Sleman (ANTARA) - Warga Desa Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang tergabung dalam Paguyuban Sindu Tolak Asat (PSTA) mendatangi kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman, Kamis, untuk menyampaikan penolakan rencana penambangan pasir dan batu di aliran Sungai Gendol.

Puluhan warga Sindumartani tersebut meminta agar DLH Kabupaten Sleman tidak mengeluarkan izin. Supaya penambangan galian C oleh CV Kayon tidak bisa dilaksanakan.

"Karena dari penambangan tersebut lebih banyak dampak negatifnya," kata Ketua PSTA Mahmudin.

Menurut dia, tidak kurang dari 2.100 warga Sindumartani telah menyatakan menolak kegiatan material galian C itu. Karena warga dari 11 dusun yang ada di Sindumartani menggantungkan hidup pada mata air di Sungai Gendol.

"Jika dinas mengeluarkan rekomendasi dan penambangan berjalan, kami khawatir akan kekurangan air. Padahal saat kemarau, sumber air yang berada di Sungai Gendol tidak pernah surut. Tidak bisa digantikan dengan sumur bor sebab air di Gendol juga untuk pertanian dan perikanan," katanya.

Ia meminta kejelasan kepada DLH Sleman terkait proses pengajuan rekomendasi. Sebab, sejauh ini masyarakat belum tahu keputusan yang diambil oleh dinas.

"Kalau bisa izinnya jangan sampai keluar. Kalau sudah diproses kami mohon untuk merevisi atau membatalkan," katanya.

Kepala DLH Kabupaten Sleman Dwi Anta Sudibya mengatakan tidak bisa menolak dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Perantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) yang diajukan oleh CV Kayon.

"Kami mengacu pada regulasi yang berlaku. Selain itu, pihak pemrakarsa telah mengantongi izin atau rekomendasi dari instansi-instansi terkait. Kalau kami menolak justru melanggar, karena dalam hal ini posisi kami hanya sub-perizinan," katanya.

Ia mengatakan, meski demikian, pihaknya tidak akan memberikan rekomendasi jika di lapangan masih ditemui masalah.

"Sebelum mengeluarkan rekomendasi, pihak pemrakarsa harus memenuhi empat hal. Yakni biotik, abiotik, sosial dan budaya," katanya.

Menurut dia, keempat hal itu harus tidak ada masalah, kalau salah satu itu belum terpenuhi pihaknya tidak akan mengeluarkan rekomendasi lingkungannya.

"UKL-UPL akan terbitkan namun dengan catatan. Yakni CV Kayon harus memberikan bukti kepada dinas dengan menyertakan berita acara. Kami perlu ada bukti itu," katanya.

Ia mengatakan, pihak pemrakarsa pada dasarnya telah mengajukan dokumen UKL-UPL. Bahkan pada 29 Oktober lalu sudah disidangkan. Hanya saja masih ada banyak catatan dan pihak pemrakarsa harus membenahi hal tersebut.

"Termasuk di dalam notulen itu kami sertakan surat resmi dari warga yang menyatakan keberatan," katanya.

Pihaknya memberikan waktu dua minggu kepada pemrakarsa untuk membenahi dokumen tersebut terhitung sejak 4 November atau setelah dinas mengirimkan notulen kepada pemrakarsa secara resmi.

"Setelah diperbaiki akan kami cermati lagi, kalau masih ada aspek sosial yang belum terpenuhi, rekomendasi tidak akan keluar," katanya.
 

Pewarta : Victorianus Sat Pranyoto
Editor : Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2024