Yogyakarta (ANTARA) - Pemerintah Kota Yogyakarta merencanakan penyiapan tempat penanganan sampah terpadu yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana pengolahan sampah pada tahun 2024.
Menurut Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya di Yogyakarta, Selasa, tempat penanganan sampah terpadu akan disiapkan di daerah Nitikan di Kota Yogyakarta serta daerah di luar Kota Yogyakarta yang memiliki lahan yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai tempat pemrosesan sampah.
Tempat penanganan sampah terpadu akan mencakup sarana pendukung pemilahan sampah dan pengolahan sampah.
Di tempat penanganan sampah terpadu, nantinya sampah organik bisa dijadikan pakan maggot, yang bisa mendegradasi sampah organik serta menghasilkan pupuk kompos dan larvanya bisa dijadikan pakan unggas atau ikan. Sedangkan sampah anorganik, bisa dipilah untuk kemudian dijual ke pendaur ulang.
Aman mengatakan bahwa selama tahun 2023, Pemerintah Kota Yogyakarta berupaya untuk mengubah perilaku masyarakat dalam mengelola sampah melalui gerakan nol sampah anorganik, yang mencakup kampanye pemilahan sampah serta pelarangan pembuangan sampah anorganik ke tempat penampungan sementara (TPS) atau depo sampah.
"Upaya untuk mengubah perilaku masyarakat dalam mengelola dan memilah sampah sejak dari sumbernya memang membutuhkan waktu. Tidak bisa dilihat dalam waktu singkat," katanya.
Melalui gerakan nol sampah anorganik, Pemerintah Kota Yogyakarta memperkuat keterpaduan perangkat lingkungan rukun warga, bank sampah, penggerobak atau petugas yang mengambil sampah dari permukiman, serta pengepul sampah.
"Integrasi empat elemen ini sangat penting agar sampah anorganik yang dari masyarakat bisa terkelola dengan baik," kata Aman.
Menurut Aman, gerakan nol sampah anorganik merupakan bagian dari upaya Pemerintah Kota Yogyakarta untuk memperpanjang usia teknis TPA Piyungan, tempat pemrosesan akhir sampah yang digunakan oleh Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman.
Usia teknis TPA Piyungan diperkirakan berakhir tahun 2023. Guna memperpanjang usia tempat pemrosesan akhir sampah itu, pemerintah daerah antara lain hanya mengizinkan masyarakat membuang sampah organik dan sampah residu ke TPA.
Aman mengatakan, penerapan kebijakan itu diharapkan dapat memperpanjang usia teknis TPA Piyungan hingga akhir 2024.
"Di TPA Piyungan direncanakan dilakukan pengelolaan sampah yang lebih baik oleh Pemerintah DIY. tetapi baru bisa direalisasikan pada 2027. Makanya, pada 2025 dan 2026 tidak ada tempat bagi Kota Yogyakarta untuk membuang sampah sehingga perlu dilakukan terobosan," katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi C DPRD Kota Yogyakarta Cahyo Wibowo mengatakan bahwa masih banyak masyarakat yang belum siap melakukan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga.
"Makanya pemerintah daerah perlu terus memberikan sosialisasi dan edukasi serta pendampingan agar masyarakat bisa mengelola sampah sejak dari rumah tangga," katanya.
Terkait rencana pemerintah kota mengenakan sanksi kepada warga yang belum melakukan pemilahan sampah pada April 2023, Cahyo menilai kebijakan itu masih susah dilaksanakan mengingat pemerintah daerah belum memenuhi kewajiban untuk menyediakan sarana pendukung pengelolaan sampah.
"Lebih baik ditempuh dengan cara humanis daripada memberikan sanksi tindak pidana ringan. Namun demikian, edukasi tetap harus dilakukan agar ada kesadaran dari masyarakat mengelola sampah, supaya tidak ada lagi masalah di masa yang akan datang," katanya.
Menurut Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya di Yogyakarta, Selasa, tempat penanganan sampah terpadu akan disiapkan di daerah Nitikan di Kota Yogyakarta serta daerah di luar Kota Yogyakarta yang memiliki lahan yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai tempat pemrosesan sampah.
Tempat penanganan sampah terpadu akan mencakup sarana pendukung pemilahan sampah dan pengolahan sampah.
Di tempat penanganan sampah terpadu, nantinya sampah organik bisa dijadikan pakan maggot, yang bisa mendegradasi sampah organik serta menghasilkan pupuk kompos dan larvanya bisa dijadikan pakan unggas atau ikan. Sedangkan sampah anorganik, bisa dipilah untuk kemudian dijual ke pendaur ulang.
Aman mengatakan bahwa selama tahun 2023, Pemerintah Kota Yogyakarta berupaya untuk mengubah perilaku masyarakat dalam mengelola sampah melalui gerakan nol sampah anorganik, yang mencakup kampanye pemilahan sampah serta pelarangan pembuangan sampah anorganik ke tempat penampungan sementara (TPS) atau depo sampah.
"Upaya untuk mengubah perilaku masyarakat dalam mengelola dan memilah sampah sejak dari sumbernya memang membutuhkan waktu. Tidak bisa dilihat dalam waktu singkat," katanya.
Melalui gerakan nol sampah anorganik, Pemerintah Kota Yogyakarta memperkuat keterpaduan perangkat lingkungan rukun warga, bank sampah, penggerobak atau petugas yang mengambil sampah dari permukiman, serta pengepul sampah.
"Integrasi empat elemen ini sangat penting agar sampah anorganik yang dari masyarakat bisa terkelola dengan baik," kata Aman.
Menurut Aman, gerakan nol sampah anorganik merupakan bagian dari upaya Pemerintah Kota Yogyakarta untuk memperpanjang usia teknis TPA Piyungan, tempat pemrosesan akhir sampah yang digunakan oleh Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman.
Usia teknis TPA Piyungan diperkirakan berakhir tahun 2023. Guna memperpanjang usia tempat pemrosesan akhir sampah itu, pemerintah daerah antara lain hanya mengizinkan masyarakat membuang sampah organik dan sampah residu ke TPA.
Aman mengatakan, penerapan kebijakan itu diharapkan dapat memperpanjang usia teknis TPA Piyungan hingga akhir 2024.
"Di TPA Piyungan direncanakan dilakukan pengelolaan sampah yang lebih baik oleh Pemerintah DIY. tetapi baru bisa direalisasikan pada 2027. Makanya, pada 2025 dan 2026 tidak ada tempat bagi Kota Yogyakarta untuk membuang sampah sehingga perlu dilakukan terobosan," katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi C DPRD Kota Yogyakarta Cahyo Wibowo mengatakan bahwa masih banyak masyarakat yang belum siap melakukan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga.
"Makanya pemerintah daerah perlu terus memberikan sosialisasi dan edukasi serta pendampingan agar masyarakat bisa mengelola sampah sejak dari rumah tangga," katanya.
Terkait rencana pemerintah kota mengenakan sanksi kepada warga yang belum melakukan pemilahan sampah pada April 2023, Cahyo menilai kebijakan itu masih susah dilaksanakan mengingat pemerintah daerah belum memenuhi kewajiban untuk menyediakan sarana pendukung pengelolaan sampah.
"Lebih baik ditempuh dengan cara humanis daripada memberikan sanksi tindak pidana ringan. Namun demikian, edukasi tetap harus dilakukan agar ada kesadaran dari masyarakat mengelola sampah, supaya tidak ada lagi masalah di masa yang akan datang," katanya.