Bantul (ANTARA) - Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menyatakan daerah ini telah aman dari kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak setelah beberapa waktu lalu penyakit tersebut sempat merebak.
"Kalau kasus PMK di kami sudah tidak ada. Memang kemarin ada banyak ditemukan, namun sudah diatasi, dan untuk ternak mati akhirnya mendapat ganti rugi pemerintah sebesar Rp10 juta per ekor," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Bantul Joko Waluyo di Bantul, Jumat.
Pihaknya tidak hafal persis jumlah ternak sapi yang terkena PMK tersebut, namun untuk peternak yang mendapat ganti rugi karena sapi mati akibat kasus itu hampir 200.
Menurut dia, berbagai upaya yang telah dilakukan dalam mengantisipasi PMK pada ternak dengan melakukan vaksinasi yang difasilitasi dari Kementerian Pertanian (Kementan), kemudian melalui petugas kesehatan hewan melakukan desinfektan untuk kandang kelompok.
"Termasuk virus LSD (Lumpy Skin Disease) pada ternak sudah tidak ada, cuma sekarang yang masih ada itu cacing hati sama gomen. Cacing hati itu disebabkan karena pakan rumput yang mengandung keong sebagai media cacing," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, para peternak sapi disarankan agar memperhatikan rumput pakan yang akan diberikan untuk ternak benar-benar kering, tidak lembab, dengan terlebih dahulu menjemur di bawah sinar matahari.
"Keong kecil kecil itu biasanya menempati permukaan air sawah, sehingga kalau potong rumput terlalu dalam keong berpotensi terbawa, seharusnya diangin-anginkan, dijemur agar keong pada rontok, karena kalau keong dimakan ternak itu akan menjadi media telur cacing hati," katanya.
Joko mengatakan ternak sapi yang mengidap cacing hati memang tidak dapat dideteksi sejak masih hidup, karena tidak ada gejala yang terlihat secara fisik, melainkan ketika sudah disembelih dan dilihat hati sapi itu.
"Ciri-ciri sapi yang kena cacing hati ketahuan setelah disembelih. Biasanya kalau Idul Adha, makanya sebagai peternak juga rutin pengobatan cacing, paling tidak empat bulan sekali dikasih obat cacing," katanya.
"Kalau kasus PMK di kami sudah tidak ada. Memang kemarin ada banyak ditemukan, namun sudah diatasi, dan untuk ternak mati akhirnya mendapat ganti rugi pemerintah sebesar Rp10 juta per ekor," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Bantul Joko Waluyo di Bantul, Jumat.
Pihaknya tidak hafal persis jumlah ternak sapi yang terkena PMK tersebut, namun untuk peternak yang mendapat ganti rugi karena sapi mati akibat kasus itu hampir 200.
Menurut dia, berbagai upaya yang telah dilakukan dalam mengantisipasi PMK pada ternak dengan melakukan vaksinasi yang difasilitasi dari Kementerian Pertanian (Kementan), kemudian melalui petugas kesehatan hewan melakukan desinfektan untuk kandang kelompok.
"Termasuk virus LSD (Lumpy Skin Disease) pada ternak sudah tidak ada, cuma sekarang yang masih ada itu cacing hati sama gomen. Cacing hati itu disebabkan karena pakan rumput yang mengandung keong sebagai media cacing," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, para peternak sapi disarankan agar memperhatikan rumput pakan yang akan diberikan untuk ternak benar-benar kering, tidak lembab, dengan terlebih dahulu menjemur di bawah sinar matahari.
"Keong kecil kecil itu biasanya menempati permukaan air sawah, sehingga kalau potong rumput terlalu dalam keong berpotensi terbawa, seharusnya diangin-anginkan, dijemur agar keong pada rontok, karena kalau keong dimakan ternak itu akan menjadi media telur cacing hati," katanya.
Joko mengatakan ternak sapi yang mengidap cacing hati memang tidak dapat dideteksi sejak masih hidup, karena tidak ada gejala yang terlihat secara fisik, melainkan ketika sudah disembelih dan dilihat hati sapi itu.
"Ciri-ciri sapi yang kena cacing hati ketahuan setelah disembelih. Biasanya kalau Idul Adha, makanya sebagai peternak juga rutin pengobatan cacing, paling tidak empat bulan sekali dikasih obat cacing," katanya.