Yogyakarta (ANTARA) - DPRD Kota Yogyakarta mendesak pemerintah setempat menambah fasilitas shelter penanganan pasien COVID-19 tanpa gejala mengingat tren kasus yang masih menunjukkan kenaikan.

“Pengadaan shelter baru sudah sangat mendesak untuk segera direalisasikan karena kondisi shelter yang ada saat ini dinilai tidak lagi memadai,” kata Anggota Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Muhammad Ali Fahmi di Yogyakarta, Kamis.

Ali Fahmi mengatakan sempat menerima informasi bahwa ruangan di shelter penanganan COVID-19 Kota Yogyakarta penuh sehingga pasien tanpa gejala harus mengantre selama dua hingga tiga hari baru bisa masuk ke shelter untuk menjalani isolasi.

Jika harus mengantre beberapa hari sebelum bisa ditampung di shelter, maka dikhawatirkan akan meningkatkan potensi penularan COVID-19 di lingkungan sekitar pasien.

“Usulan untuk penambahan shelter ini juga sudah saya sampaikan saat rapat kerja dengan instansi terkait beberapa hari lalu,” katanya.

Saat ini, Pemerintah Kota Yogyakarta mengoperasionalkan satu shelter penanganan COVID-19 yang memanfaatkan rumah susun sewa di Kecamatan Tegalrejo. Shelter tersebut memiliki 42 unit kamar dengan kapasitas 84 tempat tidur.

“Pasien tanpa gejala yang mendaftar ke shelter cukup banyak karena untuk melakukan isolasi di rumah tidak memungkinkan, misalnya ada balita atau lansia,” katanya.

Ia menyebutkan Pemerintah Kota Yogyakarta memiliki cukup banyak bangunan yang tidak digunakan yang dapat disulap atau difungsikan sebagai shelter.

“Bisa juga menyewa asrama atau wisma hingga hotel. Saya kira, kemampuan anggaran di APBD 2021 masih mencukupi. Tentu saja, shelter tambahan tersebut juga harus memperhatikan fasilitas penunjang seperti tenaga medis dan kecukupan logistik untuk pasien,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta Maryustion Tonang mengatakan, pemanfaatan shelter untuk penanganan COVID-19 selama ini dilakukan berdasarkan hasil “assessment” dari puskesmas maupun wilayah tempat tinggal pasien.

“Keterisian shelter juga sangat dinamis. Jumlah penghuni yang masuk dan keluar sangat dinamis. Memang sempat penuh tetapi kemudian malam harinya ada pasien yang keluar sehingga bisa diisi oleh pasien berikutnya,” katanya.

Oleh karenanya, Maryustion menyebutkan fasilitas shelter untuk penanganan pasien terkonfirmasi positif COVID-19 yang tidak menunjukkan gejala masih cukup memadai.

“Memang tidak menutup kemungkinan untuk mencari lokasi shelter baru,” katanya.

Namun demkian Maryustion justru mendorong wilayah untuk menumbuhkan kesadaran gotong royong masyarakat dalam membantu proses isolasi pasien terkonfirmasi positif tanpa gejala.

“Metode yang perlu didorong adalah gotong royong masyarakat dengan pola isolasi mandiri lokal di wilayah,” katanya yang menyebut bahwa masyarakat juga memiliki peran untuk terlibat dalam penanganan dan pencegahan COVID-19.

Sejak dioperasikan pada September 2020, Maryustion mengatakan, tidak ada penghuni shelter yang mengalami penurunan kondisi kesehatan drastis sehingga harus dirujuk ke fasilitas kesehatan. “Kondisi penghuni baik dan tuntas menyelesaikan isolasi di shelter karena kami pun tetap melakukan pengawasan dengan ketat,” katanya.

Berdasarkan data corona.jogjakota.go.id, pada Rabu (13/1) terdapat tambahan 48 pasien terkonfirmasi positif COVID-19, 36 pasien dinyatan sembuh atau selesai isolasi mandiri, dan dua pasien meninggal dunia.

Dengan demikian, terdapat 679 kasus aktif di Kota Yogyakarta, 1.983 pasien sembuh atau selesai isolasi, dan 103 pasien meninggal dunia.


Pewarta : Eka Arifa Rusqiyati
Editor : Victorianus Sat Pranyoto
Copyright © ANTARA 2024