Jakarta (Antaranews Jogja) - Direktur Eksekutif Komunikonten, Institut Media Sosial, dan Diplomasi Hariqo Wibawa Satria mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai akun media sosial yang isinya mengadu domba antaragama.
"Sebaiknya jangan pernah langsung percaya jika mendapatkan screenshot status, percakapan di medsos," kata Hariqo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, harus ditelusuri apakah akun tersebut asli atau palsu mengingat bukan sesuatu yang sulit untuk membuat akun palsu.
"Jika asli, laporkan kepada aparat dan jangan melakukan generalisasi seakan satu mewakili semua," katanya.
Ia berpendapat bahwa bisa saja seseorang membuat akun Twitter dan Instagram dengan nama yang identik dengan Kristen. Akun palsu ini kemudian menghina Allah Swt., Quran, Nabi Muhammad saw.
Orang yang sama juga membuat akun Facebook, YouTube palsu dengan identitas Islam, lalu melecehkan Yesus, Natal, Nabi Isa, dan lain-lain.
"Para pengadu domba juga bisa menjadi Hindu, Buddha, Konghucu, Yahudi, Sunni, Syiah, Wahabi, dan lain-lain. Tinggal membuat akun dan konten saja di medsos," kata Hariqo.
Kaget melihat medsos, pengguna medsos yang Islam mencetak layar (screenshot) postingan di Twitter yang melecehkan agamanya. Pengguna medsos yang Kristen juga mencetak layar status Facebook yang menghina Yesus. Keduanya menyebarkan screenshot itu di komunitas masing-masing.
Berikutnya, isu itu pun menjadi viral, terjadi generalisasi, menjelma isu panas di warung, pasar, dan rumah ibadah, tertanam kebencian massal yang bisa meledak.
"Situasi akan memburuk jika media memberitakan dengan judul menuduh meskipun isinya mempertanyakan," kata Hariqo.
Ia mengakui tidak semua orang bisa mengecek suatu akun asli atau palsu. Pengecekan mendalam hanya bisa dilakukan mereka yang punya telepon genggam bagus, kuota, dan waktu luang berlebih.
Menurut dia, memperketat syarat pembuatan akun medsos, mendisiplinkan pengusaha medsos, penegakan hukum yang adil, serta literasi digital yang benar dan berkelanjutan adalah beberapa cara terbaik untuk pencegahan.
Apalagi, menjelang Pemilihan Umum Presiden 2019 banyak konten tak bertuan beredar. Ada poster menghina agama A tetapi tidak jelas siapa produsen konten tersebut apakah Timses Jokowi/Ma'ruf atau Timses Prabowo/Sandi atau pihak lain yang ingin NKRI bubar.
"Akun-akun yang mengadu domba ini mudah ditemukan. Namun, jika sudah viral akun tersebut berganti nama, menghapus unggahannya, atau menghapus permanen akunnya guna menghilangkan jejak," kata Hariqo.
"Sebaiknya jangan pernah langsung percaya jika mendapatkan screenshot status, percakapan di medsos," kata Hariqo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, harus ditelusuri apakah akun tersebut asli atau palsu mengingat bukan sesuatu yang sulit untuk membuat akun palsu.
"Jika asli, laporkan kepada aparat dan jangan melakukan generalisasi seakan satu mewakili semua," katanya.
Ia berpendapat bahwa bisa saja seseorang membuat akun Twitter dan Instagram dengan nama yang identik dengan Kristen. Akun palsu ini kemudian menghina Allah Swt., Quran, Nabi Muhammad saw.
Orang yang sama juga membuat akun Facebook, YouTube palsu dengan identitas Islam, lalu melecehkan Yesus, Natal, Nabi Isa, dan lain-lain.
"Para pengadu domba juga bisa menjadi Hindu, Buddha, Konghucu, Yahudi, Sunni, Syiah, Wahabi, dan lain-lain. Tinggal membuat akun dan konten saja di medsos," kata Hariqo.
Kaget melihat medsos, pengguna medsos yang Islam mencetak layar (screenshot) postingan di Twitter yang melecehkan agamanya. Pengguna medsos yang Kristen juga mencetak layar status Facebook yang menghina Yesus. Keduanya menyebarkan screenshot itu di komunitas masing-masing.
Berikutnya, isu itu pun menjadi viral, terjadi generalisasi, menjelma isu panas di warung, pasar, dan rumah ibadah, tertanam kebencian massal yang bisa meledak.
"Situasi akan memburuk jika media memberitakan dengan judul menuduh meskipun isinya mempertanyakan," kata Hariqo.
Ia mengakui tidak semua orang bisa mengecek suatu akun asli atau palsu. Pengecekan mendalam hanya bisa dilakukan mereka yang punya telepon genggam bagus, kuota, dan waktu luang berlebih.
Menurut dia, memperketat syarat pembuatan akun medsos, mendisiplinkan pengusaha medsos, penegakan hukum yang adil, serta literasi digital yang benar dan berkelanjutan adalah beberapa cara terbaik untuk pencegahan.
Apalagi, menjelang Pemilihan Umum Presiden 2019 banyak konten tak bertuan beredar. Ada poster menghina agama A tetapi tidak jelas siapa produsen konten tersebut apakah Timses Jokowi/Ma'ruf atau Timses Prabowo/Sandi atau pihak lain yang ingin NKRI bubar.
"Akun-akun yang mengadu domba ini mudah ditemukan. Namun, jika sudah viral akun tersebut berganti nama, menghapus unggahannya, atau menghapus permanen akunnya guna menghilangkan jejak," kata Hariqo.