Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Ardli Johan Kusuma mengatakan bahwa penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota akan menjadi sejarah baru bagi perkembangan kepemiluan di Indonesia.
Namun demikian, ia mengingatkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilkada untuk dapat mengantisipasi empat tantangan. Salah satunya, kata dia, polarisasi secara parsial.
"Potensi terjadinya polarisasi di masing-masing daerah akan terbuka lebar. Mungkin yang membedakan adalah level polarisasi yang terjadi antardaerah. Namun, dalam hal ini kita harus siap menghadapi isu polarisasi dan konflik yang mungkin akan terjadi di berbagai daerah secara serentak pula," kata Ardli saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis.
Menurut Ardli, tantangan berikutnya yang harus diantisipasi oleh penyelenggara pemilu adalah terkait beban kerja sumber daya manusia pelaksana Pilkada serentak 2024.
"Pemilu yang akan diselenggarakan di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota tentunya membutuhkan sumber daya manusia pelaksana yang siap atau tidak siap akan menjalankan tugas. Dalam hal ini, isu kelelahan pelaksana dalam menjalankan tugas yang dalam pengalaman sebelumnya memunculkan korban jiwa harus betul-betul diperhatikan," ujarnya.
Selain itu, Ardli menyebut kampanye hitam, berita bohong, maupun politik uang juga perlu diantisipasi. Oleh sebab itu, kata dia, penyelenggara Pilkada serentak 2024 diharapkan dapat bekerja keras dalam menangani hal tersebut.
"Berikutnya, kredibilitas penyelenggara. Tidak bisa dimungkiri bahwa masih sangat melekat saat ini dalam benak sebagian masyarakat terkait isu-isu kecurangan dalam Pilpres yang lalu, dan tentunya hal ini boleh jadi akan memunculkan sentimen negatif terhadap penyelenggaraan Pilkada serentak mendatang, sehingga KPU harus mampu menjawab hal itu," katanya.
Sementara itu, ia mengatakan bahwa sistem pengawasan dan pencegahan Pilkada serentak membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat, terutama dalam menghadapi empat tantangan tersebut.
"Dibutuhkan kesadaran politik dari masyarakat untuk turut serta berpartisipasi secara aktif. Tidak hanya dalam konteks sebagai pemilih, tetapi juga ikut mengawasi, dan ikut aktif dalam melakukan pencegahan-pencegahan terjadinya hal-hal yang dianggap dapat merusak tatanan demokrasi di negara kita," jelasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat sebut penyelenggara Pilkada 2024 harus antisipasi polarisasi
Namun demikian, ia mengingatkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilkada untuk dapat mengantisipasi empat tantangan. Salah satunya, kata dia, polarisasi secara parsial.
"Potensi terjadinya polarisasi di masing-masing daerah akan terbuka lebar. Mungkin yang membedakan adalah level polarisasi yang terjadi antardaerah. Namun, dalam hal ini kita harus siap menghadapi isu polarisasi dan konflik yang mungkin akan terjadi di berbagai daerah secara serentak pula," kata Ardli saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis.
Menurut Ardli, tantangan berikutnya yang harus diantisipasi oleh penyelenggara pemilu adalah terkait beban kerja sumber daya manusia pelaksana Pilkada serentak 2024.
"Pemilu yang akan diselenggarakan di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota tentunya membutuhkan sumber daya manusia pelaksana yang siap atau tidak siap akan menjalankan tugas. Dalam hal ini, isu kelelahan pelaksana dalam menjalankan tugas yang dalam pengalaman sebelumnya memunculkan korban jiwa harus betul-betul diperhatikan," ujarnya.
Selain itu, Ardli menyebut kampanye hitam, berita bohong, maupun politik uang juga perlu diantisipasi. Oleh sebab itu, kata dia, penyelenggara Pilkada serentak 2024 diharapkan dapat bekerja keras dalam menangani hal tersebut.
"Berikutnya, kredibilitas penyelenggara. Tidak bisa dimungkiri bahwa masih sangat melekat saat ini dalam benak sebagian masyarakat terkait isu-isu kecurangan dalam Pilpres yang lalu, dan tentunya hal ini boleh jadi akan memunculkan sentimen negatif terhadap penyelenggaraan Pilkada serentak mendatang, sehingga KPU harus mampu menjawab hal itu," katanya.
Sementara itu, ia mengatakan bahwa sistem pengawasan dan pencegahan Pilkada serentak membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat, terutama dalam menghadapi empat tantangan tersebut.
"Dibutuhkan kesadaran politik dari masyarakat untuk turut serta berpartisipasi secara aktif. Tidak hanya dalam konteks sebagai pemilih, tetapi juga ikut mengawasi, dan ikut aktif dalam melakukan pencegahan-pencegahan terjadinya hal-hal yang dianggap dapat merusak tatanan demokrasi di negara kita," jelasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat sebut penyelenggara Pilkada 2024 harus antisipasi polarisasi