Yogyakarta (ANTARA) - Japan Foundation Asia Center akan menghadirkan pameran "Earth Manual Project" yang mengusung berbagai isu kebencanaan di Jogja Gallery, Yogyakarta pada Sabtu (11/1).
"Pameran ini bertujuan untuk membagikan, menghubungkan, dan juga menjadi sarana untuk belajar tentang penerapan ide-ide kreatif dalam kebencanaan, yang beberapa di antaranya telah berevolusi dan berubah dari ide awalnya," kata Program Officer, Divisi Studi Jepang dan Pertukaran Intelektual, The Japan Foundation Jakarta Purwoko Adhi Nugroho melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Kamis.
Ia menjelaskan "Earth Manual Project" merupakan pameran tentang penerapan berbagai ide kreatif dan inovatif untuk mengatasi isu-isu kebencanaan dalam tahapan yang berbeda-beda, mulai dari pendidikan kesiapsiagaan bencana hingga upaya-upaya respon dan bantuan ketika bencana terjadi.
Karya-karya yang ditampilkan dalam pameran bertajuk "Disaster and Design: for Saving Lives" ini, kata Purwoko, dibuat melalui riset yang mendalam dan proses wawancara yang terperinci dengan para penyintas bencana, dan dibuat oleh para ahli dalam kebencanaan, arsitektur, desainer, dan seniman, yang berkolaborasi.
Pameran yang berasal dari Jepang ini juga meliputi proyek dan karya dari beberapa negara lain yang juga kerap mengalami bencana, seperti Indonesia, Thailand, dan Filipina
"Karya dan proyek yang dihasilkan memanfaatkan pendekatan kreativitas dan inovasi yang jelas, untuk mengatasi isu-isu kebencanaan," kata dia.
Pameran "Earth Manual Project" kali pertama diadakan pada 2013 di Design and Creative Center Kobe (KIITO) di Kota Kobe, Hyogo, Jepang.
Kemudian, pameran ini telah diselenggarakan di beberapa tempat di Filipina, Thailand dan Amerika Serikat. Di Indonesia, pameran ini pertama kali diadakan di Dia.Lo.Gue, Kemang, Jakarta pada Mei 2019.
Ia menyebutkan sejumlah karya yang ditampilkan di antaranya "Emergency! Kaeru Caravan! (Jepang)" yang merupakan sebuah program pelatihan kebencanaan untuk keluarga.
Program itu menjadi sangat populer di Jepang menarik dan berbasis permainan. Proyek ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan saling tukar mainan.
"Berbagai macam versi kegiatan ini telah dilaksanakan di luar Jepang, dan pada Maret 2018 kegiatan ini telah diadakan di 19 negara," kata dia.
Berikutnya yakni "HANDs! Project" (Jepang, Indonesia dan 7 negara di Asia lainnya) adalah program pertukaran pemuda tahunan yang menargetkan profesional muda dan mahasiswa dari 9 negara di Asia dengan total peserta 100 orang dan menghasilkan 27 program lanjutan sejak tahun 2014, dan telah menjangkau lebih dari 90.000 orang, baik secara langsung maupun tidak langsung.
"Program ini telah diliput oleh berbagai media utama di ASEAN dan Jepang," kata dia.
Selanjutnya adalah kumpulan video "Roo su Flood (Thailand)" yang mengedukasi pemirsa tentang bagaimana cara menghadapi hal-hal yang dapat terjadi sebelum, ketika, dan setelah banjir terjadi dengan menggunakan video animasi, untuk menarik perhatian khalayak umum.
Tidak kalah menarik yakni "Lost Homes (Jepang)" yaitu sebuah model arsitektural yang menunjukkan sebuah kota sebelum dihancurkan tsunami pada 2011 di Jepang.
"Detail seperti warna atap dan nama dari masing-masing penghuni rumah ditambahkan oleh para penyintas bencana secara langsung, sebagai bagian dari proses pemulihan trauma," kata Purwoko.
Dalam pameran di Yogyakarta pada 11 Januari 2020, The Japan Foundation Asia Center akan berkolaborasi dengan Departemen Arsitektur dan Perencanaan UGM dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Daerah Istimewa Yogyakarta, yang bekerja sama dengan Design and Creative Center Kobe (KIITO) dan Plus Arts.
"Pameran ini bertujuan untuk membagikan, menghubungkan, dan juga menjadi sarana untuk belajar tentang penerapan ide-ide kreatif dalam kebencanaan, yang beberapa di antaranya telah berevolusi dan berubah dari ide awalnya," kata Program Officer, Divisi Studi Jepang dan Pertukaran Intelektual, The Japan Foundation Jakarta Purwoko Adhi Nugroho melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Kamis.
Ia menjelaskan "Earth Manual Project" merupakan pameran tentang penerapan berbagai ide kreatif dan inovatif untuk mengatasi isu-isu kebencanaan dalam tahapan yang berbeda-beda, mulai dari pendidikan kesiapsiagaan bencana hingga upaya-upaya respon dan bantuan ketika bencana terjadi.
Karya-karya yang ditampilkan dalam pameran bertajuk "Disaster and Design: for Saving Lives" ini, kata Purwoko, dibuat melalui riset yang mendalam dan proses wawancara yang terperinci dengan para penyintas bencana, dan dibuat oleh para ahli dalam kebencanaan, arsitektur, desainer, dan seniman, yang berkolaborasi.
Pameran yang berasal dari Jepang ini juga meliputi proyek dan karya dari beberapa negara lain yang juga kerap mengalami bencana, seperti Indonesia, Thailand, dan Filipina
"Karya dan proyek yang dihasilkan memanfaatkan pendekatan kreativitas dan inovasi yang jelas, untuk mengatasi isu-isu kebencanaan," kata dia.
Pameran "Earth Manual Project" kali pertama diadakan pada 2013 di Design and Creative Center Kobe (KIITO) di Kota Kobe, Hyogo, Jepang.
Kemudian, pameran ini telah diselenggarakan di beberapa tempat di Filipina, Thailand dan Amerika Serikat. Di Indonesia, pameran ini pertama kali diadakan di Dia.Lo.Gue, Kemang, Jakarta pada Mei 2019.
Ia menyebutkan sejumlah karya yang ditampilkan di antaranya "Emergency! Kaeru Caravan! (Jepang)" yang merupakan sebuah program pelatihan kebencanaan untuk keluarga.
Program itu menjadi sangat populer di Jepang menarik dan berbasis permainan. Proyek ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan saling tukar mainan.
"Berbagai macam versi kegiatan ini telah dilaksanakan di luar Jepang, dan pada Maret 2018 kegiatan ini telah diadakan di 19 negara," kata dia.
Berikutnya yakni "HANDs! Project" (Jepang, Indonesia dan 7 negara di Asia lainnya) adalah program pertukaran pemuda tahunan yang menargetkan profesional muda dan mahasiswa dari 9 negara di Asia dengan total peserta 100 orang dan menghasilkan 27 program lanjutan sejak tahun 2014, dan telah menjangkau lebih dari 90.000 orang, baik secara langsung maupun tidak langsung.
"Program ini telah diliput oleh berbagai media utama di ASEAN dan Jepang," kata dia.
Selanjutnya adalah kumpulan video "Roo su Flood (Thailand)" yang mengedukasi pemirsa tentang bagaimana cara menghadapi hal-hal yang dapat terjadi sebelum, ketika, dan setelah banjir terjadi dengan menggunakan video animasi, untuk menarik perhatian khalayak umum.
Tidak kalah menarik yakni "Lost Homes (Jepang)" yaitu sebuah model arsitektural yang menunjukkan sebuah kota sebelum dihancurkan tsunami pada 2011 di Jepang.
"Detail seperti warna atap dan nama dari masing-masing penghuni rumah ditambahkan oleh para penyintas bencana secara langsung, sebagai bagian dari proses pemulihan trauma," kata Purwoko.
Dalam pameran di Yogyakarta pada 11 Januari 2020, The Japan Foundation Asia Center akan berkolaborasi dengan Departemen Arsitektur dan Perencanaan UGM dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Daerah Istimewa Yogyakarta, yang bekerja sama dengan Design and Creative Center Kobe (KIITO) dan Plus Arts.