Gunungkidul (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta memetakan pemetaan potensi kerawanan pada Pemilu Serentak 2024 di setiap desa/kalurahan, untuk mengantisipasi adanya konflik dan masalah hukum.
Ketua Bawaslu Gunung Kidul Andang Nugraha di Gunungkidul, Jumat, mengatakan dirinya sudah meminta jajaran ad hoc di kecamatan dan desa untuk memetakan potensi permasalahan dalam pemilu tersebut.
"Kami juga meminta jajaran ad hoc melakukan pemetaan soal kandidat atau bakal caleg yang ada di daerah masing-masing untuk diinventarisir agar mempermudah dalam pemetaannya, sedapat mungkin juga dilengkapi analisa sosial yang ada di daerah tersebut," kata Andang.
Ia mengatakan berdasarkan pemetaan KPU RI, Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) di Gunungkidul masuk dalam kategori sedang. Secara keseluruhan IKP di Gunungkidul dapat dikatakan sedang dengan skor 29,97 sekaligus menjadi terendah di DIY.
Namun demikian, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Gunungkidul tetap mewaspadai gesekan yang berpotensi terjadi.
"Hal itu tak terlepas dari masuknya DIY yang masuk dalam kerawanan tinggi dalam dimensi kontestasi," katanya.
Menurutnya potensi gesekan dalam penyelenggaraan pemilu di Gunungkidul tetap berpotensi terjadi.
“Kalau di Gunungkidul secara umum lebih landai, kemungkinan ke depan yang kita soroti lebih ke data pemilih," katanya.
Terkait konflik antar-simpatisan atau pun netralitas penyelenggaraan pemilu, pelaksanaan pemilu sebelumnya di Gunungkidul cukup kondusif. Bawaslu Gunungkidul tetap berjaga-jaga dengan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait untuk mengantisipasi konflik sebelum hingga saat penyelenggaraan pemilu.
“Mungkin justru kerawanannya terjadi pada pemungutan khususnya di surat suara. Ke depan akan berkoordinasi dengan instansi lain untuk membahas ini,” kata Andang.
Sementara itu, Ketua Bawaslu DIY, Mohammad Najib mengatakan pelanggaran administratif yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu di DIY dikarenakan masih kurangnya pemahaman terkait regulasi.
Menurutnya, pemahaman yang terbatas tersebut perlu diantisipasi dengan pelaksanaan bimbingan teknis dan meningkatkan intensitas pengawasan. Dari data yang ada, dalam dimensi kerawanan sosial DIY termasuk dalam kategori tinggi dan menempati posisi ke-5 paling rawan skala nasional.
“Dalam konteks kerawanan penyelenggara pemilu itu bukan ke netralitas tapi lebih ke pelanggaran administratif yang biasanya kurang membaca aturan,” katanya.
Ketua Bawaslu Gunung Kidul Andang Nugraha di Gunungkidul, Jumat, mengatakan dirinya sudah meminta jajaran ad hoc di kecamatan dan desa untuk memetakan potensi permasalahan dalam pemilu tersebut.
"Kami juga meminta jajaran ad hoc melakukan pemetaan soal kandidat atau bakal caleg yang ada di daerah masing-masing untuk diinventarisir agar mempermudah dalam pemetaannya, sedapat mungkin juga dilengkapi analisa sosial yang ada di daerah tersebut," kata Andang.
Ia mengatakan berdasarkan pemetaan KPU RI, Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) di Gunungkidul masuk dalam kategori sedang. Secara keseluruhan IKP di Gunungkidul dapat dikatakan sedang dengan skor 29,97 sekaligus menjadi terendah di DIY.
Namun demikian, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Gunungkidul tetap mewaspadai gesekan yang berpotensi terjadi.
"Hal itu tak terlepas dari masuknya DIY yang masuk dalam kerawanan tinggi dalam dimensi kontestasi," katanya.
Menurutnya potensi gesekan dalam penyelenggaraan pemilu di Gunungkidul tetap berpotensi terjadi.
“Kalau di Gunungkidul secara umum lebih landai, kemungkinan ke depan yang kita soroti lebih ke data pemilih," katanya.
Terkait konflik antar-simpatisan atau pun netralitas penyelenggaraan pemilu, pelaksanaan pemilu sebelumnya di Gunungkidul cukup kondusif. Bawaslu Gunungkidul tetap berjaga-jaga dengan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait untuk mengantisipasi konflik sebelum hingga saat penyelenggaraan pemilu.
“Mungkin justru kerawanannya terjadi pada pemungutan khususnya di surat suara. Ke depan akan berkoordinasi dengan instansi lain untuk membahas ini,” kata Andang.
Sementara itu, Ketua Bawaslu DIY, Mohammad Najib mengatakan pelanggaran administratif yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu di DIY dikarenakan masih kurangnya pemahaman terkait regulasi.
Menurutnya, pemahaman yang terbatas tersebut perlu diantisipasi dengan pelaksanaan bimbingan teknis dan meningkatkan intensitas pengawasan. Dari data yang ada, dalam dimensi kerawanan sosial DIY termasuk dalam kategori tinggi dan menempati posisi ke-5 paling rawan skala nasional.
“Dalam konteks kerawanan penyelenggara pemilu itu bukan ke netralitas tapi lebih ke pelanggaran administratif yang biasanya kurang membaca aturan,” katanya.