Malra, Maluku (ANTARA) - Bupati Maluku Tenggara, M. Thaher Hanubun mengatakan, peringatan Hari "Nen Dit Sakmas" pada 7 September memiliki makna historis yang sangat penting dan bermanfaat untuk masa kini dan masa depan, bagi setiap masyarakat adat yang hidup di Nuhu Evav atau Kepulaun Kei, Provinsi Maluku.
"Melalui peristiwa ini kita diingatkan akan Nen Dit Sakmas Putri Raja Tebtut dari Bali, seorang Tokoh Perempuan Kei yang menjadi pelopor lahirnya nilai-nilai dan norma yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat di Kei. Proses perjalanannya menjadi tonggak sejarah lahirnya Hawear Balwirin sebagai hukum yang perlu ditaati dan dilaksanakan, hukum dimaksud adalah 'Hukum Larvul Ngabal'," kata Thaher pada peringatan Hari Nen Dit Sakmas di Malra, Selasa.
Tahun ini adalah yang ketiga kalinya Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) memperingati Hari Nen Dit Sakmas dengan kemasan festival yang meriah dan dipusatkan di lokasi makam Nen Dit Sakmas di Ohoi (Desa) Semawi Kecamatan Kei Kecil Timur.
Ia menjelaskan, hukum Larvul Ngabal merasuki seluruh sendi-sendi hidup orang Kei baik yang tinggal menetap di tanah Kei maupun yang jauh merantau. Hukum tersebut telah ada jauh sebelum hukum positif negara dibentuk, bahkan hukum ini dipercaya juga sudah ada sebelum masyarakat Kei menganut agama yang ada sekarang ini.
Namun, dalam perjalannya, ia mengatakan hukum dari leluhur tersebut sejalan dengan hukum positif serta ajaran agama yang kini dianut masyarakat setempat. "Luar biasanya adalah hukum adat Larwul Ngabal sungguh-sungguh sejalan dengan hukum Positif maupun ajaran Agama yang kita anut bersama," kata Thaher.
Ia berharap peringatan ini juga menjadi pengingat bagi kita untuk menghormati harkat dan martabat perempuan, terutama perempuan Kei. "Jangan sekali kali dinodai dan dilukai hati perempuan Kei, karena inilah kita orang Kei hanya mati karena batas tanah dan saudara perempuan kita," tegas Thaher.
Selain itu, ia meminta sosok Nen Dit Sakmas tidak hanya untuk dimaknai sebagai kemuliaan kaum perempuan Kei semata, melainkan pribadi luar biasa yang memberikan inspirasi bagi seluruh masyarakat Kepulauan Kei. Nen Dit Sakmas adalah figur pemersatu dalam keberagaman karena mampu mempelopori kehadiran dan tegaknya Hukum Adat Larwul Ngabal.
"Hukum adat yang dalam berbagai kesempatan, para akademisi maupun ahli antropologi yang pernah meneliti tentang Hukum Adat Larwul Ngabal maupun Sejarah Kepulauan Kei, menyebutnya sebagai hukum adat yang paling humanis dan sejalan dengan nilai-nilai keadaban," kata Thaher.
Ia meminta masyarakat meneladani sosok Nen Dit Sakmas yang telah mengajarkan masyarakat Kei harus hidup dalam kebaikan yang tentu akan menopang kehidupan dan keberlanjutan hidup manusia dan alam semesta.
"Peringatan Hari Nen Dit Sakmas ini, saya mau mengajak seluruh masyarakat Kepulauan Kei untuk menjadikan hukum Adat Larwul Ngabal benar-benar sebagai pedoman hidup kita Orang Kei, tidak hanya sebatas diucapkan, melainkan dengan sungguh-sungguh kita jalankan dalam hidup dan relasi sosial kita sehari-hari," katanya.
"Melalui peristiwa ini kita diingatkan akan Nen Dit Sakmas Putri Raja Tebtut dari Bali, seorang Tokoh Perempuan Kei yang menjadi pelopor lahirnya nilai-nilai dan norma yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat di Kei. Proses perjalanannya menjadi tonggak sejarah lahirnya Hawear Balwirin sebagai hukum yang perlu ditaati dan dilaksanakan, hukum dimaksud adalah 'Hukum Larvul Ngabal'," kata Thaher pada peringatan Hari Nen Dit Sakmas di Malra, Selasa.
Tahun ini adalah yang ketiga kalinya Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) memperingati Hari Nen Dit Sakmas dengan kemasan festival yang meriah dan dipusatkan di lokasi makam Nen Dit Sakmas di Ohoi (Desa) Semawi Kecamatan Kei Kecil Timur.
Ia menjelaskan, hukum Larvul Ngabal merasuki seluruh sendi-sendi hidup orang Kei baik yang tinggal menetap di tanah Kei maupun yang jauh merantau. Hukum tersebut telah ada jauh sebelum hukum positif negara dibentuk, bahkan hukum ini dipercaya juga sudah ada sebelum masyarakat Kei menganut agama yang ada sekarang ini.
Namun, dalam perjalannya, ia mengatakan hukum dari leluhur tersebut sejalan dengan hukum positif serta ajaran agama yang kini dianut masyarakat setempat. "Luar biasanya adalah hukum adat Larwul Ngabal sungguh-sungguh sejalan dengan hukum Positif maupun ajaran Agama yang kita anut bersama," kata Thaher.
Ia berharap peringatan ini juga menjadi pengingat bagi kita untuk menghormati harkat dan martabat perempuan, terutama perempuan Kei. "Jangan sekali kali dinodai dan dilukai hati perempuan Kei, karena inilah kita orang Kei hanya mati karena batas tanah dan saudara perempuan kita," tegas Thaher.
Selain itu, ia meminta sosok Nen Dit Sakmas tidak hanya untuk dimaknai sebagai kemuliaan kaum perempuan Kei semata, melainkan pribadi luar biasa yang memberikan inspirasi bagi seluruh masyarakat Kepulauan Kei. Nen Dit Sakmas adalah figur pemersatu dalam keberagaman karena mampu mempelopori kehadiran dan tegaknya Hukum Adat Larwul Ngabal.
"Hukum adat yang dalam berbagai kesempatan, para akademisi maupun ahli antropologi yang pernah meneliti tentang Hukum Adat Larwul Ngabal maupun Sejarah Kepulauan Kei, menyebutnya sebagai hukum adat yang paling humanis dan sejalan dengan nilai-nilai keadaban," kata Thaher.
Ia meminta masyarakat meneladani sosok Nen Dit Sakmas yang telah mengajarkan masyarakat Kei harus hidup dalam kebaikan yang tentu akan menopang kehidupan dan keberlanjutan hidup manusia dan alam semesta.
"Peringatan Hari Nen Dit Sakmas ini, saya mau mengajak seluruh masyarakat Kepulauan Kei untuk menjadikan hukum Adat Larwul Ngabal benar-benar sebagai pedoman hidup kita Orang Kei, tidak hanya sebatas diucapkan, melainkan dengan sungguh-sungguh kita jalankan dalam hidup dan relasi sosial kita sehari-hari," katanya.