Jakarta (ANTARA) - Pakar keamanan dan terorisme Universitas Indonesia M. Syauqillah memandang perlu Pemerintah menguatkan sinergisitas terkait dengan penanggulangan penanganan pendanaan terorisme.
Ketua Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI itu juga mengatakan bahwa penguatan sinergisitas tersebut perlu seiring dengan keanggotaan penuh Indonesia di Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrrorism Financing (FATF) sejak Oktober 2023.
"Indonesia sudah masuk FATF, keputusan Presiden RI sudah turun, dan ini juga perlu dikuatkan terus koordinasi sinergisitas antarkementerian/lembaga terkait dengan pendanaan terorisme," kata Syauqillah saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis.
Menurut dia, keanggotaan penuh Indonesia di FATF menjadi penting mengingat organisasi internasional tersebut merupakan salah satu lembaga yang berfokus pada pendanaan terorisme.
Syauqillah berpendapat bahwa penangkapan tujuh terduga terafiliasi sebagai anggota kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) di Sulawesi Tengah (Sulteng) menandakan jaringan teror masih terus berjalan.
"Artinya, dalam situasi yang kondusif seperti ini dengan zero terrorist attack (tidak ada serangan teroris secara terbuka), kita tidak bisa lengah terhadap upaya-upaya penggalangan dana karena terkait dengan pendanaan 'kan sesuatu yang memang menjadi tantangan bagi kita semua. Kalau kita lihat indeks kedermawanan di dunia, itu nomor satu 'kan Indonesia," jelasnya.
Ia mengatakan bahwa pemerintah perlu mengantisipasi potensi kerawanan tersebut, terlebih kelompok teroris dalam menggalang dana selalu menggunakan jargon atau dalil keagamaan, dan masyarakat berpotensi memberikan donasi untuk kegiatan sosial.
"Itu yang kemudian perlu disadari bahwa ini jadi satu potensi. Data PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) juga menunjukkan NPO, Non-Profit Organization, itu juga salah satu entitas yang rentan untuk digunakan sebagai pendanaan terorisme atau penyalahgunaan modus pendanaan," ujarnya.
Menurut dia, intervensi yang sudah banyak dilakukan oleh Pemerintah, termasuk kerja cepat dan kerja preventif strike yang dilakukan Densus 88 Antiteror Polri berjalan efektif. Dengan demikian, kelompok teror terus mencari celah untuk dapat melakukan pendanaan terorisme.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar: Pemerintah perlu kuatkan sinergi penanganan pendanaan terorisme
Ketua Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI itu juga mengatakan bahwa penguatan sinergisitas tersebut perlu seiring dengan keanggotaan penuh Indonesia di Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrrorism Financing (FATF) sejak Oktober 2023.
"Indonesia sudah masuk FATF, keputusan Presiden RI sudah turun, dan ini juga perlu dikuatkan terus koordinasi sinergisitas antarkementerian/lembaga terkait dengan pendanaan terorisme," kata Syauqillah saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis.
Menurut dia, keanggotaan penuh Indonesia di FATF menjadi penting mengingat organisasi internasional tersebut merupakan salah satu lembaga yang berfokus pada pendanaan terorisme.
Syauqillah berpendapat bahwa penangkapan tujuh terduga terafiliasi sebagai anggota kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) di Sulawesi Tengah (Sulteng) menandakan jaringan teror masih terus berjalan.
"Artinya, dalam situasi yang kondusif seperti ini dengan zero terrorist attack (tidak ada serangan teroris secara terbuka), kita tidak bisa lengah terhadap upaya-upaya penggalangan dana karena terkait dengan pendanaan 'kan sesuatu yang memang menjadi tantangan bagi kita semua. Kalau kita lihat indeks kedermawanan di dunia, itu nomor satu 'kan Indonesia," jelasnya.
Ia mengatakan bahwa pemerintah perlu mengantisipasi potensi kerawanan tersebut, terlebih kelompok teroris dalam menggalang dana selalu menggunakan jargon atau dalil keagamaan, dan masyarakat berpotensi memberikan donasi untuk kegiatan sosial.
"Itu yang kemudian perlu disadari bahwa ini jadi satu potensi. Data PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) juga menunjukkan NPO, Non-Profit Organization, itu juga salah satu entitas yang rentan untuk digunakan sebagai pendanaan terorisme atau penyalahgunaan modus pendanaan," ujarnya.
Menurut dia, intervensi yang sudah banyak dilakukan oleh Pemerintah, termasuk kerja cepat dan kerja preventif strike yang dilakukan Densus 88 Antiteror Polri berjalan efektif. Dengan demikian, kelompok teror terus mencari celah untuk dapat melakukan pendanaan terorisme.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar: Pemerintah perlu kuatkan sinergi penanganan pendanaan terorisme