Yogyakarta (ANTARA) - Keraton Yogyakarta untuk pertama kalinya menyelenggarakan acara Pawiyatan Konservasi pada Sabtu, 13 Desember 2025, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) termasuk konservator dalam merawat dan melestarikan koleksi budaya yang berada di museum.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan keterampilan praktis kepada staf museum dalam konservasi preventif dan kuratif, serta memperkenalkan teknik-teknik konservasi sesuai standar modern.
Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Nitya Budaya Keraton Yogyakarta GKR Bendara dalam acara tersebut menekankan pentingnya peningkatan kualitas SDM di bidang konservasi.
"Ini pawiyatan konservasi pertama yang Keraton lakukan, karena kami ingin meningkatkan keterampilan SDM di departemen konservasi. Kami juga mengundang beberapa museum dan bekerja sama dengan ISI supaya bisa menggali lebih banyak calon konservator di masa depan," ujarnya.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh konservator dari berbagai museum, perguruan tinggi, dan balai pelestarian kebudayaan.
GKR Bendara mengungkapkan tantangan yang dihadapi dalam upaya konservasi, terutama dalam mencari narasumber dengan keahlian dan sertifikasi yang memadai.
Di Keraton Yogyakarta sendiri, lanjut dia, saat ini terdapat delapan konservator dan jumlah tersebut dinilai masih belum ideal mengingat kompleksitas koleksi yang dimiliki terdapat sekitar 100 ribu.
“Kami harus menambah, tetapi mencari SDM konservasi cukup sulit. Di Keraton kami banyak tekstil dan kayu, belum lagi logam dan material lainnya, sehingga keahliannya harus lintas bidang. Saat ini kami sedang mengkonservasi seperti kereta lukisan, dan banyak sekali seperti dari logam ada sendok, garpu, cangkir, dan lainnya,” ungkap GKR Bendara.
GKR Bendara menyebutkan untuk koleksi dalam bentuk manuskrip ada yang cukup tua, karya tahun 1755 juga kereta tahun 1758, serta koleksi lainnya terus dilakukan inventarisasi.
Dalam keterangan tertulis, Pengawas kegiatan Nyi R. Ry Noorsundari menambahkan bahwa kegiatan tersebut sangat penting untuk meningkatkan kesadaran tentang prinsip konservasi, membekali keterampilan teknis penanganan koleksi sesuai jenis material, serta mendorong praktik konservasi preventif seperti pengendalian suhu, kelembaban, cahaya, dan hama.
"Kegiatan ini sangat penting karena bukan sekadar teori, tapi juga praktik langsung agar staf museum mampu melakukan tindakan konservasi preventif maupun kuratif secara mandiri. Dengan staf yang terlatih, risiko kerusakan dapat diidentifikasi lebih dini, dan penanganan koleksi sesuai standar modern dapat diterapkan," katanya.
Sejumlah narasumber yang dihadirkan dalam acara tersebut antara lain Susanne Erhads (Fine Art Conservation) ; Nahar Cahyandaru (Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan atau BPK Wilayah XXIII) , Widyanto Dwi Nugroho (Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM), Warsono, Dipling (FH) Sugiarto Goenawan; Dian Novita Lestari (Kementerian Kebudayaan); Anna Galuh Indreswari (ISI Yogyakarta); dan Alfred Wirasasmita.