Yogyakarta (ANTARA) - Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengukuhkan Prof. Ir. Trias Aditya Kurniawan Muhammad sebagai guru besar pertama di Departemen Teknik Geodesi UGM sejak departemen itu berdiri tahun 1959.
"Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para ketua departemen sekaligus juga guru-guru saya yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi kepada saya untuk bekerja dengan dedikasi semenjak saya masuk menjadi dosen di Teknik Geodesi," kata Trias dalam acara pengukuhannya sebagai guru besar di Balai Senat UGM, Yogyakarta, Selasa.
Dalam pidato pengukuhannya, Trias menyampaikan bahwa undang-undang dan peraturan yang mengamanatkan implementasi Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) belum optimal dalam memfasilitasi upaya berbagi data dan mendukung platform kolaborasi antar lembaga dan masyarakat.
Menurut dia, kemitraan yang seharusnya menjadi inti semangat pembangunan IIG belum terejawantahkan dengan baik.
Dia juga mengemukakan bahwa fondasi penting dalam bangunan IIG seperti spesifikasi teknis tentang data yang diperlukan oleh lebih dari satu kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah belum tersusun model data acuan, daftar kode, serta metadatanya.
"Sehingga heterogenitas sintaks, skema, dan semantik terus saja tidak terselesaikan dan terkesan tumpang tindih kewenangan," kata Trias.
Di samping itu, menurut dia, metadata belum dianggap penting dalam siklus pemetaan di Indonesia, padahal metadata geospasial dapat menjadi kunci keberhasilan pengelolaan data guna mewujudkan kemudahan pencarian data bagi pengguna.
Trias mengemukakan bahwa salah satu kendala besar dalam upaya mewujudkan kebijakan satu peta adalah tidak tersedianya metadata yang mencukupi tentang data dan peta yang dihasilkan oleh setiap lembaga.
Menurut dia, akurasi geometri, informasi sistem koordinat acuan, akurasi atribut, serta riwayat data seringkali tidak tersedia sehingga menimbulkan kerumitan dalam melakukan penilaian kualitas data yang akan diintegrasikan.
"Spesifikasi data yang minim atau bahkan belum tersedia menjadi kendala berarti untuk melakukan proses sinkronisasi yang padu sesuai dengan tingkat keberagaman skema dan semantik," kata dia.
Ia mengatakan bahwa kebijakan satu peta perlu diperkuat dengan spesifikasi data dan kerangka kualitas yang menyeluruh, yang meliputi data dasar dan tematik, termasuk data yang berasal dari partisipasi masyarakat.
Dalam lingkup tema yang lebih khusus seperti administrasi pertanahan, ia menyampaikan, Infrastruktur Informasi Pertanahan yang berisi kebijakan survei dan pemetaan, spesifikasi data, standar kualitas, sumber daya manusia pelaksana dan platform akses informasi sangat diperlukan untuk mewujudkan kepastian nilai dan hak atas tanah serta efektivitas tata ruang.
Trias menyebut penerapan strategi menggratiskan peta rupa bumi dengan resolusi tinggi atau skala besar yang telah dirintis oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai langkah yang tepat.
Penyediaan data gratis tersebut, menurut dia, memungkinkan penyampaian koreksi geometri dan atribut serta penambahan detail dari pengguna agar peta terkinikan.
"Pendekatan partisipatif untuk melakukan pembenahan data eksisting dan penambahan fitur geospasial melalui penyediaan platform, prosedur, dan standar operasional cara berpartisipasi dan validasi saling kontrol terhadap kualitas data partisipasi oleh pemerintah terhadap data partisipasi adalah hal menjanjikan," katanya.
"Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para ketua departemen sekaligus juga guru-guru saya yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi kepada saya untuk bekerja dengan dedikasi semenjak saya masuk menjadi dosen di Teknik Geodesi," kata Trias dalam acara pengukuhannya sebagai guru besar di Balai Senat UGM, Yogyakarta, Selasa.
Dalam pidato pengukuhannya, Trias menyampaikan bahwa undang-undang dan peraturan yang mengamanatkan implementasi Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) belum optimal dalam memfasilitasi upaya berbagi data dan mendukung platform kolaborasi antar lembaga dan masyarakat.
Menurut dia, kemitraan yang seharusnya menjadi inti semangat pembangunan IIG belum terejawantahkan dengan baik.
Dia juga mengemukakan bahwa fondasi penting dalam bangunan IIG seperti spesifikasi teknis tentang data yang diperlukan oleh lebih dari satu kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah belum tersusun model data acuan, daftar kode, serta metadatanya.
"Sehingga heterogenitas sintaks, skema, dan semantik terus saja tidak terselesaikan dan terkesan tumpang tindih kewenangan," kata Trias.
Di samping itu, menurut dia, metadata belum dianggap penting dalam siklus pemetaan di Indonesia, padahal metadata geospasial dapat menjadi kunci keberhasilan pengelolaan data guna mewujudkan kemudahan pencarian data bagi pengguna.
Trias mengemukakan bahwa salah satu kendala besar dalam upaya mewujudkan kebijakan satu peta adalah tidak tersedianya metadata yang mencukupi tentang data dan peta yang dihasilkan oleh setiap lembaga.
Menurut dia, akurasi geometri, informasi sistem koordinat acuan, akurasi atribut, serta riwayat data seringkali tidak tersedia sehingga menimbulkan kerumitan dalam melakukan penilaian kualitas data yang akan diintegrasikan.
"Spesifikasi data yang minim atau bahkan belum tersedia menjadi kendala berarti untuk melakukan proses sinkronisasi yang padu sesuai dengan tingkat keberagaman skema dan semantik," kata dia.
Ia mengatakan bahwa kebijakan satu peta perlu diperkuat dengan spesifikasi data dan kerangka kualitas yang menyeluruh, yang meliputi data dasar dan tematik, termasuk data yang berasal dari partisipasi masyarakat.
Dalam lingkup tema yang lebih khusus seperti administrasi pertanahan, ia menyampaikan, Infrastruktur Informasi Pertanahan yang berisi kebijakan survei dan pemetaan, spesifikasi data, standar kualitas, sumber daya manusia pelaksana dan platform akses informasi sangat diperlukan untuk mewujudkan kepastian nilai dan hak atas tanah serta efektivitas tata ruang.
Trias menyebut penerapan strategi menggratiskan peta rupa bumi dengan resolusi tinggi atau skala besar yang telah dirintis oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai langkah yang tepat.
Penyediaan data gratis tersebut, menurut dia, memungkinkan penyampaian koreksi geometri dan atribut serta penambahan detail dari pengguna agar peta terkinikan.
"Pendekatan partisipatif untuk melakukan pembenahan data eksisting dan penambahan fitur geospasial melalui penyediaan platform, prosedur, dan standar operasional cara berpartisipasi dan validasi saling kontrol terhadap kualitas data partisipasi oleh pemerintah terhadap data partisipasi adalah hal menjanjikan," katanya.