Sleman (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menanam 50 ribu bibit kopi yang dilakukan di lahan seluas 50 hektare di kawasan lereng Gunung Merapi sebagai upaya pengembangan lahan tanaman kopi di kawasan itu, Kamis.
Penanaman bibit kopi yang dimaksudkan untuk semakin menambah luas lahan kopi di lereng Gunung Merapi tersebut meliputi di Kapanewon (Kecamatan) Cangkringan, Pakem dan Turi.
Penanaman bibit kopi ini dilakukan secara simbolis oleh Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa di Kalurahan Umbulharjo, Cangkringan, sekaligus menyerahkan bantuan fasilitas pengembangan tanaman kopi kepada perwakilan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
Danang mengatakan bahwa pascaerupsi Merapi 2010, banyak lahan tanaman kopi di sekitar lereng Merapi yang rusak akibat terdampak erupsi, sehingga Pemkab Sleman terus berupaya untuk menanam kembali bibit kopi guna mengembalikan jumlah lahan yang rusak tersebut.
"Terlebih permintaan kopi di Sleman ini besar, dan saat ini kita belum bisa mencukupi," katanya.
Menurut dia, dengan langkah ini, diharapkan kopi dari kawasan lereng Merapi ini dapat berkembang dan mampu bersaing di pasaran, dan semua pihak terkait diharapkan saling berkolaborasi untuk membudidayakan tanaman kopi ini, serta mempromosikannya.
"Kopi Merapi ini tergolong kopi spesial, karena semakin tinggi ditanam, kopi semakin enak. Saya ingin ikon kopi Merapi ini semakin di kenal. Dan nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sini," katanya.
Sekretaris Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman Rofiq Andriyanto mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan implementasi dari program pemerintah pusat melalui dana APBN.
Ia mengatakan, melalui kegiatan ini diharapkan lahan perkebunan kopi di lereng Gunung Merapi kembali berkembang setelah erupsi Merapi 2010.
"Saat sebelum erupsi lahan kopi ada 850 hektare dan setelah erupsi ada sejumlah perubahan, dan sekarang hanya tersisa 375 hektare saja. Maka ini perjuangan untuk kita semua," katanya.
Menurut dia, upaya ini sudah dimulai sejak 2022 pada kegiatan serupa untuk tahap pertama. Sama seperti penanaman kopi tahap kedua ini, pada tahap pertama jumlah lahan yang ditanami sejumlah 50 hektare, dengan jumlah bibit sebanyak 50 ribu bibit.
"Maka dengan jumlah yang sekitar 425 hektare ini tentu masih jauh dari potensi lahan kopi di tiga kapanewon ini yang sebesar 2.500 hektare. Maka ini perjuangan yang panjang," katanya.
Penanaman bibit kopi yang dimaksudkan untuk semakin menambah luas lahan kopi di lereng Gunung Merapi tersebut meliputi di Kapanewon (Kecamatan) Cangkringan, Pakem dan Turi.
Penanaman bibit kopi ini dilakukan secara simbolis oleh Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa di Kalurahan Umbulharjo, Cangkringan, sekaligus menyerahkan bantuan fasilitas pengembangan tanaman kopi kepada perwakilan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
Danang mengatakan bahwa pascaerupsi Merapi 2010, banyak lahan tanaman kopi di sekitar lereng Merapi yang rusak akibat terdampak erupsi, sehingga Pemkab Sleman terus berupaya untuk menanam kembali bibit kopi guna mengembalikan jumlah lahan yang rusak tersebut.
"Terlebih permintaan kopi di Sleman ini besar, dan saat ini kita belum bisa mencukupi," katanya.
Menurut dia, dengan langkah ini, diharapkan kopi dari kawasan lereng Merapi ini dapat berkembang dan mampu bersaing di pasaran, dan semua pihak terkait diharapkan saling berkolaborasi untuk membudidayakan tanaman kopi ini, serta mempromosikannya.
"Kopi Merapi ini tergolong kopi spesial, karena semakin tinggi ditanam, kopi semakin enak. Saya ingin ikon kopi Merapi ini semakin di kenal. Dan nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sini," katanya.
Sekretaris Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman Rofiq Andriyanto mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan implementasi dari program pemerintah pusat melalui dana APBN.
Ia mengatakan, melalui kegiatan ini diharapkan lahan perkebunan kopi di lereng Gunung Merapi kembali berkembang setelah erupsi Merapi 2010.
"Saat sebelum erupsi lahan kopi ada 850 hektare dan setelah erupsi ada sejumlah perubahan, dan sekarang hanya tersisa 375 hektare saja. Maka ini perjuangan untuk kita semua," katanya.
Menurut dia, upaya ini sudah dimulai sejak 2022 pada kegiatan serupa untuk tahap pertama. Sama seperti penanaman kopi tahap kedua ini, pada tahap pertama jumlah lahan yang ditanami sejumlah 50 hektare, dengan jumlah bibit sebanyak 50 ribu bibit.
"Maka dengan jumlah yang sekitar 425 hektare ini tentu masih jauh dari potensi lahan kopi di tiga kapanewon ini yang sebesar 2.500 hektare. Maka ini perjuangan yang panjang," katanya.