Yogyakarta (ANTARA) - Kementerian Dalam Negeri meminta pemerintah daerah se-Pulau Jawa segera menuntaskan realisasi pencairan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) pengamanan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024 untuk TNI dan Polri.

"Kami meminta untuk segera mencairkan, terutama pendanaan untuk pilkada atau NPHD terkait dengan pengamanan," kata Pelaksana Harian Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Horas Maurits Panjaitan pada Rapat Koordinasi Persiapan Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 di Wilayah Jawa di Yogyakarta, Rabu.

Horas mengatakan untuk NPHD bagi penyelenggara pemilu telah direalisasikan pemda se-Jawa sebesar 100 persen dari anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp9,87 triliun dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rp2,51 triliun.

Meski demikian, NPHD pengamanan pilkada, khususnya untuk TNI baru terealisasi 88,3 persen dari anggaran yang disepakati mencapai Rp273,01 miliar, sedangkan untuk kepolisian terealisasi 94,3 persen dari anggaran Rp850,84 miliar.



Horas mengatakan ada sembilan kabupaten di Pulau Jawa yang sama sekali belum menandatangani NPHD pengamanan Pilkada 2024 dengan TNI, yakni Kabupaten Gunungkidul, Bantul (DIY), Kediri, Banyuwangi, Pacitan, Sidoarjo (Jatim), Garut, Subang, dan Kuningan (Jabar).

Selain itu, Kemendagri juga mencatat enam kabupaten yang belum menandatangani NPHD dengan Polri, yaitu Kabupaten Subang, Kuningan, Gunungkidul, Bantul, Pacitan, dan Sidoarjo.



Horas menegaskan bahwa pendanaan untuk pengamanan bersifat wajib karena stabilitas politik, hukum, dan keamanan menjadi hal yang penting dalam penyelenggaraan Pilkada 2024.

"Karena ini merupakan urusan wajib yang masuk kebutuhan mendesak juga kategorinya maka bisa dianggarkan mendahului perubahan Perda APBD, bahkan bisa memanfaatkan belanja tak terduga," kata dia.

Horas menuturkan apabila pencairan dana hibah pengamanan pilkada itu tidak segera dituntaskan secara menyeluruh, Kemendagri bersama Kementerian Keuangan terpaksa menempuh upaya intervensi menggunakan dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH).

"Namun, kalau dilakukan intercept ini kan hal yang tidak baiklah bagi pemerintah daerah karena kewajibannya tidak dipenuhi, namun itu merupakan hal yang terakhir," ujarnya menegaskan.

 

Pewarta : Luqman Hakim
Editor : Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024