Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia mengharapkan adanya potensi kerja sama terkait restorasi hutan dan bakau serta transisi energi dengan Jamaica sebagai negara yang juga dinilai memiliki ketertarikan yang sama.
“Saya tahu ketertarikan yang sama antara Indonesia dan Jamaika adalah resotrasi hutan, mangrove, dan transisi energi. Area-area ini adalah potensi untuk kolaborasi kita ke depannya,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar dalam sambutannya pada diskusi virtual di Jakarta, Rabu malam.
Dia menilai pembahasan mengenai transisi energi sangat lah penting dan mencerminkan pandangan serta perspektif Indonesia sebagai negara berkembang dan negara kepulauan yang sangat terdampak oleh perubahan iklim.
“Indonesia dan Jamaika keduanya adalah negara kepulauan dan negara berkembang. Kami rawan terdampak perubahan iklim, seperti naiknya level permukaan laut dan pengasaman samudra,” katanya.
Untuk itu, dia mengatakan Indonesia menempatkan isu transisi energi sebagai sektor prioritas dalam Presidensi G20 tahun ini.
Selain itu, Mahendra menambahkan bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah, Presidensi G20 memutuskan untuk mengundang negara-negara kepulauan kecil yang diwakili oleh Caribbean Community (CARICOM) dan Pacific Islands (PAF).
“Kami ingin G20 menjadi relevan bukan hanya untuk negara-negara anggota, melainkan juga seluruh dunia,” katanya.
Dengan menggandeng negara-negara kepulauan kecil, dia berharap pemulihan inklusif dapat tercapat sebagaimana yang tertera dalam tema “Recover Together, Recover Stronger”.
Sebagai negara berkembang, lanjut dia, penting bagi Indonsia maupun Jamaika untuk menempatkan perubahan iklim dalam kerangka kerja pembangunan berkelanjutan.
“Prinsip ini yang mendasari komitmen Indonesia untuk meraih hasil yang konkret,” ujarnya.
Terkait hal itu, Mahendra menyebutkan bahwa Indonesia telah mencatatkan kemajuan yang signifikan dalam aksi iklim, terutama hutan berkelanjutan dan manajemen penggunaan lahan.
Menurut dia, Indonesia telah menurunkan tingkat kebakaran hutan dan deforestasi bahwa ke level terendah selama 20 tahun terakhir bahkan lebih kecil dibanding dengan apa yang terjadi di negara-negara maju.
Dia menambahkan Indonesia juga menargetkan untuk mengurangi gas emisi rumah kaca hingga 29 persen pada 2030.
“Kami menargetkan 41 persen sesuai dengan angka internasional dan telah melaporkan strategi jangka panjang terkait ketahanan iklim dan karbon rendah kepada UNFCCC, termasuk target zero net emission pada 2060 atau lebih awal” katanya.
Mahendra menambahkan Indonesia juga menekankan pentingnya pembiayaan iklim, terutama pembiayaan adaptasi iklim yang merupakan komitmen dari negara-negara maju.