Gunung Kidul (Antara Jogja) - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak bisa mendata jumlah industri kacang mete di daerah ini karena tergolong industri rumahan.
Kepala Disperindag Gunung Kidul Hidayat di Gunung Kidul, Kamis, mengatakan meskipun ada tanaman mete di daerah ini, namun industri pengolahan mete tidak terlalu banyak dan skalanya masih rumahan sehingga tidak bisa mendata jumlahnya.
"Selama 2,5 tahun saya menjabat belum ada izin mengenai industri mete, mungkin masih bersifat rumahan," kata Hidayat.
Untuk itu, Disperindag tidak mengetahui jumlah pasti perajin mete sehingga apakah ada pengaruh ekspor glondongan mete berpengaruh terhadap para pengrajin. "Kami tidak tahu," katanya.
Pengusaha mete di Karangmojo, Gunung Kidul, mengakui produksi bahan baku mete terus menurun dalam 3 tahun terakhir. Pengusaha terpaksa mendatangkan mete dari luar Gunung Kidul.
"Kami harus mendatangkan dari luar Gunung Kidul, seperti daerah Pacitan (Jatim) dan Wonogiri (Jateng)," kata Ketua Kelompok Usaha Bersama, Dadi Mulyo, Padukuhan Banjardowo, Desa Gedangrejo, Karangmojo.
Ia mengatakan pihaknya terpaksa mendatangkan mete dari luar daerah karena produsiksi di daerah ini menurun hingga 50 persen. Musim panen di Desa Karangmojo, Desa Jatiayu, dan Gedangrejo hanya mampu mengasilkan 35-40 ton mete. Padahal sebelumnya bisa menghasilkan 70 ton.
Dadi mengatakan di daerah ini terdapat 30 perajin yang membutuhkan 1,5 ton mete per bulan sehingga pihaknya terpaksa mendatangkan dari luar. Hal ini membawa konsekuensi meningkatnya ongkos produksi.
"Panen di daerah kami hanya terjadi sekali dalam setahun dari Agustus hingga Desember," kata dia.
(U.KR-STR)
Kepala Disperindag Gunung Kidul Hidayat di Gunung Kidul, Kamis, mengatakan meskipun ada tanaman mete di daerah ini, namun industri pengolahan mete tidak terlalu banyak dan skalanya masih rumahan sehingga tidak bisa mendata jumlahnya.
"Selama 2,5 tahun saya menjabat belum ada izin mengenai industri mete, mungkin masih bersifat rumahan," kata Hidayat.
Untuk itu, Disperindag tidak mengetahui jumlah pasti perajin mete sehingga apakah ada pengaruh ekspor glondongan mete berpengaruh terhadap para pengrajin. "Kami tidak tahu," katanya.
Pengusaha mete di Karangmojo, Gunung Kidul, mengakui produksi bahan baku mete terus menurun dalam 3 tahun terakhir. Pengusaha terpaksa mendatangkan mete dari luar Gunung Kidul.
"Kami harus mendatangkan dari luar Gunung Kidul, seperti daerah Pacitan (Jatim) dan Wonogiri (Jateng)," kata Ketua Kelompok Usaha Bersama, Dadi Mulyo, Padukuhan Banjardowo, Desa Gedangrejo, Karangmojo.
Ia mengatakan pihaknya terpaksa mendatangkan mete dari luar daerah karena produsiksi di daerah ini menurun hingga 50 persen. Musim panen di Desa Karangmojo, Desa Jatiayu, dan Gedangrejo hanya mampu mengasilkan 35-40 ton mete. Padahal sebelumnya bisa menghasilkan 70 ton.
Dadi mengatakan di daerah ini terdapat 30 perajin yang membutuhkan 1,5 ton mete per bulan sehingga pihaknya terpaksa mendatangkan dari luar. Hal ini membawa konsekuensi meningkatnya ongkos produksi.
"Panen di daerah kami hanya terjadi sekali dalam setahun dari Agustus hingga Desember," kata dia.
(U.KR-STR)