Yogyakarta (ANTARA) - Kreativitas bank sampah di Kota Yogyakarta untuk mengolah sampah semakin meningkat, sehingga sampah anorganik yang biasanya hanya dibuat aksesoris dan bunga, kini dapat disulap menjadi barang seni yang memiliki nilai jual.

“Kami bekerja sama dengan Institut Seni Indonesia (ISI) memberikan pendampingan dan pelatihan kepada pengelola bank sampah agar kreasi yang dihasilkan dari pengolahan sampah ini semakin bagus, memiliki nilai seni dan akhirnya memiliki nilai jual yang baik,” kata Kepala Seksi Pengurangan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Fauziah di Yogyakarta, Rabu.

Menurut Fauziah, pelatihan baru diberikan kepada 20 kelompok bank sampah yang dinilai sudah memiliki keterampilan dasar untuk mengolah sampah menjadi kerajinan. Di Kota Yogyakarta hingga akhir 2018 terdata sebanyak 475 kelompok bank sampah.

Meskipun demikian, Fauziah berharap bank sampah yang sudah memperoleh pendampingan dan pelatihan tersebut dapat menularkan ilmu yang diperoleh kepada bank sampah lain sehingga mampu menghasilkan karya dari sampah yang juga memiliki cita rasa seni yang tinggi.

“Sekarang, barang yang dihasilkan dari pengolahan sampah tidak hanya terbatas pada dompet, tas, atau bunga saja. Tetapi ada beraneka barang yang sebelumnya mungkin tidak sempat terpikirkan,” katanya.



Sejumlah kerajinan dan barang seni yang mampu dihasilkan dari beragam jenis sampah di antaranya hiasan dinding dari tutup botol plastik dan kaleng, jam dinding, kap lampu, hiasan meja dari botol bekas, vas, dan berbagai kerajinan lainnya.

“Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kerajinan sepenuhnya berasal dari sampah yang terkumpul di bank sampah mereka sendiri,” katanya.

Fauziah mengatakan selain untuk mengurangi potensi timbunan sampah anorganik di Kota Yogyakarta, kerajinan yang dihasilkan dari sampah tersebut diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Harapannya, bank sampah ini mampu membentuk semacam kelompok usaha sehingga pemasaran barang kerajinan yang dihasilkan bisa semakin mudah,” katanya.

DLH, lanjut dia, juga akan berusaha melakukan koordinasi dengan dinas terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk membantu pendampingan usaha dan pemasaran, atau bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan Pangan untuk memasarkan olahan sampah organik dalam bentuk pupuk kompos.



Selain itu, Fauziah juga berharap keberadaan bank sampah mampu meningkatkan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat untuk memilah dan mengelola sampah sejak dari rumah tangga.

“Tidak sulit, tinggal ada kemauan atau tidak. Sampah organik bisa diolah dengan komposter menjadi kompos dan sampah anorganik bisa dijadikan kerajinan,” katanya.

Sedangkan untuk pelatihan dan pendampingan kreasi untuk bank sampah akan dilanjutkan tahun berikutnya karena Pemerintah Kota Yogyakarta sudah menandatangani kesepakatan bersama dengan ISI untuk tiga tahun.



Sementara itu, salah satu peserta pelatihan Sri Martini yang tergabung dalam Bank Sampah Gema Berseri Suryatmajan mengatakan ada tambahan nilai jual yang cukup signifikan jika sampah diolah menjadi kreasi seni yang berkualitas.

“Kami mengikuti pelatihan dengan ISI. Ada beberapa sampah yang menjadi bahan baku utama, misalnya bungkus deterjen atau kopi yang tidak memiliki nilai jual ternyata bisa dikreasikan menjadi hiasan dinding. Begitu pula dengan tutup botol bisa dibuat menjadi boneka dinding,” katanya.

Ia menyebutkan hasil kreasinya bisa dijual dengan harga bervariasi antara Rp10.000 hingga ratusan ribu rupiah tergantung dari nilai seni dari barang yang dihasilkan.

Kreasi sampah yang dihasilkan pun diikutkan dalam beberapa pameran, salah satunya setiap kali digelar acara “car free day” di Jalan Jenderal Sudirman Yogyakarta tiap pekan ketiga setiap bulannya.

“Kami berharap, pelatihan bisa diteruskan. Ada bahan yang ingin kami olah menjadi kerajinan yaitu dari styrofoam menjadi pot atau batako ringan,” katanya.
 


Pewarta : Eka Arifa Rusqiyati
Editor : Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024