Jakarta (ANTARA) - Selebritas Atiqah Hasiholan dan Cynthia Lamusu berkomitmen menjaga kesehatan anak dan keluarga termasuk dari penyakit pneumonia yang masih mengintai masyarakat Indonesia terutama anak-anak dan lansia itu
Atiqah mengatakan, sejak putri semata wayangnya kecil, dia dan suaminya, Rio Dewanto sudah membekali diri dengan informasi mengenai pneumonia dari sumber-sumber terpercaya.
Baca juga: Dinkes Yogyakarta menyiapkan personel ikut pelatihan manajemen vaksin
Mereka juga memastikan sang buah hati mendapatkan ASI eksklusif, imunisasi dasar lengkap untuk sang buah hati hingga nutrisi yang seimbang.
"Bagi saya dan suami urusan pemenuhan kesehatan anak (Salma) sejak lahir, sekarang hingga ke depannya InsyaAllah merupakan prioritas utama kami. Sejak lahir, Salma selalu mendapatkan imunisasi dasar lengkap, dia juga mendapatkan ASI eksklusif dan MPASI, lalu lanjut pemberian ASI sampai dua tahun. Hal ini saya lakukan untuk memastikan agar gizinya terpenuhi dengan baik," ujar dia di sela acara daring bertema pneumonia, Kamis (12/11).
Atiqah mengatakan, selalu menyiapkan sendiri makanan pendamping ASI (MPASI) untuk putrinya, menggunakan bahan-bahan lokal yang bervariasi dan sebisa mungkin menghindari makanan pabrikan.
Di sisi lain, dia juga memantau tumbuh kembang sang anak dan menerapkan tindakan pencegahan penyakit lainnya mencakup penerapan cara hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti mencuci tangan.
Hal senada juga dilakukan penyanyi Cynthia Lamusu. Dia menuturkan, pengalaman melahirkan putra dan putri kembar yang prematur beberapa waktu lalu sebenarnya membuatnya dan sang suami, Surya Saputra terlatih memberikan ekstra perhatian soal kebersihan dan kesehatan termasuk pencegahan penyakit.
"Kami kayak sudah sedikit terlatih, karena sudah mengalami pada waktu karantina anak-anak masa mereka baru pulang ke rumah, karena kami memang betul-betul karantina, tidak terima tamu, kamar selalu pakai air purifier, disteril. Saya sampai membatasi tidak dijenguk mulai dari di rumah sakit sampai di rumah selama enam bulan. Kami benar-benar steril," tutur Cynthia.
Untuk pemberian ASI eksklusif hingga MPASI, dia bersyukur bisa menuntaskan komitmennya itu. Sama seperti Atiqah, dia juga menyiapkan sendiri menu MPASI untuk anak-anaknya. Cynthia lalu membagikan menu-menu yang dia praktikan di laman media sosial Instagram.
Baca juga: Satpol PP DIY mengerahkan ratusan personel di Pasar Beringharjo
"Kami esktra termasuk untuk MPASI, saya langsung buat menunya, sharing di Instagram. Persiapannya saya baca buku, cari tahu menu apa saja untuk pertumbuhan kembang anak-anak kami," kata dia.
Terkait pneumonia, Cynthia mengaku sangat khawatir penyakit yang menyerang paru itu mengenai anak-anaknya, apalagi mengingat riwayat kelahiran prematur mereka. Dia mengatakan pernah tiba-tiba terbangun sekedar untuk memastikan putra dan putrinya masih bernapas.
"Salah satu yang menjadi ketakutan kami, pneumonia itu sendiri. Kondisi bayi prematur dengan organ yang belum terlalu siap, karena lahir di usia 33 minggu. Saya sampai tidur, terbangun anak masih napas atau enggak. Sampai seperti itu karena angka kematian untuk bayi yang baru lahir normal saja untuk pneumonia saja sangat tinggi, apalagi anak-anak kami dengan kelahiran prematur," kata dia.
Pneumonia terjadi akibat peradangan pada kantong udara (alveoli) di paru-paru karena infeksi bakteri, virus dan jamur namun yang paling umum bakteri Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), sehingga menyebabkan kantong udara itu terisi dengan cairan dan nanah.
Akibatnya, selain mengalami kesulitan bernapas, penderita juga bisa mengalami berbagai komplikasi serius mulai dari abses paru-paru, infeksi darah atau sepsis, gagal organ hingga kematian. Perjalanan gejala ini biasanya berlangsung kurang dari 14 hari.
Gejala pneumonia antara lain batuk, demam dan kehilangan nafsu makan yang sering disalahartikan sebagai selesma, lalu sesak napas dan napas penderita bisa tampak sangat cepat dari biasanya.
Penyakit ini masih mengintai masyarakat Indonesia tak kenal usia, termasuk para balita. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2017 menunjukkan, Indonesia berada di peringkat tujuh dunia sebagai negara yang memiliki beban pneumonia tertinggi, dengan total 25.481 kematian balita karena infeksi pernapasan akut atau 17 persen dari seluruh kematian balita.