Yogyakarta (Antara Jogja)-Balai Besar Kerajinan dan Batik mengimbau kepada perajin batik untuk memaksimalkan penerapan konsep "Produksi Bersih" dalam proses pengolahan untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan.
"Penerapan pengolahan batik dengan "produksi bersih" selain dapat menekan biaya produksi juga menghindarkan dampak pencemaran lingkungan,"kata Kepala Seksi Konsultasi Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Bachtiar Totosantoso di Yogykarta, Kamis.
Dia mengatakan sosialisai terkait penerapan sitem "produksi bersih" kepada kalangan perajin batik sudah dilakukan sejak 2012 yang komponennya di antaranya terdiri atas efisiensi bahan baku batik, penekanan konsep daur ulang, minimalisasi biaya produksi serta pemakaian zat pewarna alami.
Menurut dia, penerapan konsep produksi bersih merupakan solusi efektif khususnya bagi perajin batik kategori kecil menengah mengingat pengelolaan limbah dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau pengolahan limbah dengan metode modern membutuhkan biaya mahal.
"Hingga saat ini pengolahan limbah pribadi dengan IPAL masih dilakukan oleh perajin batik yang sudah besar, sementara yang kecil-kecil masih susah karena terkendala biaya,"katanya.
Dalam konsep produksi bersih, jelas dia, penanggulangan limbah dapat dilakukan dengan mengoptimalkan zat pewarna alami antara lain dari rumput laut, sari pati daun serta kayu daripada menggunakan pewarna sintetis yang didominasi campuran bahan kimia.
Apabil tetap menggunakan pewarna sintetis, kata dia, maka bias dilakukan pengeringan limbah pewarna tersebut sehingga menggumpal untuk kemudian dibakar.
Selain itu, kata dia, konsep "produksi bersih" bisa diterapkan dengan melakukan daur ulang bahan baku batik misalnya lilin yang berfungsi sebagai penutup pori-pori kain saat proses pembuatan batik dapat dipakai kembali setelah dilakukan pembilasan.
"Pemakaian lilin sebagai pelengkap pengolah batik setelah dibilas dengan air jangan langsung dibuang, tapi bisa didaur ulang untuk dipakai kembali atau bahkan dijual,"katanya.
Tanpa upaya penanggulangan yang bisa dilakukan oleh seluruh kalangan perajin batik yang ditempuh melalui penerapan konsep "produksi bersih" , kata dia, maka, di masa mendatang maka pencemaran lingkungan akan semakin tidak terkendali.
"Limbah batik banyak mengandung lilin , semakin lama akan susah terserap oleh tanah karena telah menutupi sebagian besar pori-pori tanah selain itu bahkan bisa mematikan tumbuhan karena kandungan bahan kimia,"katanya.
(KR-LQH)
"Penerapan pengolahan batik dengan "produksi bersih" selain dapat menekan biaya produksi juga menghindarkan dampak pencemaran lingkungan,"kata Kepala Seksi Konsultasi Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Bachtiar Totosantoso di Yogykarta, Kamis.
Dia mengatakan sosialisai terkait penerapan sitem "produksi bersih" kepada kalangan perajin batik sudah dilakukan sejak 2012 yang komponennya di antaranya terdiri atas efisiensi bahan baku batik, penekanan konsep daur ulang, minimalisasi biaya produksi serta pemakaian zat pewarna alami.
Menurut dia, penerapan konsep produksi bersih merupakan solusi efektif khususnya bagi perajin batik kategori kecil menengah mengingat pengelolaan limbah dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau pengolahan limbah dengan metode modern membutuhkan biaya mahal.
"Hingga saat ini pengolahan limbah pribadi dengan IPAL masih dilakukan oleh perajin batik yang sudah besar, sementara yang kecil-kecil masih susah karena terkendala biaya,"katanya.
Dalam konsep produksi bersih, jelas dia, penanggulangan limbah dapat dilakukan dengan mengoptimalkan zat pewarna alami antara lain dari rumput laut, sari pati daun serta kayu daripada menggunakan pewarna sintetis yang didominasi campuran bahan kimia.
Apabil tetap menggunakan pewarna sintetis, kata dia, maka bias dilakukan pengeringan limbah pewarna tersebut sehingga menggumpal untuk kemudian dibakar.
Selain itu, kata dia, konsep "produksi bersih" bisa diterapkan dengan melakukan daur ulang bahan baku batik misalnya lilin yang berfungsi sebagai penutup pori-pori kain saat proses pembuatan batik dapat dipakai kembali setelah dilakukan pembilasan.
"Pemakaian lilin sebagai pelengkap pengolah batik setelah dibilas dengan air jangan langsung dibuang, tapi bisa didaur ulang untuk dipakai kembali atau bahkan dijual,"katanya.
Tanpa upaya penanggulangan yang bisa dilakukan oleh seluruh kalangan perajin batik yang ditempuh melalui penerapan konsep "produksi bersih" , kata dia, maka, di masa mendatang maka pencemaran lingkungan akan semakin tidak terkendali.
"Limbah batik banyak mengandung lilin , semakin lama akan susah terserap oleh tanah karena telah menutupi sebagian besar pori-pori tanah selain itu bahkan bisa mematikan tumbuhan karena kandungan bahan kimia,"katanya.
(KR-LQH)