Sleman (ANTARA) - Desa Wukirharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta secara swadaya mengaktifkan kembali sumur bor yang ada di wilayah setempat guna mengantisipasi bencana kekeringan pada musim kemarau ini.

"Kami akan mengaktifkan kembali sumur bor yang terletak di depan Balai Desa Wukirharjo untuk mengantisipasi ancaman kekeringan pada musim kemarau," kata Kepala Desa Wukirharjo, Kecamatan Prambanan Turaji, Senin.

Menurut dia, ancaman kekeringan di wilayah perbukitan di Kecamatan Prambanan hampir terjadi setiap tahun saat memasuki musim kemarau.

"Seperti di Wukirharjo ini juga potensi kekeringan masih tinggi, meskipun di beberapa dusun sudah mulai dialiri jaringan Organisasi Pengelola Air (OPA). Namun belum semua dusun bisa terjangkau OPA, apalagi kalau kemarau ini pasti banyak yang membutuhkan air sehingga untuk OPA penggunaannya digilir," katanya.

Ia mengatakan, selama ini pihaknya selalu mengandalkan pasokan air bersih dari OPA yang terletak di Desa Sumberharjo, Prambanan.

"Memang jika nanti jaringan OPA bermasalah, sumur bor ini bisa menjadi cadangan," katanya.

Turaji mengatakan, pada musim kemarau sebelumnya, di Desa Wukirharjo yang sering bermasalah adalah satu dusun di Dusun Watukangsi. Letaknya di sisi utara pegunungan.

"Di Watukangsi ada 300 kepala keluarga (KK). Selama OPA lancar tidak masalah, tapi kebutuhannya air bukan cuma untuk manusia tapi juga ternak," katanya.

Ia mengatakan, sumur bor yang ada di Wukirharjo sebenarnya sudah ada sejak 2006. Namun sudah lama tidak beroperasi karena ada kerusakan.

"Sumur bor dengan kedalaman 60 meter tersebut dapat digunakan untuk menyuplai 100 KK. Debit airnya satu liter per detik. Memang kecil tapi kami harapkan bisa untuk mencukupi kebutuhan masyarakat," katanya.

Pengurus Organisasi Pengelolaan Air (OPA) Kecamatan Prambanan Murjiyanto mengatakan, permasalahan kekurangan air sebenarnya bisa teratasi dengan kehadiran OPA. Hanya saja belum semua masyarakat berlangganan OPA sehingga beban operasional cukup besar.

"Selain itu permasalahan juga terkait gravitasi untuk mengalirkan air dan jarak antar rumah yang berjauhan. Sehingga dibutuhkan banyak pipa yang digunakan untuk mengalirkan air ke rumah warga," katanya.

Ia mengatakan, sebenarnya debit air OPA yang berada di Desa Bokoharjo, Prambanam bisa mencukupi kebutuhan pokok masyarakat, sehingga tidak perlu ada droping air.

"Yang jelas untuk bisa zero droping air harus memaksimalkan OPA dulu, kalau memang benar tidak bisa mencukupi kebutuhan pokok yaitu untuk konsumsi sehari-hari baru droping. Kalau ada satu yang minta droping semua pasti minta," katanya.

Baca juga: Pemda DIY menjamin kesiapan anggaran atasi kekeringan di Gunung Kidul

Pewarta : Victorianus Sat Pranyoto
Editor : Luqman Hakim
Copyright © ANTARA 2024