Yogyakarta (ANTARA) - Memperingati Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia 2025 yang jatuh di Bulan Ramadan, isu kesehatan gigi kembali menjadi sorotan, terutama terkait gangguan gigi sensitif yang kerap dianggap sepele. Padahal, berdasarkan studi terbaru, kondisi ini terbukti berdampak luas terhadap kualitas hidup, kesehatan fisik, hingga kondisi emosional.
Secara global, satu dari tiga orang dewasa mengalami gigi sensitif, namun masih banyak yang belum menyadari bahwa ini bukan sekadar ketidaknyamanan ringan, melainkan bisa menjadi indikasi awal kerusakan gigi seperti penipisan enamel dan terbukanya dentin.
“Gigi sensitif perlu ditangani dengan lebih serius, karena ini bukan sekedar masalah gigi, melainkan juga berpengaruh pada kualitas hidup,” kata Dhanica Mae Dumo-Tiu, General Manager Haleon Indonesia yang menekankan pentingnya akses masyarakat terhadap solusi yang tepat untuk mengelola masalah ini.
Penelitian yang dilakukan awal tahun 2024 oleh Haleon bersama Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI) dan IQVIA mengungkap bahwa 9 dari 10 penderita gigi sensitif mengalami penurunan kualitas hidup dan sebanyak 93 persen responden mengaku terganggu saat makan dan minum.
Baca juga: Dokter: Ngilu pada gigi bukan sesuatu yang normal
Hal sama juga disampaikan Dr. drg. Fatimah Maria Tadjoedin, Sp. Perio(K), pakar dari FKG UI yang menyatakan studi tersebut menunjukkan bahwa gigi sensitif bukanlah hanya ketidaknyamanan sesaat, namun juga kondisi yang memiliki pengaruh besar terhadap kualitas hidup.
"Banyak penderita yang tanpa sadar memilih untuk menghindari makanan tertentu, mengubah kebiasaan makan, atau bahkan menarik diri dari kegiatan sosial, daripada menangani akar masalahnya," katanya.
Tidak hanya fisik, dampak psikologis juga terlihat signifikan. Sebanyak 86 persen responden merasa cemas akan rasa sakit saat makan, yang berujung pada penurunan kepercayaan diri dan interaksi sosial.
Sejalan dengan tema global “A Happy Mouth is a Happy Mind”, para ahli mendorong masyarakat untuk lebih peduli pada kesehatan mulut sebagai bagian dari kesejahteraan holistik, Sensodyne berkomitmen untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya mengelola sensitivitas gigi, mendorong kebiasaan perawatan gigi yang lebih baik, serta mengadvokasi tindakan preventif.
Baca juga: Guru besar FKG UI ungkap penemuan terbaru dalam osseointegrasi implan gigi
Konsistensi dalam menjaga kebersihan mulut serta penggunaan produk perawatan yang sesuai disebut sebagai langkah preventif yang efektif. Dalam penelitian tersebut, mayoritas responden menyatakan adanya perbaikan gejala setelah menggunakan pasta gigi khusus untuk gigi sensitif.
“Penting bagi setiap orang untuk menyadari bahwa gigi sensitif dapat dikelola dengan penanganan yang tepat,” kata drg. Fatimah.
Ia menambahkan bahwa konsultasi rutin ke dokter gigi dan pemilihan produk perawatan gigi yang sesuai dapat memberikan dampak positif jangka panjang, tidak hanya untuk gigi tetapi juga untuk kesejahteraan secara umum.
Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia menjadi momen penting untuk mengedukasi masyarakat bahwa masalah gigi bukanlah hal remeh. Perawatan yang konsisten dan pendekatan yang menyeluruh dapat meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi beban kesehatan di masa depan.
Baca juga: 7 cara ampuh atasi sakit gigi dengan bahan alami yang patut kamu coba