Gunung Kidul (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengintensifkan pengembangkan potensi wisata setiap desa dan investasi pariwisata karena perkembangannya dinilai mampu menurunkan angka kemiskinan yang ada di wilayah ini.

Bupati Gunung Kidul Badingah di Gunung Kidul, Minggu, mengatakan dari data Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan di Kabupaten Gunung Kidul 2018 yakni 17,12 persen atau turun 1,5 persen dari 2017 yakni 18,65 persen dan 2016 angka kemiskinan masih diangka 19,34 persen.

"Perkembangan sektor pariwisata di Gunung Kidul berperan besar dalam menurunkan angka kemiskina. Banyak petani atau pengangguran mulai beralih menjadi pelaku usaha pariwisata, sehingga mampu meningkatkan pendapatan mereka," kata Badingah.

Ia mengatakan saat ini, masyarakat mampu menangkap peluang potensi yang ada di sekitarnya. Sehingga banyak objek wisata berbasis masyarakat yang berkembang di Gunung Kidul.

"Masyarakat mulai menyadari pariwisata mampu menggerakan ekonomi mereka. Pemkab juga akan membuka peluang investasi yang mampu menggerakan ekonomi masyarakat," katanya.

Badingah mengatakan sejumlah infrastruktur yang dibangun pemerintah daerah maupun pusat mampu mendongkrak pariwisata.

"JJLS (jalur jalan Lintas Selatan) yang sebentar lagi disambung dengan jembatan kelok 18, akan memudahkan akses dari dan menuju bandara NYIA saya yakin pariwisata akan berkembang pesat. Sisi utara ada jalan baru yang langsung menuju Kabupaten Sleman," ucapnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Gunung Kidul Drajad Ruswandono mengatakan terkait kemiskinan, penurunan angka tersebut tergolong signifikan. Meski berada di peringkat ter bawah di DIY, namun presentase penurunan Gunung Kidul merupakan tertinggi dibandingkan dengan kabupaten kota lainnya. Pemkab menargetkan pada 2021 mampu berada pada angka 15 persen.

Diakuinya pengambilan sampel oleh BPS dengan salah satunya terkait konsumsi atau pengeluaran. Kalau pendapatan kurang dari Rp275.000 perbulan, dianggap miskin, maka Gunung Kidul cukup sulit untuk keluar dari wilayah miskin. Sebab, masyarakat terbiasa untuk menyimpan makanan. Karena kita startnya pada angka yang sudah besar.

Ia juga mengatakan tingkat kemiskinan di Gunung Kidul tidak seperti apa yang dibayangkan atau seperti apa yang ada pada data BPS. Menurutnya, masyarakat di Gunung Kidul sedikit mengeluarkan biaya hidup lantaran mempunyai ketersediaan pangan dari hasil pertanian.

"BPS menghitungnya dari konsumsi atau pengeluaran. Kalau pengurangan kurang dari Rp275.000 perbulan, dianggap miskin,” terang dia.

Drajat juga berharap ada peran aktif dari masyarakat untuk membantu mengawasi jalannya program pemerintah. "Kami berupaya agar masyarakat lebih sejahtera, salah satunya dengan pengembangan wilayah pariwisata," katanya.

 

Pewarta : Sutarmi
Editor : Victorianus Sat Pranyoto
Copyright © ANTARA 2024