Yogyakarta (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY-Jateng menyiapkan instrumen antifraud atau antikecurangan untuk mencegah kecurangan dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru atau PPDB sistem zonasi.
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY-Jateng Budhi Masturi di Yogyakarta, Selasa, mengatakan instrumen itu nantinya akan disampaikan dalam bentuk saran ringkasan kebijakan (policy brief) untuk seluruh instansi terkait, terutama dinas pendidikan kabupaten/kota dan provinsi.
"Kami akan fokus pada bagaimana instrumen itu bisa mencegah fraud yang dilakukan oleh orang tua dan masyarakat," kata dia.
Budhi mengakui sistem penyelenggaraan PPDB di SMP serta SMA/SMK di DIY sudah semakin baik.
Meski demikian, praktik kecurangan justru masih marak dilakukan olah oknum orang tua siswa.
"Sistemnya semakin baik, penyelenggaranya semakin baik tetapi justru kemudian orang tua yang melakukan praktik tidak patut dan kecurangan, sehingga 2024 sistem dalam petunjuk teknis (juknis) PPDB harus ada instrumen antifraud," kata dia.
Pada 2023, ORI DIY menerima 91 laporan dan informasi terkait praktik curang dalam PPDB dan setelah ditindaklanjuti tercatat sebanyak 30 kasus kecurangan yang sebagian besar dilakukan oleh orang tua siswa mulai dari menumpang kartu keluarga (KK), hingga joki wali murid atau joki perwalian.
Berdasarkan laporan yang diterima, kata dia, bahkan ada oknum kepala sekolah salah satu SMP di DIY yang menitipkan anaknya pada KK tukang kebun sekolah.
Menurut dia, praktik curang semacam itu masih terjadi karena banyak orang tua dan peserta didik yang mempertahankan pola pikir sekolah favorit.
"Karena mindset favoritisme masih kental, jadi orang tua masih melihat sekolah itu ada yang favorit dan enggak favorit," ujar Budhi.
Oleh karena itu, katanya, dalam instrumen antikecurangan PPDB yang tengah disiapkan ORI DIY nantinya harus memuat petunjuk teknis berstandar mulai SMP, SMA, dan SMK.
Dalam instrumen pencegahan itu, di antaranya alamat anak atau siswa harus sama dengan alamat orang tua dipastikan dengan verifikasi faktual. Dengan demikian, apabila diketahui menumpang KK orang lain, harus ditolak.
"Standar di SMP, SMA/SMK harus sama karena kalau kita lihat dari temuan polanya sama, modusnya sama, sehingga instrumen pencegahannya harus sama," kata dia.
Budhi menuturkan munculnya pola pikir sekolah favorit disertai praktik curang dalam PPDB seharusnya tidak perlu terjadi karena kualitas sekolah saat ini telah diupayakan merata sejak sistem zonasi diterapkan.
"Ini enggak pernah disampaikan ke publik jadi orang tua tidak tahu bahwa positif dari sistem zonasi itu, sekarang (kualitas sekolah) sudah menyebar," kata dia.
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY-Jateng Budhi Masturi di Yogyakarta, Selasa, mengatakan instrumen itu nantinya akan disampaikan dalam bentuk saran ringkasan kebijakan (policy brief) untuk seluruh instansi terkait, terutama dinas pendidikan kabupaten/kota dan provinsi.
"Kami akan fokus pada bagaimana instrumen itu bisa mencegah fraud yang dilakukan oleh orang tua dan masyarakat," kata dia.
Budhi mengakui sistem penyelenggaraan PPDB di SMP serta SMA/SMK di DIY sudah semakin baik.
Meski demikian, praktik kecurangan justru masih marak dilakukan olah oknum orang tua siswa.
"Sistemnya semakin baik, penyelenggaranya semakin baik tetapi justru kemudian orang tua yang melakukan praktik tidak patut dan kecurangan, sehingga 2024 sistem dalam petunjuk teknis (juknis) PPDB harus ada instrumen antifraud," kata dia.
Pada 2023, ORI DIY menerima 91 laporan dan informasi terkait praktik curang dalam PPDB dan setelah ditindaklanjuti tercatat sebanyak 30 kasus kecurangan yang sebagian besar dilakukan oleh orang tua siswa mulai dari menumpang kartu keluarga (KK), hingga joki wali murid atau joki perwalian.
Berdasarkan laporan yang diterima, kata dia, bahkan ada oknum kepala sekolah salah satu SMP di DIY yang menitipkan anaknya pada KK tukang kebun sekolah.
Menurut dia, praktik curang semacam itu masih terjadi karena banyak orang tua dan peserta didik yang mempertahankan pola pikir sekolah favorit.
"Karena mindset favoritisme masih kental, jadi orang tua masih melihat sekolah itu ada yang favorit dan enggak favorit," ujar Budhi.
Oleh karena itu, katanya, dalam instrumen antikecurangan PPDB yang tengah disiapkan ORI DIY nantinya harus memuat petunjuk teknis berstandar mulai SMP, SMA, dan SMK.
Dalam instrumen pencegahan itu, di antaranya alamat anak atau siswa harus sama dengan alamat orang tua dipastikan dengan verifikasi faktual. Dengan demikian, apabila diketahui menumpang KK orang lain, harus ditolak.
"Standar di SMP, SMA/SMK harus sama karena kalau kita lihat dari temuan polanya sama, modusnya sama, sehingga instrumen pencegahannya harus sama," kata dia.
Budhi menuturkan munculnya pola pikir sekolah favorit disertai praktik curang dalam PPDB seharusnya tidak perlu terjadi karena kualitas sekolah saat ini telah diupayakan merata sejak sistem zonasi diterapkan.
"Ini enggak pernah disampaikan ke publik jadi orang tua tidak tahu bahwa positif dari sistem zonasi itu, sekarang (kualitas sekolah) sudah menyebar," kata dia.