor pariwisata untuk bertransformasi ke arah yang lebih berkelanjutan dan berpihak pada masyarakat lokal.
“Adanya pemangkasan anggaran, justru menjadi momentum untuk menata ulang sektor pariwisata agar lebih demokratis, inklusif, dan memberi ruang bagi komunitas lokal,” ujar Prof. Baiquni.
Ia menambahkan bahwa meskipun dana yang tersedia kini lebih terbatas, pendekatan yang cerdas dan kreatif dapat mengubah tantangan ini menjadi peluang untuk mengembangkan pariwisata yang lebih inklusif.
Poin yang ditekankan oleh Baiquni adalah bahwa pariwisata seharusnya tidak hanya mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek, tetapi juga harus memperhatikan keadilan sosial dan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
“Kalau arah pengelolaan nya cerdas dan inovatif, maka pemangkasan ini justru bisa melahirkan pariwisata yang lebih berakar pada komunitas. Inilah saatnya pariwisata Indonesia keluar dari pola kapitalistik dan mengedepankan ekonomi demokrasi,” ujarnya.
Helmi Ihsan, delegasi Harvard Pair Conference 2025 yang bertindak sebagai moderator, turut memberikan pandangannya mengenai pentingnya peran generasi muda dalam mengawal perubahan paradigma ini.
Menurut Ihsan, sektor pariwisata pasca efisiensi harus mengedepankan keberlanjutan dan inklusivitas, serta melibatkan berbagai pihak dalam merumuskan strategi yang tepat untuk menghadapi tantangan global.
Generasi muda, katanya, memiliki peran besar dalam mendorong perubahan positif dan diskusi lintas generasi seperti ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara perkembangan sektor pariwisata dan kearifan lokal yang harus terus dijaga.
Acara ini juga memberikan kesempatan kepada peserta untuk berdialog langsung mengenai apakah pemangkasan anggaran justru membuka peluang baru atau malah menciptakan ketimpangan dalam industri pariwisata. Beberapa peserta mempertanyakan apakah efisiensi anggaran dapat menghasilkan inovasi yang lebih merata, ataukah sebaliknya, memperburuk ketidaksetaraan yang sudah ada.
