Gunungkidul (ANTARA) - Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta mengintensifkan penyuntikan antibiotik terhadap hewan ternak di Kapanewon (kecamatan) Gedangsari untuk mencegah meluasnya kasus antraks di wilayah tersebut.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul Wibawanti Wulandari di Gunungkidul Selasa mengatakan, DPKH melakukan beberapa kali penyuntikan antibiotik terhadap hewan ternak.
"Kami sudah dilakukan penyuntikan antibiotik kepada hewan ternak," kata Wibawanti.
Ia menjelaskan, pada Kamis (7/3), petugas melakukan pengobatan dua ekor kambing milik SR. Kemudian, Jumat (8/3) dilanjutkan pengobatan di Dusun Kayoman, Serut, terhadap 15 ekor sapi, kambing 24 ekor, dan domba satu ekor.
Kemudian pada Sabtu (9/3) di Dusun Kayoman, Serut, dilakukan pengobatan kembali terhadap sapi 89 ekor, kambing 175 ekor. Selanjutnya, Rabu (13/3) dilakukan pengobatan lanjutan terhadap sapi 50 ekor, dan kambing 124 ekor.
Lalu pada 14 Maret 2024 dilaksanakan pengobatan di wilayah zona kuning, yakni Padukuhan Wangon, Serut, terhadap sapi 84 ekor, kambing 196 ekor, dan domba dua ekor.
"Hari ini, kami melalukan pemberian antibiotik dan vitamin di Dusun Wangon, Serut, sebanyak 89 ekor sapi dan 108 ekor kambing," katanya.
Dia berharap dengan penyuntikan ini bisa mencegah penularan antraks, sehingga bisa pulih kembali.
"Sudah ratusan ekor ternak yang disuntik antibiotik," katanya.
Wibawanti juga mengatakan, dari sisi regulasi, Perda tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan tersebut juga berisi sanksi apabila seseorang mengonsumsi, mengedarkan, menjualbelikan bangkai atau hewan yang mati terutama akibat penyakit.
"Jadi isinya perda setiap orang dilarang mengonsumsi hewan sakit atau mati. Setiap orang yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud diproses sesuai dengan ketentuan perundangan," kata Wibawanti.
ibawanti mengatakan lebih lanjut, pihaknya juga mengintensifkan sosialisasi Undang-Undang Nomor: 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan kepada peternak.
"Kami berharap masyarakat untuk tidak mengonsumsi daging ternak kurang sehat atau bahkan sudah mati. Tapi masyarakat tetap melakukan apa yang dilarang," katanya.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul Wibawanti Wulandari di Gunungkidul Selasa mengatakan, DPKH melakukan beberapa kali penyuntikan antibiotik terhadap hewan ternak.
"Kami sudah dilakukan penyuntikan antibiotik kepada hewan ternak," kata Wibawanti.
Ia menjelaskan, pada Kamis (7/3), petugas melakukan pengobatan dua ekor kambing milik SR. Kemudian, Jumat (8/3) dilanjutkan pengobatan di Dusun Kayoman, Serut, terhadap 15 ekor sapi, kambing 24 ekor, dan domba satu ekor.
Kemudian pada Sabtu (9/3) di Dusun Kayoman, Serut, dilakukan pengobatan kembali terhadap sapi 89 ekor, kambing 175 ekor. Selanjutnya, Rabu (13/3) dilakukan pengobatan lanjutan terhadap sapi 50 ekor, dan kambing 124 ekor.
Lalu pada 14 Maret 2024 dilaksanakan pengobatan di wilayah zona kuning, yakni Padukuhan Wangon, Serut, terhadap sapi 84 ekor, kambing 196 ekor, dan domba dua ekor.
"Hari ini, kami melalukan pemberian antibiotik dan vitamin di Dusun Wangon, Serut, sebanyak 89 ekor sapi dan 108 ekor kambing," katanya.
Dia berharap dengan penyuntikan ini bisa mencegah penularan antraks, sehingga bisa pulih kembali.
"Sudah ratusan ekor ternak yang disuntik antibiotik," katanya.
Wibawanti juga mengatakan, dari sisi regulasi, Perda tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan tersebut juga berisi sanksi apabila seseorang mengonsumsi, mengedarkan, menjualbelikan bangkai atau hewan yang mati terutama akibat penyakit.
"Jadi isinya perda setiap orang dilarang mengonsumsi hewan sakit atau mati. Setiap orang yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud diproses sesuai dengan ketentuan perundangan," kata Wibawanti.
ibawanti mengatakan lebih lanjut, pihaknya juga mengintensifkan sosialisasi Undang-Undang Nomor: 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan kepada peternak.
"Kami berharap masyarakat untuk tidak mengonsumsi daging ternak kurang sehat atau bahkan sudah mati. Tapi masyarakat tetap melakukan apa yang dilarang," katanya.