Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan pajak natura atau kenikmatan tidak berdampak pada gaji bersih atau take home pay pekerja golongan kelas bawah.
“Untuk karyawan biasa mungkin tidak terdampak, justru bisa makin makmur karena perusahaan bisa menambah fasilitas,” kata Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama saat ditemui usai media briefing di Jakarta, Kamis.
Menurut Yoga, pajak natura yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 lebih berpengaruh kepada pekerja level atas, seperti direktur atau manajer.
Sebab, DJP telah mengatur jenis dan batasan nilai yang telah ditetapkan untuk natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh) dalam PMK 66/2023. Batasan nilai memperhatikan nilai kepantasan yang diterima oleh karyawan.
Oleh karena itu, pekerja yang menerima kenikmatan lebih tinggi yang akan lebih terpengaruh oleh pajak natura.
Dia mencontohkan, seorang manajer yang menerima fasilitas apartemen senilai Rp50 juta yang disewa oleh kantor dibebankan PPh 21 sebesar untuk nilai Rp48 juta dari biaya sewa. Sebab, PMK 66/2023 hanya membebaskan fasilitas tempat tinggal nonkomunal, seperti sewa apartemen atau rumah, dengan nilai maksimal Rp2 juta per bulan.
“Mungkin pegawai level atas take home pay-nya turun. Ini karena memang natura boleh dibebankan ke perusahaan tetapi menjadi penghasilan bagi karyawan,” ujar Yoga.
Adapun untuk tempat tinggal komunal, seperti asrama dan sebagainya, terbebas dari pajak natura.
Jenis dan batasan natura lain yang dikecualikan dari objek PPh di antaranya makanan atau minuman yang disediakan untuk seluruh karyawan di tempat kerja tanpa batasan nilai, sedangkan kupon makan bagi karyawan dinas luar (termasuk dalam bentuk reimbursement biaya makan atau minum) maksimal Rp2 juta per bulan atau senilai yang disediakan di tempat kerja (pilih yang lebih tinggi).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DJP: Pajak natura tidak berdampak pada gaji karyawan biasa