Kulon Progo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, meminta seluruh puskesmas di wilayah ini memprioritaskan pelayanan terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) untuk mengantisipasi meningkatkan jumlah kasus.
Berdasar data Dinas Kesehatan Kulon Progo, jumlah ODGJ di daerah itu mencapai 1.562 orang.
"Kami sudah meminta seluruh puskesmas agar memprioritaskan pelayanan terhadap pasien ODGJ. Tujuannya agar pemulihan mereka bisa berjalan efektif dan jumlah kasus bisa ditekan," kata Sekda Kulon Progo Triyono, Selasa.
Ia mengatakan setiap pasien ODGJ memiliki peluang untuk sembuh. Saat sudah pulih, mereka juga memiliki kesempatan untuk hidup berbaur dengan masyarakat umum.
"Masyarakat juga diharapkan bisa merangkul dan lebih bisa menerima keberadaan mereka," kata Triyono.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kulon Progo, Sri Budi Utami, mengatakan pihaknya berupaya memaksimalkan penanganan terhadap warga yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Apalagi jumlah penderitanya masih terbilang tinggi.
"Saat ini ada 1.562 ODGJ yang terdata. Tahun 2023 kami juga mencatat sebanyak 10 kasus bunuh diri dan lima kasus percobaan bunuh diri," kata Sri Utami.
Ia mengaku prihatin dengan fenomena tersebut. Hal ini dikarenakan upaya bunuh diri berkaitan erat dengan kesehatan jiwa masyarakat yang terganggu akibat berbagai latar belakang masalah.
Menurut Sri, sebagian besar penderita ODGJ di Kulon Progo masih berusia produktif. Namun pihaknya menaruh perhatian khusus pada kalangan pelajar, lantaran memiliki potensi stres yang tinggi.
"Itu sebabnya diperlukan deteksi dini agar penanganan bisa lebih cepat dan mencegah terjadinya gangguan jiwa berat," katanya.
Sri tak menampik jika tenaga kejiwaan hanya tersedia di RSUD Wates dan RSUD Nyi Ageng Serang. Meski begitu, semua puskesmas diarahkan agar mampu memberikan pelayanan bagi penderita ODGJ yang sedang rawat jalan, termasuk untuk obat-obatan.
Pihaknya pun lebih fokus pada upaya pencegahan, antara lain dengan melakukan skrining setiap tahun, khususnya terhadap para pelajar di sekolah terkait kondisi kesehatan jiwa mereka.
"Kami juga berupaya menghapus stigma negatif ODGJ di masyarakat lewat konten edukasi yang menarik dan mudah dipahami," kata Sri.
Berdasar data Dinas Kesehatan Kulon Progo, jumlah ODGJ di daerah itu mencapai 1.562 orang.
"Kami sudah meminta seluruh puskesmas agar memprioritaskan pelayanan terhadap pasien ODGJ. Tujuannya agar pemulihan mereka bisa berjalan efektif dan jumlah kasus bisa ditekan," kata Sekda Kulon Progo Triyono, Selasa.
Ia mengatakan setiap pasien ODGJ memiliki peluang untuk sembuh. Saat sudah pulih, mereka juga memiliki kesempatan untuk hidup berbaur dengan masyarakat umum.
"Masyarakat juga diharapkan bisa merangkul dan lebih bisa menerima keberadaan mereka," kata Triyono.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kulon Progo, Sri Budi Utami, mengatakan pihaknya berupaya memaksimalkan penanganan terhadap warga yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Apalagi jumlah penderitanya masih terbilang tinggi.
"Saat ini ada 1.562 ODGJ yang terdata. Tahun 2023 kami juga mencatat sebanyak 10 kasus bunuh diri dan lima kasus percobaan bunuh diri," kata Sri Utami.
Ia mengaku prihatin dengan fenomena tersebut. Hal ini dikarenakan upaya bunuh diri berkaitan erat dengan kesehatan jiwa masyarakat yang terganggu akibat berbagai latar belakang masalah.
Menurut Sri, sebagian besar penderita ODGJ di Kulon Progo masih berusia produktif. Namun pihaknya menaruh perhatian khusus pada kalangan pelajar, lantaran memiliki potensi stres yang tinggi.
"Itu sebabnya diperlukan deteksi dini agar penanganan bisa lebih cepat dan mencegah terjadinya gangguan jiwa berat," katanya.
Sri tak menampik jika tenaga kejiwaan hanya tersedia di RSUD Wates dan RSUD Nyi Ageng Serang. Meski begitu, semua puskesmas diarahkan agar mampu memberikan pelayanan bagi penderita ODGJ yang sedang rawat jalan, termasuk untuk obat-obatan.
Pihaknya pun lebih fokus pada upaya pencegahan, antara lain dengan melakukan skrining setiap tahun, khususnya terhadap para pelajar di sekolah terkait kondisi kesehatan jiwa mereka.
"Kami juga berupaya menghapus stigma negatif ODGJ di masyarakat lewat konten edukasi yang menarik dan mudah dipahami," kata Sri.