Sleman (ANTARA) - Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat serapan beras dari petani di wilayah ini baru dua persen atau 2.882,5 ton dari total produksi beras.
"Realisasi produksi beras di Kabupaten Sleman pada 2024 adalah 132.201,88 ton. Serapan beras oleh Bulog sebanyak 2.882, 5 ton atau dua persen dari total produksi," kata Pelaksana tugas Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman Suparmono di Sleman, Rabu.
Ia mengatakan pemerintah telah menetapkan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras.
Harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani adalah Rp6.500 per kilogram dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen, HPP gabah kering panen di tingkat penggilingan adalah Rp6.700 per kilogram dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.
HPP gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp8.000 per kilogram untuk kualitas kadar air maksimal 14 persen dan kadar hampa maksimal 3 persen, HPP gabah kering giling (GKP) di gudang Perum Bulog adalah Rp8.200 per kilogram dengan kualitas kadar air maksimal 14 persen dan kadar hampa maksimal 3 persen.
Sedangkan HPP beras di Gudang Perum Bulog adalah Rp12.000 per kilogram dengan kualitas derajat sosoh minimal 100 persen, kadar air maksimal 14 persen, butir patah maksimal 25 persen, butir menir maksimal 2 persen.
"Mitra kerja Bulog di Kabupaten Sleman di antaranya adalah UD. Barokah, UD. Surya Tanindo, UD. Priyangga, dan Gapoktan Sidomulyo," katanya.
Suparmono mengatakan mekanismenya dimulai dengan pengajuan sebagai mitra ke Bulog yang diketahui oleh DP3 Sleman. Kemudian mitra yang mengumpulkan gabah dari tingkat petani, diverifikasi oleh Bulog dan apabila kualitas gabah sesuai persyaratan yang diinginkan maka berlanjut ke kontrak.
"Kontrak serapan dalam bentuk beras, sehingga apabila mitra mengirim dalam bentuk gabah ke Bulog dan dibayar sesuai harga gabah, maka di saat dibutuhkan Bulog dalam bentuk beras maka mitra harus mengambilnya lagi, menggilingnya lalu mengirim lagi ke Bulog," katanya.
Selama 2024, lanjut Suparmono, serapan Bulog di Kabupaten Sleman sebanyak 2.882,5 ton setara beras atau baru dua persen dari total produksi beras.
Hal ini disebabkan karena harga gabah sesuai kualitas standar HPP di Kabupaten Sleman relatif tinggi. Biaya yang dikeluarkan agar sesuai kualitas standar HPP yang tinggi dimana harga gabah dari petani ditambah biaya untuk penyesuaian kadar air dan menurunkan kadar hampa sudah lebih dari HPP.
'Bulog tidak menyerap gabah secara langsung ke petani mungkin karena dalam mengeringkan gabah masih konvensional sehingga kadar air masih belum memenuhi kriteria," katanya.