Yogyakarta (ANTARA) - Perkumpulan Organisasi Harapan Nusantara (Ohana), organisasi advokasi disabilitas Yogyakarta mengadakan workshop tentang Implementasi Semangat Konvensi Hak Hak Penyandang Disabilitas sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dan stakeholder terkait isu penyandang difabel tersebut.
"Melalui workshop ini, diharapkan dapat mengembangkan rencana aksi bersama seperti seminar, pameran kesenian, serta pemutaran film yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat, pemerintah serta stakeholder terkait isu penyandang disabilitas," kata Koordinator Program Advokasi Ohana Yogyakarta Nuning Suryatiningsih disela kegiatan tersebut di Yogyakarta, Selasa.
Selain itu, kata dia, workshop bertujuan mengumpulkan data-data komprehensif terkait akses keadilan bagi perempuan dan anak dengan disabilitas, mendorong keterlibatan bermakna dan kontribusi perempuan dengan disabilitas dalam membangun komunitas yang inklusif dan berkeadilan.
"Serta memperkuat jaringan dengan organisasi penyandang disabilitas, pemerintah, akademisi, media dan kelompok masyarakat sipil lainnya untuk memperkuat advokasi bersama dalam upaya melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas," katanya.
Kegiatan yang dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional dan mengundang penegak hukum, organisasi penyandang disabilitas, serta pemerintah daerah itu diharapkan diperoleh data-data komprehensif di lapangan terkait akses keadilan bagi perempuan dan anak dengan disabilitas.
"Kolaborasi ini penting untuk memastikan pendekatan yang holistik dan efektif dalam menanggapi serta mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, Semangat Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (CRPD), termasuk dalam pasal 6 dan 7 menekankan bahwa penyandang disabilitas, terutama perempuan dan anak-anak, berhak atas perlindungan khusus dari multi diskriminasi.
"Multi diskriminasi ini terjadi ketika seseorang mengalami diskriminasi karena dua atau lebih identitas yang dimilikinya, seperti gender dan disabilitas," katanya.
Dia juga mengatakan, pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan, wajib merumuskan kebijakan dan regulasi yang mendukung pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, serta mengalokasikan anggaran yang cukup untuk program-program terkait.
Selain itu, kata dia, penting untuk melibatkan secara aktif penyandang disabilitas dalam proses pengambilan keputusan, sehingga suara mereka dapat didengar dan diperhatikan.
"Salah satu tantangan utama yang dihadapi penyandang disabilitas adalah akses terhadap keadilan. Namun, dalam praktiknya, masih banyak hambatan, seperti kurangnya fasilitas ramah disabilitas di pengadilan, kurangnya pemahaman petugas hukum tentang hak-hak penyandang disabilitas," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum para petugas, serta menyediakan fasilitas yang memadai di lingkungan peradilan.
Selain isu-isu di atas, penting juga untuk memperhatikan pembiayaan program-program pemerintah yang mendukung perlindungan bagi perempuan dan anak dengan disabilitas.
"Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran sangat penting untuk memastikan bahwa dana yang dialokasikan benar-benar digunakan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang diinginkan," katanya.*