Kulon Progo (Antaranews Jogja) - Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mendorong masyarakat mengembangkan unit pembenihan rakyat, khususnya benih lele seiring tingginya permintaan pasar.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulon Progo Sudarna di Kulon Progo, Minggu, mengatakan di wilayah ini ada 67 unit pembenihan, yang terdiri dari dua unit pembenihan milik pemerintah dan 65 unit milik masyarakat.
"Pasar benih ikan, khususnya lele sangat terbuka lebar dan menjanjikan. Permintaan benih sangat tinggi, yakni 120 juta hingga 130 juta ekor per tahun. Namun, dari 67 unit pembenihan baru dapat memproduksi sekitar 90 juta hingga 100 juta ekor per tahun," kata Sudarna.
Ia mengakui produksi benih yang dihasilkan unit pembenihan rakyat (UPR) milik pemerintah sangat rendah, sehingga tidak mampu mencukupi permintaan pasar.
Begitu juga, UPR yang dikembangkan masyarakat tidak mampu memproduksi benih dalam jumlah besar karena terkendala indukan dan kemampun sumber daya manusia (SDM) soal pembenihan.
"Kami menyadari kelamahan dalam pengembangan pusat pembenihan, yakni keterbatasan SDM yang profesional dibidang pembenihan," katanya.
Sudarna mengatakan dari 65 UPR milik masyarakat, baru sembilan UPR yang menerapkan standar operasional pembenihan, sehingga mengantongi sertifikat karena penerapan cara pembenihan ikan yang baik (CBIB).
Kepemilikan sertifikat CBIB menandakan bahwa UPR tersebut memproduksi benih ikan unggul dan produksinya dijamin kualitasnya.
"Kami menargetkan setiap tahun ada UPR yang memiliki sertifat CBIB," katanya.
Meski demikian, ia menargetkan Kulon Progo swasembada benih ikan pada 2020 sehingga, daerah tersebut menjadi eksportir benih ikan murni.
"Saat ini, benih ikan dari Kulon Progo dijual ke kabupaten tetangga, tapi benih ikan tetangga juga banyak yang masuk ke Kulon Progo," katanya.
Sudarna mengatakan keunggulan benih ikan dari Kulon Progo yakni dapat bertahan dan berkembang di lingkungan dengan segala kondisi. Benih ikan dari Kulon Progo dikembangkan di media ekstrim seperti terpal. Hal ini berbeda dengan kebiasan pembenihan ikan di sawah.
"Benih ikan Kulon Progo tidak tergantung pada alam, sehingga benih lebih tahan kondisi ekstrim," katanya.
Koordinator Asosiasi Cacing Sutera DIY Wagiran mengatakan guna mendukung UPR ikan, pihaknya melakukan budi daya cacing sutera.
Saat ini, pihaknya mengembangkan sentra cacing sutera di Kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) Mino Tirto Manunggal, Triharjo, Wates.
Menurut dia, kunci keberhasilan pengembangan budi daya cacing sutera adalah aliran limbah secara berkesinambungan.
"Kami punya sentra lele yang menghasilkan limbah. Limbah tersebut bisa menjadi makanan gratis dan menghasilkan cacing sutera yang banyak," katanya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulon Progo Sudarna di Kulon Progo, Minggu, mengatakan di wilayah ini ada 67 unit pembenihan, yang terdiri dari dua unit pembenihan milik pemerintah dan 65 unit milik masyarakat.
"Pasar benih ikan, khususnya lele sangat terbuka lebar dan menjanjikan. Permintaan benih sangat tinggi, yakni 120 juta hingga 130 juta ekor per tahun. Namun, dari 67 unit pembenihan baru dapat memproduksi sekitar 90 juta hingga 100 juta ekor per tahun," kata Sudarna.
Ia mengakui produksi benih yang dihasilkan unit pembenihan rakyat (UPR) milik pemerintah sangat rendah, sehingga tidak mampu mencukupi permintaan pasar.
Begitu juga, UPR yang dikembangkan masyarakat tidak mampu memproduksi benih dalam jumlah besar karena terkendala indukan dan kemampun sumber daya manusia (SDM) soal pembenihan.
"Kami menyadari kelamahan dalam pengembangan pusat pembenihan, yakni keterbatasan SDM yang profesional dibidang pembenihan," katanya.
Sudarna mengatakan dari 65 UPR milik masyarakat, baru sembilan UPR yang menerapkan standar operasional pembenihan, sehingga mengantongi sertifikat karena penerapan cara pembenihan ikan yang baik (CBIB).
Kepemilikan sertifikat CBIB menandakan bahwa UPR tersebut memproduksi benih ikan unggul dan produksinya dijamin kualitasnya.
"Kami menargetkan setiap tahun ada UPR yang memiliki sertifat CBIB," katanya.
Meski demikian, ia menargetkan Kulon Progo swasembada benih ikan pada 2020 sehingga, daerah tersebut menjadi eksportir benih ikan murni.
"Saat ini, benih ikan dari Kulon Progo dijual ke kabupaten tetangga, tapi benih ikan tetangga juga banyak yang masuk ke Kulon Progo," katanya.
Sudarna mengatakan keunggulan benih ikan dari Kulon Progo yakni dapat bertahan dan berkembang di lingkungan dengan segala kondisi. Benih ikan dari Kulon Progo dikembangkan di media ekstrim seperti terpal. Hal ini berbeda dengan kebiasan pembenihan ikan di sawah.
"Benih ikan Kulon Progo tidak tergantung pada alam, sehingga benih lebih tahan kondisi ekstrim," katanya.
Koordinator Asosiasi Cacing Sutera DIY Wagiran mengatakan guna mendukung UPR ikan, pihaknya melakukan budi daya cacing sutera.
Saat ini, pihaknya mengembangkan sentra cacing sutera di Kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) Mino Tirto Manunggal, Triharjo, Wates.
Menurut dia, kunci keberhasilan pengembangan budi daya cacing sutera adalah aliran limbah secara berkesinambungan.
"Kami punya sentra lele yang menghasilkan limbah. Limbah tersebut bisa menjadi makanan gratis dan menghasilkan cacing sutera yang banyak," katanya.