Potensi lahan mete belum dikelola maksimal

id lahan mete

Potensi lahan mete belum dikelola maksimal

Seorang pedagang sedang menyortir biji kacang mete untuk dijual (sultra.antaranews.com)

Gunung Kidul (ANTARA Jogja) - Potensi lahan mete seluas 25.000 hektare di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, belum dimanfaatkan maksimal oleh petani di wilayah setempat.

"Dari 25.000 hektare baru ditanami sekitar 16.658 hektare yang dikelola oleh 210 kelompok tani. Berdasarkan laporan yang masuk, pohon mete juga banyak yang ditebangi oleh petani," kata Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Anik Indarwati, di Gunung Kidul, Kamis.

Ia mengatakan, kecamatan sentra penghasil kacang mete adalah Kecamatan Semin, Ngawen, Karangmojo dan Semanu.

Setiap panen pada luas lahan 1.052 hektare dengan produksi gelondong 36.112 ton per tahun atau 200 ton per tahun kacang mete yang dikerjakan 20 perajin.

"Harga kacang mete kualitas I Rp90.000 per kilogram, sedangkan kualitas II Rp55.000 hingga Rp65.000 per kilogram. Harga kacang mete akan semakin mahal saat menjelang Lebaran dan Natal," kata dia.

Ia mengatakan, untuk meningkatkan pendapatan petani, Dinas Kehutanan dan Perkebunan membantu petani dengan memberikan bantuan dan mendukung didirikannya unit pengolahan dan pemasaran mete (UPPM) di Kecamatan Karangmojo.

Selain itu, kata dia, terbangun kebun induk Mete Meteor seluas tiga hektare di Kecamatan Semanu yang telah diluncurkan Menteri Pertanian sebagai sumber benih nasional dan tujuh hektare di RPH Giring serta tersedia kebun blok penghasil tinggi di Ngawen seluas tiga hektare.

"Kami berharap, petani memelihara tanaman mete dan kembali menanam mete di area lahan tegalan di sela-sela area tamanan. Hal ini bisa menambah pendapatan di luar tanaman pokok. Tanaman mete tidak harus ditanam di area yang subur tetapi di lahan tandus pun dapat tumbuh," kata dia.

Ia menuturkan, kendala dalam mengembangkan mete yakni belum adanya kontinyuitas produksi perkebunan dan produktivitas rendah.

Selain itu budidaya tanaman perkebunan sebagian besar dengan sistem tumpang sari dan tumpang gilir dan belum adanya konsistensi penaman tanaman perkebunan di tingkat petani yakni jenis tanaman menyesuaikan dengan musim dan pangsa pasar.

"Petani lebih memilih menanam tanaman yang langsung menghasilkan uang, dari pada harus menunggu bertahun-tahun dan hasilnya belum pasti sehingga banyak tanaman mete yang ditebang," kata dia.

(KR-STR)