Brasilia (ANTARA) - Dokter yang bertugas untuk suku terbesar di Amazon dinyatakan positif terinfeksi virus corona, kata Kementerian Kesehatan Brazil, Jumat (27/3).
Keadaan itu menimbulkan kekhawatiran bahwa epidemi tersebut bisa menyebar ke masyarakat adat yang rentan dan berada di pedalaman serta membawa dampak yang menghancurkan.
Dokter tersebut, yang tak disebutkan namanya, kembali usai liburan pada 18 Maret untuk bertugas melayani Tikunas, suku yang terdiri atas 30.000 orang lebih dan tinggal di Amazon atas di dekat perbatasan dengan Kolombia dan Peru.
Sang dokter lantas mengalami demam pada hari itu dan diisolasi. Sepekan kemudian, ia dipastikan positif mengidap penyakit pernapasan COVID-19, menurut kementerian.
Delapan anggota suku, yang ia rawat pada hari pertama ia bertugas di layanan kesehatan Sesai, juga dikarantina di rumah mereka dan berada dalam pengawasan, kata kementerian.
Infeksi dokter tersebut merupakan kasus terkonfirmasi pertama corona yang muncul di desa adat. Kasus tersebut meningkatkan kekhawatiran bahwa wabah itu akan berjangkit serta bisa membunuh 850.000 penduduk asli Brazil, yang memiliki riwayat terkena penyakit mematikan yang dibawa oleh orang Eropa, dari cacar dan malaria hingga flu.
Ahli kesehatan mengatakan cara hidup mereka di dusun komunal dengan bangunan jerami yang besar meningkatkan risiko penularan jika ada satu orang yang terkena virus corona. Isolasi sosial sulit dilakukan oleh suku-suku.
Kementerian menyebutkan dokter tersebut tidak memiliki gejala ketika kembali bertugas dengan menggunakan masker dan sarung tangan, namun ia langsung mengarantina dirinya begitu mengalami demam.
Kolumnis situs berita G1, Matheus Leitao, melaporkan bahwa dokter tersebut merupakan warga Brazil dan mungkin terpapar virus saat berlibur di Brazil selatan atau ketika naik perahu menuju Amazon ke tempat tugasnya di Santo Antonio do Ica.
Hingga kini, Sesai mencatat ada empat orang di kalangan masyarakat adat yang terpapar COVID-19, dan satu orang di Amazon.
Para dokter merasa khawatir virus tersebut dapat menyebar cepat di kalangan suku yang sistem imunitasnya terkadang sudah menurun akibat kekurangan gizi, hepatitis B, TBC dan diabetes.
Sekitar sepertiga dari kematian penduduk asli di Brazil disebabkan oleh penyakit pernapasan yang sudah ada.
Epidemi H1N1 pada 2016 menelan nyawa ratusan penduduk asli, terutama dari suku Guaran di selatan Brazil yang lebih dingin.
Sumber: Reuters
Keadaan itu menimbulkan kekhawatiran bahwa epidemi tersebut bisa menyebar ke masyarakat adat yang rentan dan berada di pedalaman serta membawa dampak yang menghancurkan.
Dokter tersebut, yang tak disebutkan namanya, kembali usai liburan pada 18 Maret untuk bertugas melayani Tikunas, suku yang terdiri atas 30.000 orang lebih dan tinggal di Amazon atas di dekat perbatasan dengan Kolombia dan Peru.
Sang dokter lantas mengalami demam pada hari itu dan diisolasi. Sepekan kemudian, ia dipastikan positif mengidap penyakit pernapasan COVID-19, menurut kementerian.
Delapan anggota suku, yang ia rawat pada hari pertama ia bertugas di layanan kesehatan Sesai, juga dikarantina di rumah mereka dan berada dalam pengawasan, kata kementerian.
Infeksi dokter tersebut merupakan kasus terkonfirmasi pertama corona yang muncul di desa adat. Kasus tersebut meningkatkan kekhawatiran bahwa wabah itu akan berjangkit serta bisa membunuh 850.000 penduduk asli Brazil, yang memiliki riwayat terkena penyakit mematikan yang dibawa oleh orang Eropa, dari cacar dan malaria hingga flu.
Ahli kesehatan mengatakan cara hidup mereka di dusun komunal dengan bangunan jerami yang besar meningkatkan risiko penularan jika ada satu orang yang terkena virus corona. Isolasi sosial sulit dilakukan oleh suku-suku.
Kementerian menyebutkan dokter tersebut tidak memiliki gejala ketika kembali bertugas dengan menggunakan masker dan sarung tangan, namun ia langsung mengarantina dirinya begitu mengalami demam.
Kolumnis situs berita G1, Matheus Leitao, melaporkan bahwa dokter tersebut merupakan warga Brazil dan mungkin terpapar virus saat berlibur di Brazil selatan atau ketika naik perahu menuju Amazon ke tempat tugasnya di Santo Antonio do Ica.
Hingga kini, Sesai mencatat ada empat orang di kalangan masyarakat adat yang terpapar COVID-19, dan satu orang di Amazon.
Para dokter merasa khawatir virus tersebut dapat menyebar cepat di kalangan suku yang sistem imunitasnya terkadang sudah menurun akibat kekurangan gizi, hepatitis B, TBC dan diabetes.
Sekitar sepertiga dari kematian penduduk asli di Brazil disebabkan oleh penyakit pernapasan yang sudah ada.
Epidemi H1N1 pada 2016 menelan nyawa ratusan penduduk asli, terutama dari suku Guaran di selatan Brazil yang lebih dingin.
Sumber: Reuters