Gunung Kidul (Antara Jogja) - Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong pengembangan desa kakao untuk meningkatkan produksivitas petani dan pengembangan pascapanen.
Kepala Dishutbun DIY Sutarto di Gunung Kidul, Rabu, mengatakan saat ini luasan lahan pertanian kakao di DIY mencapai 4.500 hektare, di dua kabupaten, yakni Gunung Kidul dan Kulon Progo.
Lahan tersebut tersebar di beberapa kecamatan, untuk wilayah Gunung Kidul meliputi Patuk, Playen, Karangmojo, dan Semin, sedangkan wilayah Kulon Progo meliputi Kalibawang, Samigaluh, dan sebagian Girimulyo.
"Luasannya mencapai 4.500 hektare," katanya saat ditemui seusai temu lapang kakao, sebagai rangkaian peringatan Hari Kakao Nasional di Bunder, Patuk, Gunung Kidul.
Ia mengatakan kondisi tanaman kakao di masing-masing daerah tidak sama karena keadaan geografisnya.
Dia menargetkan satu batang kakao bisa menghasilkan satu kilogram kakao sehingga per hektare bisa menghasilkan satu ton. Buah kakao memasuki masa panen besar pada Mei.
"Saat ini, produktivitasnya masih 0,6 kg, kami targetkan menjadi satu kg per batang," katanya.
Saat ini, pihaknya mendorong petani untuk meningkatkan hasil kakao, di antaranya pendirian desa kakao.
Ia menjelaskan untuk tahap awal didirikan di Gunung Kidul di Desa Putat dan Bunder, sedangkan di Kulon Progo dipusatkan di Desa Banjaroyo.
Nantinya, katanya, di desa tersebut terintegrasi dengan peternakan dan pengolahannya.
"Tidak hanya menanam tetapi terintegrasi semuanya. Setiap daerah memiliki kekurangan dan kelebihan," katanya.
Ia mengatakan potensi kakao cukup lebar karena harganya terus meningkat setiap tahun, dari harga awal Rp20 ribu per kg saat ini bisa mencapai Rp32 ribu per kg.
"Secara umum masih terbuka lebar dan tidak ada masalah untuk pendistribusiannya, seperti di Blitar, Lampung, dan Tangerang," katanya.
KR-STR
Kepala Dishutbun DIY Sutarto di Gunung Kidul, Rabu, mengatakan saat ini luasan lahan pertanian kakao di DIY mencapai 4.500 hektare, di dua kabupaten, yakni Gunung Kidul dan Kulon Progo.
Lahan tersebut tersebar di beberapa kecamatan, untuk wilayah Gunung Kidul meliputi Patuk, Playen, Karangmojo, dan Semin, sedangkan wilayah Kulon Progo meliputi Kalibawang, Samigaluh, dan sebagian Girimulyo.
"Luasannya mencapai 4.500 hektare," katanya saat ditemui seusai temu lapang kakao, sebagai rangkaian peringatan Hari Kakao Nasional di Bunder, Patuk, Gunung Kidul.
Ia mengatakan kondisi tanaman kakao di masing-masing daerah tidak sama karena keadaan geografisnya.
Dia menargetkan satu batang kakao bisa menghasilkan satu kilogram kakao sehingga per hektare bisa menghasilkan satu ton. Buah kakao memasuki masa panen besar pada Mei.
"Saat ini, produktivitasnya masih 0,6 kg, kami targetkan menjadi satu kg per batang," katanya.
Saat ini, pihaknya mendorong petani untuk meningkatkan hasil kakao, di antaranya pendirian desa kakao.
Ia menjelaskan untuk tahap awal didirikan di Gunung Kidul di Desa Putat dan Bunder, sedangkan di Kulon Progo dipusatkan di Desa Banjaroyo.
Nantinya, katanya, di desa tersebut terintegrasi dengan peternakan dan pengolahannya.
"Tidak hanya menanam tetapi terintegrasi semuanya. Setiap daerah memiliki kekurangan dan kelebihan," katanya.
Ia mengatakan potensi kakao cukup lebar karena harganya terus meningkat setiap tahun, dari harga awal Rp20 ribu per kg saat ini bisa mencapai Rp32 ribu per kg.
"Secara umum masih terbuka lebar dan tidak ada masalah untuk pendistribusiannya, seperti di Blitar, Lampung, dan Tangerang," katanya.
KR-STR