Salatiga (Antaranews Jogja) - Desa Patepon di Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah sejak awal tahun 2016 sudah tidak lagi mengalami krisis air bersih berkat keberadaan ratusan sumur resapan yang dibangun tahun 2014.
"Dulu di sini kalau musim kemarau, selalu meminta bantuan air bersih dari PDAM. Sekarang justru air bersih berlimpah," kata Kepala Desa Patemon Puji Rahayu kepada wartawan di Desa Patemon, Senin.
Berkat kesadaran akan manfaat sumur resapan, Desa Patemon itu mempunyaiPeraturan Desa atau Perdes No3 tahun 2015 tentang Tata Kelola Sumber Daya Air.
Dalam Perdes ditetapkan bahwa setiap warga yang memiliki atau mendirikan bangunan wajib membangun sumur resapan secara swadaya. Bahkan perusahaan yang mendirikan pabrik di sana juga wajib membuat sumur resapan dengan volume 20 meter kubik.
Puji juga mengungkapkan, program sumur resapan sudah masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RJPMDes) 2013-2019.
"Saya ingin ada 1.000 sumur resapan di desa dan ini tekad semua warga," kata tokoh masyarakat setempat,Joko Waluyo yang gencar menyosialisikan sumur resapan.
Desa yang pernah meraih Juara Tiga Nasional untuk Program Tanaman Obat Keluarga (Toga) tahun 2013 juga menyisihkan dana desa untuk membangun dua unit sumur resapan setiap tahun.
Joko sendiri membangun dua sumur resapan di pekarangan rumahnya dengan niat untuk memberikan tabungan air bagi anak cucu.
Kepala Urusan/Kaur Pemerintahan Desa Patemon, Sukiman Budiono mengungkapkan, dulu ada mitos, tidak ada yang akan bisa membuat sumur karena air tanahnya terlalu kecil.
Budiono juga sempat membuat sumur sedalam 36 meter di tahun 2012 debitnya hanya 300 liter setiap hari yang hanya ada di musim hujan.
"Sekarang sumur itu debitnya mencapai 24.000 liter per hari karena cukup untuk kebutuhan 21 keluarga," katanya.
Ia mengungkapkan saat ini mitos tak bisa buat sumur itu hilang karena saat ini sudah ada delapan sumur yang dibuat warga dengan debit air melimpah.
"Saya ingin keberhasilan ini ditiru desa-desa lain yang mengalami krisis air bersih," katanya.
Bantuan USAID
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) yang melalui Program Pelayanan Air, Sanitasi dan Kebersihan di Daerah Perkotaan di Indonesia (IUWASH) telah mengenalkan teknologi sumur resapan dan membangunnya di desa mereka.
Sumur resapan merupakan teknologi sederhana yang terbukti mampu menyelamatkan mata air yang mengalami penurunan debit air.
"Ini teknologi yang sudah lama dikenal, dan dibuktikan mampu mengubah Desa Patemon menjadi desa kaya air," kata Asep Mulyana yang juga Ahli Sumber Daya Air dari Program Pelayanan Air, Program IUWASH.
Berkat adanya 320 sumur resapan di Desa Patemon itu mata air Senjoyo yang berada di bawah desa itu mengalami peningkatan debit air dari 800 liter per detik di tahun 2012 menjadi 1.100 liter per detik di tahun 2017.
Debit itu mendekati data debit tahun 1998 sebesar 1.200 liter per detik. Mata air itu menjadi sumber air baku bagi PDAM Kota Salatiga.
(T.B013)
"Dulu di sini kalau musim kemarau, selalu meminta bantuan air bersih dari PDAM. Sekarang justru air bersih berlimpah," kata Kepala Desa Patemon Puji Rahayu kepada wartawan di Desa Patemon, Senin.
Berkat kesadaran akan manfaat sumur resapan, Desa Patemon itu mempunyaiPeraturan Desa atau Perdes No3 tahun 2015 tentang Tata Kelola Sumber Daya Air.
Dalam Perdes ditetapkan bahwa setiap warga yang memiliki atau mendirikan bangunan wajib membangun sumur resapan secara swadaya. Bahkan perusahaan yang mendirikan pabrik di sana juga wajib membuat sumur resapan dengan volume 20 meter kubik.
Puji juga mengungkapkan, program sumur resapan sudah masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RJPMDes) 2013-2019.
"Saya ingin ada 1.000 sumur resapan di desa dan ini tekad semua warga," kata tokoh masyarakat setempat,Joko Waluyo yang gencar menyosialisikan sumur resapan.
Desa yang pernah meraih Juara Tiga Nasional untuk Program Tanaman Obat Keluarga (Toga) tahun 2013 juga menyisihkan dana desa untuk membangun dua unit sumur resapan setiap tahun.
Joko sendiri membangun dua sumur resapan di pekarangan rumahnya dengan niat untuk memberikan tabungan air bagi anak cucu.
Kepala Urusan/Kaur Pemerintahan Desa Patemon, Sukiman Budiono mengungkapkan, dulu ada mitos, tidak ada yang akan bisa membuat sumur karena air tanahnya terlalu kecil.
Budiono juga sempat membuat sumur sedalam 36 meter di tahun 2012 debitnya hanya 300 liter setiap hari yang hanya ada di musim hujan.
"Sekarang sumur itu debitnya mencapai 24.000 liter per hari karena cukup untuk kebutuhan 21 keluarga," katanya.
Ia mengungkapkan saat ini mitos tak bisa buat sumur itu hilang karena saat ini sudah ada delapan sumur yang dibuat warga dengan debit air melimpah.
"Saya ingin keberhasilan ini ditiru desa-desa lain yang mengalami krisis air bersih," katanya.
Bantuan USAID
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) yang melalui Program Pelayanan Air, Sanitasi dan Kebersihan di Daerah Perkotaan di Indonesia (IUWASH) telah mengenalkan teknologi sumur resapan dan membangunnya di desa mereka.
Sumur resapan merupakan teknologi sederhana yang terbukti mampu menyelamatkan mata air yang mengalami penurunan debit air.
"Ini teknologi yang sudah lama dikenal, dan dibuktikan mampu mengubah Desa Patemon menjadi desa kaya air," kata Asep Mulyana yang juga Ahli Sumber Daya Air dari Program Pelayanan Air, Program IUWASH.
Berkat adanya 320 sumur resapan di Desa Patemon itu mata air Senjoyo yang berada di bawah desa itu mengalami peningkatan debit air dari 800 liter per detik di tahun 2012 menjadi 1.100 liter per detik di tahun 2017.
Debit itu mendekati data debit tahun 1998 sebesar 1.200 liter per detik. Mata air itu menjadi sumber air baku bagi PDAM Kota Salatiga.
(T.B013)