Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Mediodecci Lustarini menegaskan bahwa penipuan digital (scam) telah berkembang menjadi kejahatan serius yang menuntut kolaborasi lintas lembaga.
Menurut dia, modus kejahatan siber terus berevolusi dari SMS dan pesan langsung hingga kini memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk memalsukan suara dan wajah.
“Scam saat ini bukan lagi soal kurangnya pendidikan atau pengetahuan digital. Ini sudah menjadi industri teknologi yang menghasilkan uang besar dan terus mengembangkan modusnya,” kata Mediodecci dalam acara peluncuran "GASA State of Scams 2025 Indonesia Report" di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan, penanganan penipuan digital tidak bisa dilakukan secara sektoral karena membutuhkan koordinasi erat antar-instansi, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyedia platform digital, serta operator telekomunikasi.
Sebagai bentuk dukungan, Komdigi terlibat aktif dalam Satgas PASTI dan Indonesia Anti-Scam Center (IASC) yang beranggotakan berbagai instansi.
Kolaborasi ini difokuskan pada pembaruan data, berbagi informasi intelijen serta penyelarasan strategi pencegahan.
“Kami mendukung penuh berbagai inisiatif, seperti program flagging pesan anti-scam berbasis SMS dan platform digital, serta layanan cek rekening dan aduan nomor yang dapat diakses masyarakat,” jelas Mediodecci.
Lebih lanjut ia menekankan bahwa langkah pencegahan harus menjadi prioritas utama dalam menghadapi penipuan digital, bukan sekadar berfokus pada pemblokiran dana setelah kejadian terjadi.
Mediodecci menyebut, Komdigi tengah mengembangkan integrasi seluruh layanan aduan agar masyarakat bisa mendapat notifikasi otomatis jika nomor atau rekening tujuan pernah dilaporkan terkait penipuan.
Ia juga berharap sinergi antar-lembaga dapat segera terwujud untuk memperkuat perlindungan publik di ruang digital.
“Bayangkan jika seseorang hendak mentransfer uang dan muncul peringatan bahwa nomor tersebut terindikasi scam, itu bisa menyelamatkan banyak orang,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Penasihat Departemen Surveilans Sistem Pembayaran dan Pelindungan Konsumen Bank Indonesia (BI) Rozidyanti menegaskan pentingnya perlindungan konsumen di tengah pesatnya inovasi dan perkembangan industri sistem pembayaran digital.
Menurutnya, perlindungan ini harus dijaga bersama seluruh penyedia jasa pembayaran (PJP) agar kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan tetap terpelihara.
“Ketika konsumen punya masalah, yang pertama harus dituju adalah PJP-nya. Mereka yang menjadi garis pertahanan pertama karena kami mengawasi langsung bagaimana mereka menangani dan merespons aduan konsumen,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, BI menilai kinerja setiap PJP melalui aspek integritas, interkoneksi, kapabilitas, manajemen risiko, dan kualitas infrastruktur layanan.
Apabila penyelesaian tidak tercapai di tingkat PJP, maka BI akan memfasilitasi penyelesaian aduan dan berkoordinasi dengan asosiasi terkait.
Namun demikian, konsumen diimbau melapor terlebih dahulu ke PJP sebelum membawa aduan ke BI agar proses penyelesaian berjalan cepat dan terarah.
“Ada mekanismenya sendiri, kami di BI juga punya jalur yang siap merespons setiap aduan,” jelasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Komdigi dorong kolaborasi dan pencegahan terpadu hadapi penipuan