Sleman (ANTARA) - Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat serapan pupuk bersubsidi di wilayah ini dari Januari hingga saat ini masih di bawah 50 persen karena lahan pertanian tidak digarap secara optimal.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DP3 Kabupaten Sleman Suparmono di Sleman, Kamis, mengatakan pada 2024 ini, Kabupaten Sleman mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi sebanyak 9.642 ton untuk Urea dan 7.516 ton untuk pupuk NPK.

"Dari jumlah tersebut untuk urea sudah tersalurkan sebanyak 4.593.256 kilogram atau sebesar 47,64 persen dan untuk NPK tersalurkan 3.554.861 kilogram atau sebesar 47,30 persen," kata Suparmono.

Ia mengatakan pupuk menjadi sarana yang sangat penting dalam berbudi daya pertanian guna mewujudkan ketahanan pangan. Dalam rangka mendukung ketahanan pangan, sangat diperlukan kehadiran Pemerintah dalam penyediaan pupuk bersubsidi yang memenuhi prinsip enam tepat yaitu tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu dan mutu.

Dalam rangka mendukung ketercukupan dalam penyediaan pupuk maka pemerintah mengalokasikan subsidi pupuk setiap tahun.

Pupuk diberikan untuk tiga subsektor yaitu tanaman pangan untuk komoditas padi, jagung dan kedelai; subsektor hortikultura untuk komoditas bawang merah, bawang putih, cabe dan sub sektor perkebunan untuk komoditas kopi, tebu dan coklat. Jenis pupuk berupa urea, NPK, dan NPK plus khusus untuk tanaman coklat.

"Peruntukan subsidi pupuk diberikan kepada petani yang tergabung dalam kelompok tani yang sudah dikukuhkan dan terdaftar di aplikasi sistem penyuluhan pertanian (simultan) dengan luasan garapan maksimal dua hektare," katanya.

Untuk itu, Ia berharap realisasi tersebut dapat meningkat setelah musim tanam berikutnya, karena sebagian besar petani menunggu hujan turun untuk menebus sisa alokasi pupuk yang dimiliki.

Menurutnya, masih rendahnya capaian serapan disebabkan banyak faktor diantaranya permasalahan berupa penebusan dengan penggunaan kartu tani, meskipun sebenarnya sudah ada kebijakan lain dengan penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

"Petani yang sudah pernah menggunakan kartu tani atau sudah terdaftar punya nomor kartu tani diwajibkan melakukan penebusan dengan kartu tani," katanya.

Selain itu, lanjut Suparmono, permasalahan muncul karena ada kartu yang rusak, ketlisut, kuota kosong dan hilang meskipun diberi kesempatan untuk perbaikan di BRI tetapi petani sering enggan karena merasa ribet dalam pengurusannya.

Hal ini menyebabkan petani tidak bisa menebus pupuk bersubsidi. Sementara kebijakan penebusan dengan penggunaan KTP yang dibawa saat penebusan pupuk, bagi petugas Kios Pupuk Lengkap (KPL) menjadi beban karena harus meluangkan banyak waktu di dalam pelayanannya.

"Di mana setiap transaksi pupuk harus disertai pengambilan foto open camera pembeli sambil memegang KTP dan pupuk yang dibelinya, yang kemudian diunggah pada aplikasi iPubers," katanya.

Dia juga mengatakan pada Oktober 2024, Kementerian Pertanian mengeluarkan kebijakan baru yaitu dengan integrasi penggunaan kartu tani dan iPubers. Mulai 9 Oktober 2024, petani bisa dimudahkan di dalam melakukan penebusan pupuk bagi yang punya kartu tani bisa melanjutkan dengan kartu tani dan bagi yang kartu tani bermasalah bisa menebus dengan membawa KTP.

"Angka realisasi penebusan sudah terintegrasi sehingga tidak akan terjadi kelebihan penebusan pupuk," katanya.

 


Pewarta : Sutarmi
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024