Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kota Yogyakarta berharap memiliki ruang pelayanan yang lebih representatif sehingga layanan konseling untuk pasangan suami istri bisa dilakukan lebih baik.
"Saat ini, ruangan untuk layanan konseling bagi pasangan suami istri yang menghadapi permasalahan dan dalam proses perceraian dinilai kurang representatif. Terkadang kurang bisa mendukung privasi konseling yang sedang dilakukan," kata Ketua Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kota Yogyakarta Maskur Ashari di Yogyakarta, Jumat.
BP4 Kota Yogyakarta memusatkan kegiatan konseling perkawinan di salah satu ruangan yang berada di kompleks Masjid Diponegoro Balai Kota Yogyakarta.
Saat ini, lanjut dia, BP4 Kota Yogyakarta sudah tidak lagi berada di bawah kewenangan Kementerian Agama sejak diberlakukannya zona otonom sehingga badan tersebut harus mandiri.
"Anggaran pun sudah tidak ada. Mau meminta anggaran juga tidak bisa, sehingga seluruh petugas yang memberikan layanan konseling pun melakukan layanan secara sukarela," katanya.
Oleh karena itu, ia berharap Pemerintah Kota Yogyakarta bisa memberikan bantuan untuk memfasilitasi sekretariat sehingga layanan konseling terhadap pasangan suami istri yang sedang bermasalah bisa dilakukan lebih optimal.
Berdasarkan data dari Kantor Urusan Agama di Kota Yogyakarta, jumlah kasus talak dan cerai hingga September 2017 tercatat masing-masing enam kasus talak dan 26 perceraian.
"Dari konseling yang kami lakukan, ada berapa penyebab perceraian. Mulai dari pernikahan dini, faktor ekonomi hingga konflik keluarga yang berkepanjangan," katanya.
BP4 Kota Yogyakarta biasanya memberikan layanan kepada enam hingga delapan pasangan suami istri. Layanan dilakukan tiap Kamis.
"Dari proses konseling, ada beberapa perkawinan yang bisa diselamatkan. Kami upayakan semaksimal mungkin agar tidak ada perceraian. Namun, yang bisa diselamatkan hanya sekitar 30 persen dari kasus yang kami tangani," katanya.
Sedangkan untuk pencegahan pernikahan dini, lanjut Maskur akan dilakukan beberapa upaya, di antaranya penyuluhan pra nikah yang lebih intensif untuk remaja, hingga deklarasi anti pernikahan dini yang akan digelar tahun ini.
Hingga September 2017, jumlah pernikahan dini di Kota Yogyakarta tercatat sebanyak 27 kasus. "Biasanya diawali karena kehamilan yang tidak diinginkan," katanya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan, akan mencoba berkoordinasi dengan takmir Masjid Diponegoro untuk memfasilitasi ruangan yang lebih privat guna pelaksanaan konseling BP4.
"Aktivitas di masjid cukup banyak. Apakah ruangan bisa dibuat lebih privat atau tidak. Jika tidak, akan kami upayakan mencari lokasi yang lebih representatif. Untuk sementara ini, di masjid dulu," katanya.
Sedangkan untuk kasus pernikahan dini yang menjadi salah satu pemicu kasus perceraian, Heroe mengatakan, perlu diantisipasi sejak dini dengan menggelar kursus pernikahan yang dijadikan sebagai syarat untuk mengajukan perkawinan.
"Karena BP4 tidak memiliki anggaran, maka program kegiatan akan disinergikan dengan kegiatan di instansi Pemerintah Kota Yogyakarta," katanya.
(E013)
"Saat ini, ruangan untuk layanan konseling bagi pasangan suami istri yang menghadapi permasalahan dan dalam proses perceraian dinilai kurang representatif. Terkadang kurang bisa mendukung privasi konseling yang sedang dilakukan," kata Ketua Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kota Yogyakarta Maskur Ashari di Yogyakarta, Jumat.
BP4 Kota Yogyakarta memusatkan kegiatan konseling perkawinan di salah satu ruangan yang berada di kompleks Masjid Diponegoro Balai Kota Yogyakarta.
Saat ini, lanjut dia, BP4 Kota Yogyakarta sudah tidak lagi berada di bawah kewenangan Kementerian Agama sejak diberlakukannya zona otonom sehingga badan tersebut harus mandiri.
"Anggaran pun sudah tidak ada. Mau meminta anggaran juga tidak bisa, sehingga seluruh petugas yang memberikan layanan konseling pun melakukan layanan secara sukarela," katanya.
Oleh karena itu, ia berharap Pemerintah Kota Yogyakarta bisa memberikan bantuan untuk memfasilitasi sekretariat sehingga layanan konseling terhadap pasangan suami istri yang sedang bermasalah bisa dilakukan lebih optimal.
Berdasarkan data dari Kantor Urusan Agama di Kota Yogyakarta, jumlah kasus talak dan cerai hingga September 2017 tercatat masing-masing enam kasus talak dan 26 perceraian.
"Dari konseling yang kami lakukan, ada berapa penyebab perceraian. Mulai dari pernikahan dini, faktor ekonomi hingga konflik keluarga yang berkepanjangan," katanya.
BP4 Kota Yogyakarta biasanya memberikan layanan kepada enam hingga delapan pasangan suami istri. Layanan dilakukan tiap Kamis.
"Dari proses konseling, ada beberapa perkawinan yang bisa diselamatkan. Kami upayakan semaksimal mungkin agar tidak ada perceraian. Namun, yang bisa diselamatkan hanya sekitar 30 persen dari kasus yang kami tangani," katanya.
Sedangkan untuk pencegahan pernikahan dini, lanjut Maskur akan dilakukan beberapa upaya, di antaranya penyuluhan pra nikah yang lebih intensif untuk remaja, hingga deklarasi anti pernikahan dini yang akan digelar tahun ini.
Hingga September 2017, jumlah pernikahan dini di Kota Yogyakarta tercatat sebanyak 27 kasus. "Biasanya diawali karena kehamilan yang tidak diinginkan," katanya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan, akan mencoba berkoordinasi dengan takmir Masjid Diponegoro untuk memfasilitasi ruangan yang lebih privat guna pelaksanaan konseling BP4.
"Aktivitas di masjid cukup banyak. Apakah ruangan bisa dibuat lebih privat atau tidak. Jika tidak, akan kami upayakan mencari lokasi yang lebih representatif. Untuk sementara ini, di masjid dulu," katanya.
Sedangkan untuk kasus pernikahan dini yang menjadi salah satu pemicu kasus perceraian, Heroe mengatakan, perlu diantisipasi sejak dini dengan menggelar kursus pernikahan yang dijadikan sebagai syarat untuk mengajukan perkawinan.
"Karena BP4 tidak memiliki anggaran, maka program kegiatan akan disinergikan dengan kegiatan di instansi Pemerintah Kota Yogyakarta," katanya.
(E013)