Gunungkidul (ANTARA) - Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, melaksanakan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) pada tanaman mete untuk menekan serangan hama penyakit.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul Raharjo Yuwono di Gunungidul, Senin, mengatkan gerakan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) pada tanaman mete di Kelompok Tani Binangun Kapanewon Karangmojo sebagai salah satu sentra produksi mete.
Lokasi gerakan pengendalian berada di Bulak Dulgunung dengan luasan mencapai 3-5 hektare.
"Kegiatan ini bertujuan untuk menekan serangan hama dan penyakit yang selama ini menjadi ancaman bagi produktivitas tanaman mete di wilayah tersebut," kata Raharjo.
Ia mengatakan tanaman mete merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Gunungkidul yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Namun, produktivitas dan kualitas hasil tanaman mete seringkali terganggu oleh serangan OPT. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya pengendalian OPT yang terkoordinasi dan berkelanjutan.
"Oleh karena itu, gerakan pengendalian tanaman mete ini diadakan untuk melindungi tanaman dari kerusakan dan memastikan hasil panen yang optimal," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Perkebunan dan Hortikultura Aning Sri Mintarsih mengatakan gerakan yang dilaksanakan bersama Badan Penyuluh Pertanian Karangmojo, POPT, bhabinkantibmas, serta babinsa serta melibatkan anggota kelompok tani.
Petani mendapatkan pengetahuan mengenai teknik pengendalian OPT, identifikasi hama dan penyakit, serta penggunaan pestisida yang tepat dan ramah lingkungan.
"Kegiatan ini sangat penting untuk menjaga produktivitas tanaman mete, yang merupakan salah satu komoditas unggulan Gunungkidul. Melalui gerakan pengendalian ini, kami berupaya mengurangi dampak negatif dari serangan OPT yang seringkali menyebabkan penurunan kualitas dan hasil panen," katanya.
Dia mengatakan pelaksanaan kegiatan, beberapa metode pengendalian diterapkan, mulai dari pengendalian secara budidaya seperti pemangkasan dan pengaturan jarak tanam, hingga pengendalian mekanis dan biologis.
Salah satu pendekatan yang mendapat perhatian adalah penggunaan biopestisida dan pelepasan musuh alami untuk mengendalikan hama secara alami, sehingga dapat mengurangi penggunaan bahan kimia.
"Selain itu, pemasangan perangkap hama dan pengumpulan serta pemusnahan bagian tanaman yang terinfeksi juga dilakukan secara serentak di seluruh wilayah target," katanya.
Menurut dia, keberhasilan gerakan ini tidak lepas dari peran serta para petani dan dukungan dari berbagai pihak, yang ikut serta dalam penyuluhan dan pelatihan.
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi model bagi pengendalian OPT di wilayah lain dan berkelanjutan di tahun-tahun mendatang.
"DKP Gunungkidul berencana untuk melanjutkan program ini dengan meningkatkan kapasitas petani melalui penyuluhan berkelanjutan dan dukungan sarana prasarana, guna memastikan tanaman mete di Gunungkidul tetap produktif dan berkualitas tinggi," katanya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Binangun Eli Setiawan mengatakan dalam dua bulan terakhir, populasi hama penggerek bunga dan penyakit antraknosa dilaporkan menurun drastis, hingga mencapai 60 persen dari kondisi sebelumnya.
"Gerakan ini sangat membantu kami, para petani mete, dalam mengurangi kerugian akibat hama. Kami juga diajarkan cara-cara pengendalian yang ramah lingkungan, sehingga kami bisa melindungi tanaman kami tanpa merusak lingkungan sekitar," katanya.