Menristek: Terapi konvalesen memperbesar peluang sembuh dari COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan plasma konvalesen sebagai terapi tambahan untuk penanganan pasien COVID-19 saat ini berkontribusi untuk memperbesar atau meningkatkan peluang kesembuhan pasien.
"Selain kita selalu berupaya untuk membuat penularan atau jumlah yang terinfeksi itu menjadi lebih sedikit dan mendatar kurvanya. Hal lain yang bisa kita tonjolkan adalah peningkatan jumlah kesembuhan dan pengurangan jumlah kematian dan secara signifikan, di situlah terapi plasma konvalesen memainkan peranan penting," kata Menristek Bambang dalam webinar Plasma Konvalesen pada Penanganan COVID-19, Jakarta, Kamis.
Menristek/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang menuturkan perlu mendorong agar plasma konvalesen diakui sebagai salah satu terapi yang menjanjikan untuk penanganan COVID-19.
Dari hasil uji klinis tahap pertama, penggunaan terapi plasma konvalesen memberikan dampak positif untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien.
Saat ini, uji klinis tahap kedua dan ketiga sedang dan akan dilakukan, dan diharapkan dapat memberikan hasil yang baik untuk penanganan pasien COVID-19.
"Saya memberikan dukungan penuh agar uji klinis tahap 2 dan 3 ini bisa berlangsung dengan lancar dan juga terima kasih kepada rumah sakit dan fakultas kedokteran yang juga sudah bahu membahu bekerja sama untuk bisa memastikan uji klinis berjalan lancar, dan saya yakin kita semua punya pandangan yang sama bahwa kita harus punya solusi dan kita harus bisa bertempur menghadapi COVID-19 ini," ujarnya.
Pendonor plasma konvalesen terbaik adalah penyintas COVID-19 yang sebelumnya pernah dirawat sebagai pasien COVID-19 berkategori sedang sampai berat. Sementara penerima donor plasma konvalesen adalah pasien COVID-19 yang tergolong kategori ringan menuju sedang.
Menristek Bambang juga berharap lebih banyak penyintas COVID-19 yang mendonorkan plasmanya karena kebutuhan akan plasma konvalesen meningkat.
"Kita harus mendapatkan donor dari plasma konvalesen itu sendiri dan kita sempat mengalami kondisi dimana permintaan plasma jauh di atas pasokannya," tuturnya.
Para pendonor plasma konvalesen harus mempunyai kadar antibodi cukup untuk diberikan kepada pasien yang sedang menderita COVID-19.
Untuk mempercepat pengukuran kadar antibodi, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman sedang mengembangkan metode yang lebih praktis untuk mengukur kadar antibodi dengan melakukan evaluasi terhadap reagen yang sudah ada.
"Kita harapkan nanti dengan pengukuran yang lebih praktis ini maka pengukuran kadar antibodi plasma juga menjadi lebih cepat sehingga ketika plasma diterima dari donor kemudian dilakukan evaluasi dan akhirnya bisa diputuskan apakah plasma konvalesen itu bisa diberikan kepada si pasien tersebut. Kita harapkan dengan waktu yang bisa lebih cepat bisa menyelamatkan lebih banyak orang. Apalagi kalau jumlah donor cukup," tuturnya.*
"Selain kita selalu berupaya untuk membuat penularan atau jumlah yang terinfeksi itu menjadi lebih sedikit dan mendatar kurvanya. Hal lain yang bisa kita tonjolkan adalah peningkatan jumlah kesembuhan dan pengurangan jumlah kematian dan secara signifikan, di situlah terapi plasma konvalesen memainkan peranan penting," kata Menristek Bambang dalam webinar Plasma Konvalesen pada Penanganan COVID-19, Jakarta, Kamis.
Menristek/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang menuturkan perlu mendorong agar plasma konvalesen diakui sebagai salah satu terapi yang menjanjikan untuk penanganan COVID-19.
Dari hasil uji klinis tahap pertama, penggunaan terapi plasma konvalesen memberikan dampak positif untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien.
Saat ini, uji klinis tahap kedua dan ketiga sedang dan akan dilakukan, dan diharapkan dapat memberikan hasil yang baik untuk penanganan pasien COVID-19.
"Saya memberikan dukungan penuh agar uji klinis tahap 2 dan 3 ini bisa berlangsung dengan lancar dan juga terima kasih kepada rumah sakit dan fakultas kedokteran yang juga sudah bahu membahu bekerja sama untuk bisa memastikan uji klinis berjalan lancar, dan saya yakin kita semua punya pandangan yang sama bahwa kita harus punya solusi dan kita harus bisa bertempur menghadapi COVID-19 ini," ujarnya.
Pendonor plasma konvalesen terbaik adalah penyintas COVID-19 yang sebelumnya pernah dirawat sebagai pasien COVID-19 berkategori sedang sampai berat. Sementara penerima donor plasma konvalesen adalah pasien COVID-19 yang tergolong kategori ringan menuju sedang.
Menristek Bambang juga berharap lebih banyak penyintas COVID-19 yang mendonorkan plasmanya karena kebutuhan akan plasma konvalesen meningkat.
"Kita harus mendapatkan donor dari plasma konvalesen itu sendiri dan kita sempat mengalami kondisi dimana permintaan plasma jauh di atas pasokannya," tuturnya.
Para pendonor plasma konvalesen harus mempunyai kadar antibodi cukup untuk diberikan kepada pasien yang sedang menderita COVID-19.
Untuk mempercepat pengukuran kadar antibodi, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman sedang mengembangkan metode yang lebih praktis untuk mengukur kadar antibodi dengan melakukan evaluasi terhadap reagen yang sudah ada.
"Kita harapkan nanti dengan pengukuran yang lebih praktis ini maka pengukuran kadar antibodi plasma juga menjadi lebih cepat sehingga ketika plasma diterima dari donor kemudian dilakukan evaluasi dan akhirnya bisa diputuskan apakah plasma konvalesen itu bisa diberikan kepada si pasien tersebut. Kita harapkan dengan waktu yang bisa lebih cepat bisa menyelamatkan lebih banyak orang. Apalagi kalau jumlah donor cukup," tuturnya.*