Jogja (Antara Jogja) - Tim mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta membantu para petani meningkatkan kualitas minyak nilam dengan memanfaatkan limbah tempurung kelapa sawit.
"Limbah tempurung kelapa sawit memiliki kandungan karbon aktif yang tinggi. Karbon aktif itu dapat digunakan sebagai komponen utama dalam memurnikan minyak nilam," kata ketua tim mahasiswa Ifat Fatimah di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, karbon aktif limbah tempurung kelapa sawit itu mempunyai daya serap besar dalam mengikat kandungan logam dan zat-zat pengotor minyak nilam.
"Karbon aktif itu dimodifikasi untuk meningkatkan efektivitas kinerjanya. Kami memberikan perlakuan khusus seperti mencampur karbon aktif dengan larutan amonia dan memanaskannya pada suhu 70-80 derajat Celsius selama tujuh jam," katanya.
Ia mengatakan karbon aktif juga melewati proses pencucian dan pemanasan dalam oven pada suhu 200 derajat Celcius selama lima jam. Setelah itu karbon aktif siap dimasukkan dalam larutan minyak nilam.
"Setelah bereaksi dengan karbon aktif termodifikasi itu terjadi perubahan signifikan pada minyak nilam di mana warnanya menjadi jauh lebih jernih dan kandungan logam berat (besi dan tembaga) juga turun secara drastis," katanya.
Menurut dia, persentase penyerapan logam besi (Fe) mencapai 94,96 persen dan logam Cu mencapai 76,38 persen.
"Dari hasil penelitian itu kami optimistis bahwa cara tersebut dapat dipakai untuk membantu petani nilam meningkatkan hasil penyulingan minyak nilam sehingga dapat bersaing dengan produk serupa dari negara lain," katanya.
Ia mengatakan minyak nilam merupakan salah satu minyak atsiri (essential oils) yang menjadi komoditas perdagangan unggulan bagi pasar ekspor Indonesia.
Minyak yang disarikan dari daun pohon nilam itu dimanfaatkan secara luas untuk berbagai industri, khususnya industri kosmetika, aromaterapi atau sebagai bahan pembuatan parfum dan sabun.
"Indonesia sejak lama dikenal sebagai negara pemasok utama kebutuhan minyak nilam dunia yang menguasai 70 persen komoditas pasar global," katanya.
Menurut dia, hal itu dapat dicapai karena kontribusi para petani nilam lokal yang rajin memproduksi minyak nilam di mana mereka banyak tersebar di berbagi pelosok Indonesia. Setiap tahun mereka mampu memproduksi 2.100 ton minyak nilam.
Meskipun demikian, seiring dengan semakin ketatnya persaingan global, dominasi Indonesia dalam pasar perdagangan minyak nilam mulai terdesak oleh penetrasi pasar dari negara-negara lain, seperti Brazil, Tiongkok, India, dan Vietnam.
Hal itu karena negara-negara tersebut mampu menghasilkan minyak nilam yang lebih baik kualitasnya dibanding produk Indonesia.
"Produk minyak nilam Indonesia kebanyakan masih menemui beberapa kelemahan, seperti warnanya yang cenderung keruh dan gelap serta kandungan logam berat yang belum memenuhi standar industri," katanya.
Anggota tim mahasiswa UII itu adalah Lily Nurmala Sari dan Dyah Yekti Indrajati.
(B015)
"Limbah tempurung kelapa sawit memiliki kandungan karbon aktif yang tinggi. Karbon aktif itu dapat digunakan sebagai komponen utama dalam memurnikan minyak nilam," kata ketua tim mahasiswa Ifat Fatimah di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, karbon aktif limbah tempurung kelapa sawit itu mempunyai daya serap besar dalam mengikat kandungan logam dan zat-zat pengotor minyak nilam.
"Karbon aktif itu dimodifikasi untuk meningkatkan efektivitas kinerjanya. Kami memberikan perlakuan khusus seperti mencampur karbon aktif dengan larutan amonia dan memanaskannya pada suhu 70-80 derajat Celsius selama tujuh jam," katanya.
Ia mengatakan karbon aktif juga melewati proses pencucian dan pemanasan dalam oven pada suhu 200 derajat Celcius selama lima jam. Setelah itu karbon aktif siap dimasukkan dalam larutan minyak nilam.
"Setelah bereaksi dengan karbon aktif termodifikasi itu terjadi perubahan signifikan pada minyak nilam di mana warnanya menjadi jauh lebih jernih dan kandungan logam berat (besi dan tembaga) juga turun secara drastis," katanya.
Menurut dia, persentase penyerapan logam besi (Fe) mencapai 94,96 persen dan logam Cu mencapai 76,38 persen.
"Dari hasil penelitian itu kami optimistis bahwa cara tersebut dapat dipakai untuk membantu petani nilam meningkatkan hasil penyulingan minyak nilam sehingga dapat bersaing dengan produk serupa dari negara lain," katanya.
Ia mengatakan minyak nilam merupakan salah satu minyak atsiri (essential oils) yang menjadi komoditas perdagangan unggulan bagi pasar ekspor Indonesia.
Minyak yang disarikan dari daun pohon nilam itu dimanfaatkan secara luas untuk berbagai industri, khususnya industri kosmetika, aromaterapi atau sebagai bahan pembuatan parfum dan sabun.
"Indonesia sejak lama dikenal sebagai negara pemasok utama kebutuhan minyak nilam dunia yang menguasai 70 persen komoditas pasar global," katanya.
Menurut dia, hal itu dapat dicapai karena kontribusi para petani nilam lokal yang rajin memproduksi minyak nilam di mana mereka banyak tersebar di berbagi pelosok Indonesia. Setiap tahun mereka mampu memproduksi 2.100 ton minyak nilam.
Meskipun demikian, seiring dengan semakin ketatnya persaingan global, dominasi Indonesia dalam pasar perdagangan minyak nilam mulai terdesak oleh penetrasi pasar dari negara-negara lain, seperti Brazil, Tiongkok, India, dan Vietnam.
Hal itu karena negara-negara tersebut mampu menghasilkan minyak nilam yang lebih baik kualitasnya dibanding produk Indonesia.
"Produk minyak nilam Indonesia kebanyakan masih menemui beberapa kelemahan, seperti warnanya yang cenderung keruh dan gelap serta kandungan logam berat yang belum memenuhi standar industri," katanya.
Anggota tim mahasiswa UII itu adalah Lily Nurmala Sari dan Dyah Yekti Indrajati.
(B015)