Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Menteri Sosial Idrus Marham meyakini Program Keluarga Harapan (PKH) akan kembali menurunkan 1 persen angka kemiskinan pada masa akhir periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Kita harapkan pada akhir periode pertama jabatan Pak Jokowi (angka kemiskinan) turun menjadi 9 persen, berarti kita akan turunkan 1 persen lebih ," kata Idrus Marham seusai membuka acara Bimbingan Pemantapan SDM Pelaksana Program Keluarga Harapan Tahun 2018 di Yogyakarta, Selasa.
Menurut Idrus, sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir 2017 jumlah angka kemiskinan telah berkurang dari 27 juta jiwa menjadi 26.580.000 jiwa atau setara 10,12 persen. Pengurangan itu, diklaim Idrus berkat dari gencarnya implementasi PKH.
"Kami yakin (angka kemiskinan) bisa (turun kembali), sepanjang para pendamping-pendamping itu efektif menghadapi keluarga (penerima manfaat)," kata dia.
Oleh sebab itu, kata dia, tugas para pendamping PKH dengan kualitas yang dimiliki akan lebih diefektifkan kembali. Untuk daerah yang dinilai sulit dijangkau, satu pendamping tidak banyak menangani keluarga penerima manfaat, namun untuk daerah yang tergolong mudah akses komunikasinya, satu pendamping bisa menangani 200 hingga 250 keluarga penerima manfaat.
Selain itu, para pendamping PKH juga telah menandatangani pakta integritas, di mana mereka tidak boleh terlibat politik praktis dalam menjalankan tugasnya.
"Apabila di antara mereka nyata-nyata terlibat politik praktis dalam Pilkada, maka tentu kita akan memberikan SP (surat peringatan) 1, SP 2. Selama ini sudah ada temuan tetapi belum terbukti," kata Idrus.
Dalam rangka untuk meningkatkan status kehidupan keluarga yang tidak mampu menjadi mampu dan miskin menjadi mandiri, menurut dia, Kemensos berkomitmen meningkatkan penerimaan PKH.
Pada 2019, ia menargetkan jumlah penerima PKH mencapai 10 juta keluarga atau setara 40 juta jiwa. Dengan demikian jumlah penerima PKH telah melampaui angka kemiskinan yang jumlahnya 26 juta jiwa.
"Belum lagi rastra (beras sejahtera). Rastra itu 15.500.000 keluarga setara 65 juta jiwa. Berarti yang perlu kita lakukan adalah meningkatkan indeks penerimaannya, bukan jumlah penerimanya," kata dia.
"Kita harapkan pada akhir periode pertama jabatan Pak Jokowi (angka kemiskinan) turun menjadi 9 persen, berarti kita akan turunkan 1 persen lebih ," kata Idrus Marham seusai membuka acara Bimbingan Pemantapan SDM Pelaksana Program Keluarga Harapan Tahun 2018 di Yogyakarta, Selasa.
Menurut Idrus, sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir 2017 jumlah angka kemiskinan telah berkurang dari 27 juta jiwa menjadi 26.580.000 jiwa atau setara 10,12 persen. Pengurangan itu, diklaim Idrus berkat dari gencarnya implementasi PKH.
"Kami yakin (angka kemiskinan) bisa (turun kembali), sepanjang para pendamping-pendamping itu efektif menghadapi keluarga (penerima manfaat)," kata dia.
Oleh sebab itu, kata dia, tugas para pendamping PKH dengan kualitas yang dimiliki akan lebih diefektifkan kembali. Untuk daerah yang dinilai sulit dijangkau, satu pendamping tidak banyak menangani keluarga penerima manfaat, namun untuk daerah yang tergolong mudah akses komunikasinya, satu pendamping bisa menangani 200 hingga 250 keluarga penerima manfaat.
Selain itu, para pendamping PKH juga telah menandatangani pakta integritas, di mana mereka tidak boleh terlibat politik praktis dalam menjalankan tugasnya.
"Apabila di antara mereka nyata-nyata terlibat politik praktis dalam Pilkada, maka tentu kita akan memberikan SP (surat peringatan) 1, SP 2. Selama ini sudah ada temuan tetapi belum terbukti," kata Idrus.
Dalam rangka untuk meningkatkan status kehidupan keluarga yang tidak mampu menjadi mampu dan miskin menjadi mandiri, menurut dia, Kemensos berkomitmen meningkatkan penerimaan PKH.
Pada 2019, ia menargetkan jumlah penerima PKH mencapai 10 juta keluarga atau setara 40 juta jiwa. Dengan demikian jumlah penerima PKH telah melampaui angka kemiskinan yang jumlahnya 26 juta jiwa.
"Belum lagi rastra (beras sejahtera). Rastra itu 15.500.000 keluarga setara 65 juta jiwa. Berarti yang perlu kita lakukan adalah meningkatkan indeks penerimaannya, bukan jumlah penerimanya," kata dia.