Kulon Progo (Antara Jogja) - Warga Desa Sendangsari, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menolak pendirian pabrik penggilingan batu milik PT Cipta Menoreh Santoso karena menggunakan lahan produktif.
Salah satu warga Sendangsari Sugiono di Kulon Progo, Senin, mengatakan dirinya menolak penggilingan batu karena sawah tersebut merupakan lahan yang cukup subur.
"Lahan yang digunakan PT Cipta Menoreh Santoso biasanya dikontrak oleh PT Madukismo untuk ditanami tebu. Namun warga juga sering menyewa lahan tersebut untuk ditanami padi," kata Sugiono saat menemui Wakil Ketua DPRD Kulon Progo Ponimin Budi Hartono.
Ia mengatakan lokasi penggilingan batu berada di pinggir jalan baru Gegunung-Sambiroto yang merupakan di tanah kas desa Banyuroto, Nanggulan.
"Kalau nanti sudah ada penggilingan batu, kami tidak bisa menyewa lagi. Kami sangat butuh lahan ini untuk menambah penghasilan," ketua Kelompok Tani "Makmur" tersebut.
Selain Sugiono, warga Sendangsari yang menolak adalah Budi Santoso. Dia menilai aktivitas penggilingan batu akan menimbulkan debu yang membahayakan tanaman di sekitarnya.
"Kalau setiap hari tanaman terkena debu dari penggilingan batu, tanaman yang ada di bulak ini bisa mati. Atau setidaknya pertumbuhannya akan terganggu. Oleh karena itu kami menolaknya," kata Budi.
Wakil Ketua DPRD Kulon Progo Ponimin berharap agar industri tidak didirikan di lahan produktif. Namun didirikan di lahan-lahan marginal yang sulit dikembangkan sebagai lahan pertanian.
Dia mencontohkan di kawasan industri di wilayah Sentolo. Menurut dia, peruntukan lahan di sana sudah jelas karena memang dijadikan sebagai wilayah pengembangan industri.
"Kalau dibangun di lahan sawah yang produktif seperti ini akan merugikan masyarakat sekitar," katanya.
Disamping itu, menurut dia, pabrik penggilingan batu akan menimbulkan kebisingan karena lokasinya berada di tengah permukiman warga, juga akan mengurangi luas lahan produktif sebagai pendukung program swasembada beras nasional.
"Kami berharap pemkab tegas terhadap keberadaan penggilingan bantu ini," katanya.
(KR-STR)
Salah satu warga Sendangsari Sugiono di Kulon Progo, Senin, mengatakan dirinya menolak penggilingan batu karena sawah tersebut merupakan lahan yang cukup subur.
"Lahan yang digunakan PT Cipta Menoreh Santoso biasanya dikontrak oleh PT Madukismo untuk ditanami tebu. Namun warga juga sering menyewa lahan tersebut untuk ditanami padi," kata Sugiono saat menemui Wakil Ketua DPRD Kulon Progo Ponimin Budi Hartono.
Ia mengatakan lokasi penggilingan batu berada di pinggir jalan baru Gegunung-Sambiroto yang merupakan di tanah kas desa Banyuroto, Nanggulan.
"Kalau nanti sudah ada penggilingan batu, kami tidak bisa menyewa lagi. Kami sangat butuh lahan ini untuk menambah penghasilan," ketua Kelompok Tani "Makmur" tersebut.
Selain Sugiono, warga Sendangsari yang menolak adalah Budi Santoso. Dia menilai aktivitas penggilingan batu akan menimbulkan debu yang membahayakan tanaman di sekitarnya.
"Kalau setiap hari tanaman terkena debu dari penggilingan batu, tanaman yang ada di bulak ini bisa mati. Atau setidaknya pertumbuhannya akan terganggu. Oleh karena itu kami menolaknya," kata Budi.
Wakil Ketua DPRD Kulon Progo Ponimin berharap agar industri tidak didirikan di lahan produktif. Namun didirikan di lahan-lahan marginal yang sulit dikembangkan sebagai lahan pertanian.
Dia mencontohkan di kawasan industri di wilayah Sentolo. Menurut dia, peruntukan lahan di sana sudah jelas karena memang dijadikan sebagai wilayah pengembangan industri.
"Kalau dibangun di lahan sawah yang produktif seperti ini akan merugikan masyarakat sekitar," katanya.
Disamping itu, menurut dia, pabrik penggilingan batu akan menimbulkan kebisingan karena lokasinya berada di tengah permukiman warga, juga akan mengurangi luas lahan produktif sebagai pendukung program swasembada beras nasional.
"Kami berharap pemkab tegas terhadap keberadaan penggilingan bantu ini," katanya.
(KR-STR)