Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melepasliarkan 23 ekor ular di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) setelah diselamatkan dari banjir di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
"Mereka terdiri dari 21 ekor ular piton atau sanca batik (Python reticulatus) dan dua ekor ular kobra (Naja sputatrix)," kata Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Indra Exploitasia melalui keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan pelepasliaran tersebut bagian dari program penguatan konservasi in-situ, dengan mengacu ketentuan pelepasliaran guna mendukung peningkatan populasi spesies target dan upaya keseimbangan ekosistem di wilayah TNGHS.
Pelepasliaran hewan mangsa dan pemangsa di kawasan TNGHS dinilai strategis karena kawasan tersebut merupakan habitat burung Elang Jawa sebagai satwa kunci.
"Ular merupakan salah satu mangsa utama dari burung Elang Jawa, di sisi lain ular juga sebagai pemangsa dari satwa pengerat (rodentia) yang ada di TNGHS," katanya.
Indra mengatakan KLHK juga berencana melepasliarkan jenis-jenis satwa lain yang merupakan satwa asli atau lokal di habitat tersebut.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak Ahmad Munawir mengatakan pemilihan kawasan TNGHS sebagai tempat pelepasliaran didasarkan atas hasil kajian daya dukung habitat dan pertimbangan sosial, seperti jarak dari permukiman penduduk yang dilakukan oleh balai TNGHBS dan mitra.
Pengelola Pusat Penyelamatam Satwa (PPS), yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta, kata dia, membutuhkan dukungan banyak pihak dalam melakukan upaya penyelamatan satwa, rehabilitasi, habituasi, dan terutama kerja sama penyediaan lokasi pelepasliaran satwa seperti kawasan TNGHS.
"Mereka terdiri dari 21 ekor ular piton atau sanca batik (Python reticulatus) dan dua ekor ular kobra (Naja sputatrix)," kata Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Indra Exploitasia melalui keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan pelepasliaran tersebut bagian dari program penguatan konservasi in-situ, dengan mengacu ketentuan pelepasliaran guna mendukung peningkatan populasi spesies target dan upaya keseimbangan ekosistem di wilayah TNGHS.
Pelepasliaran hewan mangsa dan pemangsa di kawasan TNGHS dinilai strategis karena kawasan tersebut merupakan habitat burung Elang Jawa sebagai satwa kunci.
"Ular merupakan salah satu mangsa utama dari burung Elang Jawa, di sisi lain ular juga sebagai pemangsa dari satwa pengerat (rodentia) yang ada di TNGHS," katanya.
Indra mengatakan KLHK juga berencana melepasliarkan jenis-jenis satwa lain yang merupakan satwa asli atau lokal di habitat tersebut.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak Ahmad Munawir mengatakan pemilihan kawasan TNGHS sebagai tempat pelepasliaran didasarkan atas hasil kajian daya dukung habitat dan pertimbangan sosial, seperti jarak dari permukiman penduduk yang dilakukan oleh balai TNGHBS dan mitra.
Pengelola Pusat Penyelamatam Satwa (PPS), yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta, kata dia, membutuhkan dukungan banyak pihak dalam melakukan upaya penyelamatan satwa, rehabilitasi, habituasi, dan terutama kerja sama penyediaan lokasi pelepasliaran satwa seperti kawasan TNGHS.