Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat intensitas “fogging” di wilayah yang menjadi sasaran penyebaran nyamuk aedes aegypti mengandung bakteri wolbachia mengalami penurunan cukup signifikan.
“Sebaran nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia di wilayah sasaran sudah cukup tinggi. Dari catatan, dapat diketahui jika intensitas ‘fogging’ pun mengalami penurunan dibanding sebelum ada nyamuk ber-wolbachia,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi di sela paparan pengendalian vektor dengue di Yogyakarta, Selasa (14/5).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, wilayah Tegalrejo dan Jetis yang kerap melakukan “fogging” untuk mengantisipasi penularan demam berdarah (DB) pada 2016, hampir tidak lagi mengajukan permohonan “fogging” pada 2018.
Kecamatan Tegalrejo pada 2016 mengajukan 31 kali “fogging” namun pada 2018 sama sekali tidak melakukan “fogging”, sedangkan Kecamatan Jetis yang melakukan 24 kali “fogging” pun hanya mengajukan dua kali “fogging”.
Sementara itu, di wilayah yang belum menjadi sasaran penyebaran nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia seperti Kecamatan Kotagede masih ada permintaan “fogging” yang cukup banyak, bahkan temuan kasus demam berdarah di wilayah tersebut juga cukup tinggi.
“Artinya, penyebaran nyamuk aedes aegypti yang sudah mengandung bakteri wolbachia memberikan pengaruh pada penurunan jumlah kasus demam berdarah,” katanya.
Heroe berharap, program penelitian yang dilakukan oleh World Mosquito Program tersebut dapat dilanjutkan hingga ke seluruh wilayah di Kota Yogyakarta untuk menekan kasus demam berdarah.
“Saat ini, memang terjadi kenaikan kasus DB di bagian selatan Kota Yogyakarta yang belum menjadi sasaran penyebaran nyamuk ber-wolbachia,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Fita Yulia mengatakan, permohonan “fogging” hanya dapat dilakukan jika di wilayah tersebut terjadi penularan DB. “Atau jika ada kasus kematian meskipun penderitanya hanya satu,” katanya.
Namun demikian, lanjut Fita, pelaksanaan “fogging” tidak bisa menjadi andalan masyarakat untuk mencegah penularan DB. “Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dan menjaga kebersihan lingkungan tetap harus dilakukan,” katanya.
Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat di Kelurahan Kricak Kecamatan Tegalrejo Yogyakarta Tri Erlin Rahayu mengatakan, wilayahnya selalu menjadi juara karena banyaknya kasus DB. Namun, kasus DB berkurang sejak ada program penyebaran nyamuk ber-wolbachia.
“Setelah ada penyebaran nyamuk ber-wolbachia, hampir tidak lagi terdengar ada warga yang terkena DB,” katanya yang tetap meminta masyarakat untuk memperhatikan kondisi kebersihan lingkungan dan mengaktifkan pemantau jentik.
Sementara itu, berdasarkan hasil awal penelitian epidemiologis terkendali yang dilakukan World Mosquito Program menunjukkan angka insidensi dengue yang lebih rendah pada wilayah yang menjadi sasaran penyebaran nyamuk ber-wolbachia dibanding wilayah yang tidak di intervensi.
Di Yogyakarta yang menjadi wilayah penelitian, penurunan dengue tercatat mencapai 72 persen selama 21 bulan pascapelepasan nyamuk. Kegiatan penelitian akan dilakukan hingga 2020.
intensitas "fogging" turun di kawasan penyebaran nyamuk "wolbachia"
Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi saat menyampaikan paparan terkait kasus DB usai penyebaran nyamuk aedes aegypti yang sudah mengandung bakteri wolbachia (ANTARA Foto/Eka Arifa Rusqiyati)