Yogyakarta (ANTARA) - Komunitas Independen Sadar Pemilu (KISP) melibatkan para kreator konten di Daerah Istimewa Yogyakarta(DIY) untuk menangkal narasi politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di media sosial menjelang Pemilu 2024.
Koordinator Umum KISP Moch Edward Trias Pahlevi saat dihubungi di Yogyakarta, Kamis, menuturkan para kreator konten muda yang rata-rata berlatar belakang mahasiswa di DIY telah dibekali materi kontra narasi politisasi SARA.
"Kami mengumpulkan anak muda se-DIY, perwakilan setiap kabupaten lima orang. Kami desain agar mereka mampu menjadi 'influencer' (pemengaruh) untuk menangkal politisasi SARA," ujar Edward.
Kontra narasi yang dilakukan, menurut dia, antara lain berwujud pembuatan video pendek yang selanjutnya disebar di medsos.
Selain politisasi SARA, menurut Edward, hoaks hingga potensi delegitimasi penyelenggara pemilu menjelang 2024 juga menjadi fokus para pembuat konten yang telah dibekali pelatihan melalui lingkar studi kepemiluan.
"Mereka membuat vlog, semacam video pendek berkaitan dengan pemilu tapi untuk menangkal isu SARA," kata dia.
Menurut Edward, pelibatan kreator konten penting mengingat Pemilu 2024 masih memiliki tantangan lalu-lintas informasi negatif khususnya di media sosial yang rawan memicu polarisasi masyarakat.
Karena itu, dia berharap mereka mampu memenuhi ruang-ruang digital dengan konten positif dan edukatif terkait kepemiluan.
"Saya yakin mereka bisa membuat angle-angle menarik apalagi di Tiktok, dan follower mereka juga lumayan. Mereka juga mampu memilah dan memilih informasi," ujar dia.
Berdasarkan kajian KSIP, dibandingkan Pemilu 2019 narasi politisasi SARA yang menyebar melalui platform Twitter, Tiktok, hingga Instagram diperkirakan semakin meningkat, khususnya mendekati masa kampanye.
"Di Tiktok lebih masif dan persebarannya lebih cepat. Dulu enggak ada Tiktok, sekarang saya amati tidak hanya hoaks tapi penggiringan emosi publik lebih masif," ucap dia.
Meski potensi SDM pembuat konten digital di DIY cukup besar, Edward mengakui hingga saat in jumlah generasi muda yang dilibatkan belum banyak mengingat keterbatasan pendanaan.
KISP, kata dia, siap berkolaborasi dengan Bawaslu untuk menggandeng lebih banyak kreator konten muda menjelang pemilu.
"Problemnya adalah mengumpulkan mereka butuh biaya yang seharusnya kalau ini ditangani Bawaslu atau KPU cukup sederhana," kata Edward.
Koordinator Umum KISP Moch Edward Trias Pahlevi saat dihubungi di Yogyakarta, Kamis, menuturkan para kreator konten muda yang rata-rata berlatar belakang mahasiswa di DIY telah dibekali materi kontra narasi politisasi SARA.
"Kami mengumpulkan anak muda se-DIY, perwakilan setiap kabupaten lima orang. Kami desain agar mereka mampu menjadi 'influencer' (pemengaruh) untuk menangkal politisasi SARA," ujar Edward.
Kontra narasi yang dilakukan, menurut dia, antara lain berwujud pembuatan video pendek yang selanjutnya disebar di medsos.
Selain politisasi SARA, menurut Edward, hoaks hingga potensi delegitimasi penyelenggara pemilu menjelang 2024 juga menjadi fokus para pembuat konten yang telah dibekali pelatihan melalui lingkar studi kepemiluan.
"Mereka membuat vlog, semacam video pendek berkaitan dengan pemilu tapi untuk menangkal isu SARA," kata dia.
Menurut Edward, pelibatan kreator konten penting mengingat Pemilu 2024 masih memiliki tantangan lalu-lintas informasi negatif khususnya di media sosial yang rawan memicu polarisasi masyarakat.
Karena itu, dia berharap mereka mampu memenuhi ruang-ruang digital dengan konten positif dan edukatif terkait kepemiluan.
"Saya yakin mereka bisa membuat angle-angle menarik apalagi di Tiktok, dan follower mereka juga lumayan. Mereka juga mampu memilah dan memilih informasi," ujar dia.
Berdasarkan kajian KSIP, dibandingkan Pemilu 2019 narasi politisasi SARA yang menyebar melalui platform Twitter, Tiktok, hingga Instagram diperkirakan semakin meningkat, khususnya mendekati masa kampanye.
"Di Tiktok lebih masif dan persebarannya lebih cepat. Dulu enggak ada Tiktok, sekarang saya amati tidak hanya hoaks tapi penggiringan emosi publik lebih masif," ucap dia.
Meski potensi SDM pembuat konten digital di DIY cukup besar, Edward mengakui hingga saat in jumlah generasi muda yang dilibatkan belum banyak mengingat keterbatasan pendanaan.
KISP, kata dia, siap berkolaborasi dengan Bawaslu untuk menggandeng lebih banyak kreator konten muda menjelang pemilu.
"Problemnya adalah mengumpulkan mereka butuh biaya yang seharusnya kalau ini ditangani Bawaslu atau KPU cukup sederhana," kata Edward.